Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan sorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang digunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Kepemimpinan suatu organisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan tingkat gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dihunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Usaha menyelaraskan persepsi di antara orang akan mempengaruhi menjadi amat penting kedudukannya.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kesuksesan pemimpin ialah dengan mempelajari gayanya, karena gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya.

Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Thoha (1997:52) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi dengan orang yang perilakunya dipengaruhi menjadi sangat penting kedudukannya.

Gaya kepemimpinan ialah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin, cara berlagak dalam menggunakan kekuasaannya, misalnya (1) gaya kepemimpinan otoriter, (2) gaya kepemimpinan demokratis, (3) gaya kepemimpinan paternalistik. Selanjutnya Keating (1986:9) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan hanya ada dua macam, yaitu: (1) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan (2) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (Human relationship oriented).

Dalam berbagai literatur ditemukan istilah gaya kepemimpinan dari tipe kepemimpinan secara bersamaan. Antara gaya kepemimpinan dan tipe kepemimpinan diartukan sebagai suatu yang identik, seperti yang dikemukakan oleh Siagian (1994:30) bahwa gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan yang meliputi: (1) gaya/tipe otokratik, (2) gaya/tipe paternalistik, (3) gaya/tipe kharismatik, (4) gaya/tipe laissez-faire, dan (5) gaya/tipe demokratis.

Lewin, Lippit, dan White (dalam Salusu: 1996: 194) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu: otokratik, demokratik dan laissez-faire, kemudian gatto (dalam Salusu: 1996: 194) melengkapi menjadi empat, yaitu: direkatif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif.

Menurut Siagian (1994:32) bahwa persoalan yang mendasar apabila membahas masalah kepemimpinan. Di satu sisi para ahli berpendapat bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat fixed sehingga tidak berubah meskipun.

Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Kepemimpinan suatu oragnisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kesuksesan pemimpin ialah dengan mempelajari gayanya, karena gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seseorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya.

Menurut teori situassional Siagian (1994:18) seorang pemimpin yang menjadi demokratik sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinan, misalnya menjadi demokratik apabila situasi menuntutnya demikian. Begitu pula yang paling otokratik, mungkin saja bertindak otoriter pada situasi yang lain.

Menurut Harsei dan Blancard (dalam Thoha, 1996:278) bahwa konsepsi kepemimpinan situasional adalah dengan memperhatikan variabel-variabel yang penting, misalnya: organisasi, tugas-tugas, pekerjaan, pengawasan, dan waktu kerja akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan situasional hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahan saja.

Dari konsep dasar kepemimpinan situasi adalah kedewasaan/kematangan bawahan. Begitu tingkat kedewasaan berusaha menyelesaikan suatu tugas meningkat, maka manajer harus mengurangi orientasi pada tugasn, dan mulai meningkatkan orientasi pada hubungan (hubungan atasan-bawahan), sampai bawahan mencapai tingkat sedang. Begitu bawahan mulai bergerak tingkat kedewasaannya dari sedang ke dewasa, adalah tepat saatnya bagi manajer yang mengurangi baik orientasi kepada bawahan maupun orientasi kepada tugas.

Sehubungan dengan konsep dasar kepemimpinan situasi yang menggunakan kedewasaan bawahan maka gaya kepemimpinan atasan sangat terkait dengannya.

Pentingnya gaya kepemimpinan diterapkan kepada bawahan sesuai dengan kedewasaan/kematangan bawahan merupakan persyaratan mutlak keefektifan kepemimpinan dalam keberhasilan organisasi.

Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di dalam mempengaruhi para pengikutnya. Kepemimpinan suatu organisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

Dengan demikian, kepemimpinan seorang pemimpin harus dapat menjalin hubungan pribadi yang baik antara yang dipimpin  dengan yang memimpin, sehingga timbul rasa saling hormat-menghormati, percaya-mempercayai, saling tolong-menolong, dan rasa senasip sepenanggungan. Jadi, seorang pemimpin harus mampu berpikir secara sistematis dan teratur, mempunyai pengalaman dan pengetahuan serta mampu menyusun rencana tentang apa yang akan dilakukan.

Perilaku kepemimpinan atau leadership behavior tentu tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang leadership style atau gaya kepemimpinan. Berbicara tentang kepemimpinan, orang cenderung berasosiasi tentang ungkapan klasik mengenai gaya kepemimpinan. Menurut Kusmintarjo dan Burhanuddin (1997-10) bahwa “Kepemimpinan itu situasional, artinya suatu gaya kepemimpinan dapat efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain. Ternyata gaya-gaya itu bervariasi adanya. Tergantung pada situasi kematangan bawahan (terpimpin) yang akan dibinanya.

Pada dasarnya, ada tiga gaya kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Lewin, Lippit, dan White yaitu: Otokratik, Demokratik, dan Laissez-faire, kemudian dilengkapi menjadi empat, yaitu gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi (Gatto, dalam Salusu, 1996).

Menurut Rustandi (1987:27-28) dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan ada empat macam, yaitu:

  1. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah.

Pemimpin otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman.

Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut:

1.1  Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin;

1.2  Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin;

1.3  Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin;

1.4  Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;

1.5  Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat;

1.6  Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat;

1.7  Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif;

1.8  Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.

  1. Gaya Kepemimpinan Birokratis

Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak buahnya.

Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada.

Adapun karakteristik dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut:

2.1  Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya;

2.2  Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;

2.3  Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan.

  1. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi dengan anak  buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama.

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:

3.1 Wewenang pemimpin tidak mutlak;

3.2 Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;

3.3 Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;

3.4 Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan;

3.5 Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar;

3.6 Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;

3.7 Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat;

3.8 Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi;

3.9 Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati.

  1. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi.

Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:

4.1  Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser;

4.2  Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan;

4.3  Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik;

4.4  Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya;

Dengan adanya model kepemimpinan yang bertalian langsung terhadap produktivitas, maka Likert (dalam Wihjosumidjo, 1994:73), mengemukakan pendapatnya bahwa suatu organisasi yang tidak produktif disebabkan adanya kecendrungan pemimpin ke arah gaya kepemimpinan otoriter, sebaliknya produktivitas tinggi yang dapat dicapai oleh organisasi, banyak ditentukan oleh adanya gaya kepemimpinan yang konsultatif atau gaya kepemimpinan partisipatif.

Demikian pula apa yang dikemukakan oleh Wendel French (dalam Winardi, 1995:81), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan persoalan kepemimpinan yang perlu diperhatikan secara simultan. Di mana misalnya dapat berusaha untuk memperbaiki iklim organisasi yang membantu kepemimpinan secara efektif.

Selanjutnya Anonim (1999:9) mengemukakan bahwa : kepemimpinan yang berhasil adalah suatu proses kepemimpinan yang dapat memenuhi kebutuhan dari masing-masing situasi dan dapat memilih/menerapkan teknik atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi tersebut.

Seorang pemimpin dapat melaksanakan macam-macam gaya kepemimpinan, yang sebagian besar tergantung dari pada watak orang yang bersangkutan. Tetapi, seorang pemimpin yang bijaksana senantiasa akan berusaha untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling sesuai dengan situasi serta kondisi yang dihadapinya. Setiap pemimpin menjalankan kepemimpinan atau leadership.

Kepemimpinan pada hakekatnya merupakan produk situasional. Dalam hubungan ini, keberhasilan kepemimpinan di sekolah sebenarnya akan lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor situasi seperti: karakteristik individu yang dipimpin, pekerjaan lingkungan sekolah, kebudayaan setempat, kepribadian kelompok, dan bahkan waktu yang dimiliki oleh kepala sekolah.

Demikian pula apa yang dikemukakan oleh  Wendel French (dalam Winardi, 1995:81), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang berkaitan dengan persoalan kepemimpinan yang perlu diperhatikan secara simultan. Di mana misalnya dapat berusaha untuk memperbaiki iklim organisasi yang membantu kepentingan secara efektif. Di samping itu pula, kita dapat mengidentifikasi ciri-ciri dasar pribadi. Pendekatan ke arah kepemimpinan yang lebih efektif adalah menyesuaikan skill khususnya dengan situasi-situasi spesifik. Berdasarkan dimensi-dimensi yang didasarkan atas kekuasaan posisi, struktur tugas, dan hubungan pemimpin dengan bawahan. Para individu dapat diberikan tugas-tugas baru dan atau kelompok-kelompok dapat direstrukturisasi guna memperbaiki hubungan-hubungan pemimpin dengan para anggotanya.

Salam …