OPT Hama Kedelai

Oleh Eko Purwadi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pertanian, serangan hama dan penyakit pada pertanaman merupakan salah satu penghambat tercapainya potensi produksi dari suatu jenis tanaman. Pengendalian hama dan penyakit yang tepat akan sangat berpengaruh pada hasil akhir atau produksi pertanaman. Untuk dapat melakukan pengendalian yang tepat, pelaku pertanian (petani) perlu memiliki pengetahuan yang lengkap atas segala segi pertanamannya, mulai dari asal benih, sejarah pemanfaatan lahan, hingga pascapanen dan keberlangsungan (sustainability) dari pertanaman tersebut. Dengan berbagai pengetahuan tersebut, diharapkan pelaku pertanian dapat mengelola pertanamannya dengan tepat dan tetap memperhatikan kondisi lingkungan pertanamannya.

Selain meminimumkan kehilangan hasil atau pencapaian potensi produksi, penerapan Sanitary dan Fitosanitary di bidang produk pertanian sangat mendesak. Sangat perlu bagi para ilmuan Indonesia menyebarkan pengetahuan akan hal ini sekaligus aplikasinya di lapang demi memenuhi standart tersebut.

Agar pengetahuan pelaku pertanian meningkat, dibutuhkan sumber-sumber informasi yang memadai. Sumber informasi yang tersedia di pedesaan masih cukup langka. Siaran radio atau televisi yang dapat mencapai masyarakat desa belum mampu memenuhi kebutuhan petani akan informasi pertanian yang sesuai dengan kondisi di lokasi mereka. Belum banyak desa-desa yang memiliki perpustakaan. Selain karena budaya lisan yang kental berlaku di berbagai suku di Indonesia, kemampuan mengakses rujukan/pustaka dan berita-berita pertanian juga rendah. Hal ini sering dihubungkan dengan tingkat pendidikan petani yang juga rendah.

Melalui klinik tanaman ini petani dan petugas klinik tanaman dapat berdiskusi secara mendalam tentang pengelolaan pertanaman mereka untuk mendapatkan hasil yang sehat dan optimal dengan meminimumkan kerusakan terhadap ekosistem lingkungannya. Klinik tanaman sebagai salah satu model atau wadah pengejawantahan (pembumian) keilmuan yang diterapkan langsung di lapang sekaligus belajar dari petani, juga mencoba menggali apa saja yang dapat dioptimalkan dan dukungan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan klinik tanaman dalam meningkatkan mutu pertanian bersama petani.

Pada praktikum ini, praktikan dihadapkan pada permasalahan dalam menghadapi dan berkomunikasi dengan berbagai karakteristik petani serta juga dapat mengenali permasalahan OPT yang terdapat di lahan yang nantinya dianalisa untuk diberikan rekomendasi kepada petani tentang tindakan pengendalian yang dapat diambil.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenal karakteristik petani (klien) serta permasalahan OPT yang terjadi di lahan petani.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai merupakan bahan baku makanan yang bergizi seperti tahu dan tempe. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai. Bagi petani, tanaman ini penting untuk menambah pendapatan karena dapat segera dijual dan harganya tinggi (Swastika, 1997).

Tanaman kedelai dapat diusahakan di dataran rendah mulai dari 0 – 500 m dpl dengan curah hujan relatif rendah (suhu tinggi), tetapi membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan tanamannya. Sebagai barometer untuk mengetahui apakah keadaan iklim di suatu daerah, cocok atau tidak untuk tanaman kedelai, dapat dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di aderah tersebut.Apabila tanaman jagung dapat tumbuh baik dan hasilnya juga baik, berarti iklim di daerah sesuai untuk tanaman kedelai. Namun kedelai mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jagung (Plantus, 2008).

Kedelai yang sering kita temui di pasar sehari-hari biasanya berukuran kecil. Bahan baku tempe dan kecap ini bahkan banyak yang kopong, tidak ada isinya. Tapi di Jember, Jawa Timur, sejak tahun 1992, PT Mitratani Dua Tujuh (Mitratani) berhasil membudidayakan kedelai berukuran jumbo varietas ‘Ryokkoh’. Selain unggul dalam kualitas dan ukuran, kandungan protein kedelai yang diberi nama edamame ini juga lebih tinggi ketimbang kedelai biasa.
Menurut Widodo Budiarto, Direktur Bidang Operasional PT Mitratani, edamame bukanlah jenis tanaman kacang-kacangan, melainkan masuk ke dalam kategori sayuran (green soibin vegetable). Di Jepang, negara asal kedelai ini, edamame termasuk tanaman tropis dan dijadikan sebagai sayuran serta camilan kesehatan. Begitu juga di Amerika, kedelai ini dikategorikan sebagai healthy food. Bahkan kabarnya juga bisa digunakan sebagai bahan baku produk kecantikan kulit serta wajah.

Jember merupakan tempat yang cocok untuk budi daya edamame karena ketinggian tanahnya 7-350 dpl. Di sini, dalam setahun, bisa dipanen tiga kali, sementara di Jepang hanya sekali pada musim panas.

Edamame yang baru dipanen harus segera dibawa ke pabrik, tenggang waktunya maksimal empat jam. Jika lebih, kadar warnanya bisa memudar dan kualitas buahakan menurun. Kemudian, edamame itu ditimbang dan dicuci. Setelah itu disortir dengan cara mengayak (di sini, kedelai yang tak masuk kualifikasi karena ukurannya terlalu kecil akan jatuh, sedangkan yang masuk kualifikasi dibagi lagi dalam empat grade berdasarkan kualitas).

Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberinama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu  dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari  yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga(Fachruddin,2000).

Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui aktivitas bekteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar. Keberadaan Rhizobium japonicum di dalam tanah memang sudah ada karena tanah tersebut ditanami kedelai  atau memang sengaja ditambahkan ke dalam tanah. Nodul atau bintil akar tanaman  kedelai umumnya dapat mengikat nitrogen dari udara pada umur 10 – 12 hari setelah tanam, tergantung kondisi lingkungan tanah dan suhu. Kelembaban tanah yang cukup dan suhu tanah  sekitar 25° C sangat mendukung pertumbuhan bintil akar tersebut. Perbedaan warna hijau daun pada awal pertumbuhan (10 – 15 hst) merupakan indikasi efektivitas Rhizobium  japonicum. Namun demikian, proses pembentukan bintil akar sebenarnya sudah terjadi mulai umur 4 – 5 hst, yaitu sejak terbentuknya akar tanaman. Pada saat itu,  terjadi infeksi pada akar rambut yang merupakan titik awal dari proses pembentukan bintil akar. Oleh karena itu, semakin banyak volume akar yang terbentuk, semakin besar pula kemungkinan jumlah bintil akar atau nodul yang terjadi. Kemampuan memfikasi N2 ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji, kemampuan bintil akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, juga diduga karena kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas bintil akar(Prasastyawati,1980).

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedele dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran. Kedelai dapat tumbuh subur pada : curah hujan optimal 100-200 mm/bulan. Temperatur 25-27 derajat Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10 jam/hari. Tinggi tempat dari permukaan laut 0-900 m, dengan ketinggian optimal sekitar 600 m. Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan dan berkurang saat pembungaan dan menjelang pemasakan biji akan meningkatkan hasil kedelai (Annas, 2007).

III. METODOLOGI

2.1 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan praktikum ini dilakukan dengan mengunjungi dan melakukan wawancara dengan para petani di daerah sempolan, Kecamatan Silo, tanggal 22 dan 29 April 2011.

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat

1. Kamera

2. Alat tulis

2.2.2 Bahan

1. Kertas

2. Daftar pertanyaan wawancara

2.3 Cara Kerja

1. Melakukan kunjungan ke petani yang mengusahakan tanaman tertentu sesuai jenis tanaman yang telah ditentukan pada masing- masing kelompok.

2. Melakukan wawancara dengan petani dan menanyakan seputar profil petani dan proses budidaya yang dilakukannya.

3. Melakukan prinsip satu hati dulu baru Tanya (senyum, mengangguk, menyenangkan, rilek, tidak mendesak dan kaku, jauh dari menakutkan).

4. Mengambil foto dengan petani.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

Data Pasien

NamaAlamat

Umur

Komodoti yang ditanam

Varietas

Luasan

Tanaman sebelumnya

Tanaman sekitar

Jenis pemupukan

Cara pengairan

Jenis OPT menurut petani

Jenis pengendalian

Jenis pestisida

Data pasien

Jenis tanaman

Jenis hama

% serangan

Jenis penyakit

% serangan

Jenis gulma

Dominasi

Jenis musuh alami

Rekomendasi

Perbaikan pola tanam

Perbaikan cara pengendalian

Data Pasien

Nama

Umur

Komodoti yang ditanam

Varietas

Luasan

Tanaman sebelumnya

Tanaman sekitar

Jenis pemupukan

Cara pengairan

Jenis OPT menurut petani

Jenis pengendalian

Jenis pestisida

Data pasien

Jenis tanaman

Jenis hama

% serangan

Jenis penyakit

% serangan

Jenis gulma

Dominasi

Jenis musuh alami

Rekomendasi

Perbaikan pola tanam

Perbaikan cara pengendalian

: Nursalim: Kemuning lor, kecamatan jenggawah

: 52 th

: Kedelai

: Lokal

: 12 ha

: Padi

: Jagung

: ZA (pupuk berimbang)

: irigasi dari dam

: ulat

: pengendalian kimiawi

: coracrone

 

: kedelai

: ulat pemakan daun

: 5%

: layu (busuk akar)

: 5%

: daun lebar

: –

: burung

 

: –

: –

 

: Sandiko (ketua kelompok tani)

: 36

: kedelai

: edamame

: 4 ha

: kedelai

: padi

: ZA, Urea, Kcl, TSP

: Irigasi

: kutu kebul

: pengendalian kimiawi

: –

 

: kedelai

: kutu kebul

: 10%

: karat daun

: 15%

: daun lebar, teki

: daun lebar

: burung

 

: –

: –

4.2 Pembahasan

Kedelai lokal maupu edamame merupakan varietas dari kedelai yang menjadi pilihan para petani untuk dibudidayakan. Dilihat adri luas lahan, kedelai lokal memiliki luasan lebih besar dibandingkan dari kedelai edamame. Karena edamame cenderung dibudidayakan berdasarkan permintaan dari perusahaan kedelai yang berskala internasional dan berada pada daerah-daerah tertentu dan perlu perawatan yang lebih intensif.

Pada kedelai lokal, sebagian besar hanya  dilakukan perawatan biasa dan tidak terlalu memperhatikan sanitasi lahan dengan baik dan sistem budidaya yang baik. Kedelai lokal cenderung terbatas pada musim, sehingga budidayanya hanya saat musim kemarau saja.Pada musim tanam sebelumnya adalah tanaman padi. Hama yang menyerang kedelai lokal hampir sam dengan edamame. Tetapi, presentasenya cukup kecil karena kedelai merupakan tanaman yang cukup tahan terhadap paenyakit maupun serangan OPT.

Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.

Pengendalian dapat melalui penggendalian fisik, hayati, kultur teknik dan juga kimiawi. Penggendalian fisik dapat dengan cara pemasangan perangkap, pemasangan kelambu di pembibitan sampai pertanaman dan membakar sisa – sisa tanaman. Penggendalian hayati dapat dengan pemanfaatan musuh alami. Penggendalian kultur teknik dengan sanitasi atau tumpang sari. Sedangkan penggendalian kimiawi dapat menggunakan insektisida.

Pemupukan yang dilakukan adalah pupuk berimbang, lokal lebih ke menyiasati pertumbuhan polong dengan menggunakan pupuk Urea dan TSP.Pengairannya lebih ke tadah hujan dan irigasi sehingga memudahkan dalam hal budidaya. Hasil dari kedelai lokal berkisar antara 10 – 11 kwintal per hektar.

Pada budidaya edamame, budidaya lebih baik dan hampir bebas gulma, karena setiap hari dlakukan monitiring dan penyingan gulma sehingga presentase gulmanya hanya sedikit sekali. Hama yang ada pada ertanaman edamame disini adlah kutu kebul, dan penyakit yang ada adalah busuk akar akibat phytium. Pengendaliannya menggunakan pestisida kimiawi dan nabati, yang nabati menggunakan air rendaman tembakau dan perasan gadung kemudian dicampur dan disemprotkan ke pertanaman kedelai. Pupuk yang digunakan adalah TSP, KCl, Urea dengan takaran yang berimbang. Panen dilakukan pada 75 – 80 HST. Hasil panen tidak menentu, menurut pak mahrus tergantung musim dan cuaca. Meskipun edamame dapat ditanam sepanjang tahun tanpa mempermasalahakan musim, seperti halnya kedelai lokal yang hanya bisa tumbuh optimum di musim kemarau.

V. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum dan wawancara ke lapang yang tlah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa para petani kedelai cenderung telah memahami berbagai permasalahan yang telah ada di area pertanaman mereka, sehingga kerusakan akibat hama dan penyakit dapat mereka tangani sebelum terjadi ledakan OPT maupun kerugian besar akaibat OPT.

4.2 Saran

Sebaiknya dalam melakukan pengamatan lapang harus benar-benar obyektif dan semua pertanyaan yang diajukan jangan terlalu rumit sehingga para petani tidak kesulitan dalam menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Annas, K. 2007. Teknologi Budidaya Kedelai Di Lahan Kering. http://insidenwinmie.blogspot.com. Di akses pada tanggal 29 April 2011.

Fachruddin, Lisdiana, Ir. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Plantus, B. 2008. Budidaya Tanaman Kedelai. http://anekaplanta.wordpress.com. Di akses pada tanggal 29 Oktober 2010.

Prasastyawati, D. dan F. Rumawas. 1980. Perkembangan bintil akar Rhizobium javonicum pada kedelai. Bul. Agron. 21(1): 4.

Tondok, Efi Toding. 2005. Klinik Tanaman: Dari Lab Ke Lapang Dan Dari Lapang Ke Lab. http://rudyct.com/PPS702-ipb/10245/efi_t_tondok.pdf, diakses tanggal 29 April 2011.

Swastika, I, W. 1997. Budidaya Kedelai Di Lahan Pasang Surut. Kalimantan  Timur: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Widodo. 2001. Klinik tanaman: apa yang dapat kita lakukan? Makalah padaLokakarya Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, IPB, 17 – 18 April 2001, diakses tanggal 1 paril 2010.