Teori Keteladanan dalam Pendidikan

Teori Keteladanan dalam Pendidikan. Pendidikan merupakan proses pengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

 

Dengan menekankan pada pembinaan kepribadian maka peserta didik diharapkan meneladani apa yang diperlakukan oleh pendidik (guru). Guru sebagai panutan ataupun teladan. Keteladanan seorang guru mencerminkan bahwa segala tingkah lakunya, tuturkata, sifat, maupun cara berpakaian semuanya dapat diteladani.

 

Menurut Abdul Majid, dalam sudut pandang pendidikan, uswah al-hasanah adalah keteladanan yang baik, karena dengan adanya keteladanan yang baik itu akan menumbuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau mengikutinya, dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang baik dalam hal apa pun maka hal itu merupakan suatu amalia yang paling penting dan paling berkesan, baik bagi pendidikan anak, maupun dalam kehidupan dan pergaulan manusia sehari-hari.

 

Dengan memahami pengertian tentang keteladanan penulis berkesimpulan mendidik dengan teladan berarti mendidik dengan memberi contoh baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya. Dengan demikian keteladanan tidak hanya dipakai dalam proses pembelajaran dikelas saja akan tetapi juga diluar ruang kelas. Seorang guru atau pendidik hendaknya memiliki kesadaran yang tinggi, bahwa sesungguhnya peserta didik akan mengamati sosok atau figur gurunya, dengan sendirinya peserta didik akan menirunya dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari.

Teori Keteladanan dalam Pendidikan

Keteladanan mempunyai landasan teori yang kuat, baik itu landasan teori yang bersumber pada agama (Islam), maupun landasan teori yang bersumber pada kejiwaan (psikis) peserta didik itu sendiri. Dalam Al-Qur’an, keteladanan diistilahkan dengan kata uswah. Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang menyebutkan kata uswah, diantaranya :

QS. Al-Mumtahanah (60) : 4

Terjemahan :

Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya[1470]: “Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali.

QS. Al-Ahzab (33):21

Terjemahan :

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

QS. Al-Mumtahanah (60):6

Terjemahan :

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Teori Keteladanan dalam Pendidikan

Konsep keteladanan ini sudah diberikan dengan cara Allah SWT. Mengutus para Rasul, terutama Nabi Muhammad SAW. Untuk menjadi panutan bagi umat Islam sepanjang sejarah dan rahmat bagi sekalian alam. Beliau bagaikan lampu terang yang menerangi kegelapan, salah satunya adalah keteladanannya yang langsung dilihat oleh umat lebih khusus lagi umat Islam waktu itu bahkan sampai sekarang dan tercatat dalam sabda-sabdanya. Secara psikologis ternyata manusia memang memerlukan tokoh teladanan dan hidupnya, ini adalah sifat bawaan. Taqlid (meniru) adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladanan itu ada dua macam yaitu sengaja dan tidak disengaja. Keteladanan yang tidak disengaja adalah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebangsanya, sedangkan peneladanan yang disengaja ialah seperti memberikan contoh membaca yang baik, mengajarkan shalat yang benar. Keteladanan yang disengaja ialah keteladanan yang memang disertai penjelasan agar perintah atau meneladani. Dalam pendidikan Islam kedua keteladanan itu sama saja pentingnya. Dengan memahami kedua pengertian keteladanan di atas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa keteladanan ada yang datang dari kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau bersifat alami ada juga yang disebabkan karena ia bertanggung jawab sebagai pimpinan. Teori Keteladanan dalam Pendidikan.

Pendidikan agama dalam keluarga adalah pendidikan yang berjiwa agama terutama bagi anak-anak yang masih dalam fase pendidikan pasif. Ketika pertumbuhan kecerdasan yang masih kurang sekali orang tua harus memberi contoh dalam hidupnya, misalnya biasa beribadah salat, dan berdoa, disamping mengajak anak untuk meneladani sikap tersebut, pergaulan dan perlakuan terhadap anak harus tampak kasih sayang, kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam segala hal. Pendidikan dan juga keteladanan dari orang tua dalam lingkungan keluarga dapat terus berkesinambungan sampai lingkungan pendidikan di sekolah, sehingga apa yang dilihat dan dirasakan anak dalam lingkungan keluarga tidak bedanya dengan lingkungan pendidikan di sekolah.

Seorang pendidik dalam menerapkan pendidikan seharusnya memiliki beberapa sifat ataupun karakteristik yang dapat diteladani diantaranya:

Sifat Rabbani, sebagaimana telah dijelaskan di dalam surat Al-Imran ayat 79: “Akan tetapi hendaklah kalian menjadi orang-orang Rabbani”. Yakni hendaklah kalian bersandar kepada Rabb dengan menaati-Nya, mengabdi kepada-Nya. Orang-orang Rabbani yaitu orang yang melihat dampak dan dalil-dalil atas keagungan Allah, khusyuk kepada-Nya dan merasakan keagungan-Nya.

Sifat ikhlas, sifat ini termasuk kesempurnaan sifat Rabbani, sebagai pendidik dan dengan leluasan ilmunya guru hanya bermaksud mendapatkan keridhaan Allah mencapai dan menegakkan kebenaran, yakni menyebarkan keakal anak-anak dan membimbing mereka sebagai para pengikutnya. Jika keikhlasan telah hilang, akan muncullah sifat saling mendengki diantara satu sama lain serta sifat pembenaran pendapat dan cara kerjanya sendiri, tanpa menghiraukan pandangan orang lain. Dalam keadaan seperti itu, maka sifat egoistis yang didukung hawa nafsu akan menggantikan pola hidup diatas kebenaran. Kemuliaan umat hanya akan tercapai dengan jelas mendidik generasi demi generasi mengamalkan keridhaan Allah dan menjalankan syariat-Nya, serta menjadikan sebagai landasan dari segala bentuk tujuan pendidikan dan pengajaran yang diupayakan dengan penuh keikhlasan dan perhatian. Teori Keteladanan dalam Pendidikan.

Sifat sahar, dalam menghadapi suatu pekerjaan terlebih dalam hal mendidik sangat perlu sifat kesabaran karena dari sekian yang dihadapi mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda, manusia tidak sama dalam kemampuan belajarnya, untuk itu pendidik tidak boleh menuruti hawa nafsunya, ingin segera melihat hasil kerjanya sebelum pengajaran itu terserap dalam jiwa anak, yang melahirkan hasrat untuk menerapkannya dalam perbuatan, tingkah lakunya dikembangkan dan sebelum mereka merasa mapan sehingga tergugah gairahnya untuk mengkaji dan mengamalkan yang mereka pelajari.

Sifat jujur, hendaklah jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya. Tanda kejujuran itu ialah penerapan anjurannya itu pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu dan amalnya telah sejalan, maka para peserta didik dengan mudah meniru dalam mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatan. Tetapi jika perbuatannya bertentangan dengan seruannya maka dengan sendirinya timbul keengganan mengamalkan apa yang diucapkannya.

Allah sangat mencela orang-orang mumin yang tidak jujmur dalam perkataan mereka. Allah berfirman dalam Surah Ash-Shaf: 2 dan 3 :

Terjemahan :

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

Dengan memahami arti ayat diatas penulis dapat mengambil kesimpulan segala apa yang diperbuat ataupun yang dikatakan harus diwujudnyatakan dalam hidup dan kehidupan kita sehari-hari.

Baca juga artikel blog saya yang lain tentang teori pendidikan. Silakan eksplorasi isi blog dengan menggunakan navigasi yang telah ada.