Tinjuan Tentang Ekosistem Mangrove

Latar Belakang

Sekitar 75% dari luas wilayah Indonesia adalah berupa lautan. Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat dan ciri yang unik.

Mangrove (Bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.

Ekosistem wilayah pantai berkarakter unik dan khas karena ekosistemnya perpaduan antara kehidupan darat dan air. Ekosistem wilayah itu memiliki arti strategis karena memiliki potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata. Hal itu mengakibatkan berbagai pihak ingin memanfaatkan secara maksimal potensi itu. Ekosistem hutan mangrove bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Akar tanaman mangrove berfungsi menstabilkan lumpur dan pasir. Di kawasan yang hutan manggrovenya telah dihancurkan untuk keperluan pembangunan, laju erosinya akan sangat tinggi. Hutan mangrove juga menjadi tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga gelombang tsunami.

Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika dan berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan mangrove dicirikan oleh adanya lapisan lumpur dan sedimen halus.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,2 juta hektare, walaupun belakangan ini dilaporkan lebih dari 50 persen jumlah hutan itu sudah rusak. (keluargasehat.com)

Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Wikipedia).

Sedangkan menurut Republika Online, bahwa Indonesia memiliki hutan bakau tropis  terluas di dunia sekitar 3,8 juta hektar atau 40 persen dari total hutan bakau dunia. [jumlah hutan mangrove dunia di estimate sekitar 16 juta Ha]

Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.

Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia (Wikipedia).

Di beberapa daearah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah berubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti pertanian, pertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali dan Kalimantan Timur.

. Selanjutnya hutan mangrove di Indonesia, menurut data yang ada telah banyak berkurang sejak digulirkannya program ekstensifikasi tambak dari 8,6 juta hektar hutan mangrove yang ada (terluas di dunia), sekitar 5,8 juta hektar (68%) telah mengalami kerusakan yang serius, dimana salah satu penyebab utamanya adalah akibat ekstensifikasi tambak udang. Hal ini dilakukan karena kenaikan permintaan udang dari negara-negara di Eropa, Amerika dan Asia. (oseanografi.blogspot.com)

Dalam  24  tahun  terakhir,  keberadaan   hutan  mangrove  (bakau)   di  Indonesia semakin   parah.  Pada  tahun  1993  luas  hutan  mangrove di  Indonesia  3,7  juta  hektar. Namun pada tahun 2005, hutan mangrove tersebut tinggal sekitar 1,5 juta hektar. Sebagai penyangga  kehidupan, hutan  mangrove (bakau) tidak dapat  dipungkiri  memiliki  peran dan fungsi ekologis yang sangat  penting. Penurunan  luas  hutan  mangrove  per  provinsi yang  tertinggi terdapat di  Nusa Tenggara Barat  (100 persen), kemudian  menyusul  Bali (95 persen),  Jambi (79 persen),  Jawa Barat (71 persen), Irian Jaya (54 persen),  Riau (19 persen)  dan  Jawa  Timur (2 persen).  Sementara   itu  makin   rusaknya   kawasan  hutan mangrove di sepanjang pantai timur Sumatera  jelas sangat ironis. Pasalnya,  kawasan  ini diketahui  sebagai  habitat  mangrove  terbaik  di Indonesia, setelah  Irian Jaya. Data  dari Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung  menyebutkan, bahwa pada tahun 2002 luas hutan mangrove  20.000 hektar, hanya tersisa 2.000 hektar akibat  pembukaan hutan. Tak heran bila pakar kehutanan Dr. lr. Hadi S. Alikodra, menyebut kondisi hutan mangrove di Indonesia sudah sampai pada tingkat memprihatinkan (beritabumi.or.id)

# PERMASALAHAN

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka timbul permasalahan yaitu:

  1. Apa yang dimaksud dengan Ekosistem  Mangrove?
  2. Seberapa besar Peranan,  Fungsi dan Manfaat  hutan  mangrove   bagi  kehidupan manusia?
  3. Apa penyebab rusaknya Ekosistem Mangrove?
  4. Bagaimana merehabilitasi dan upaya pelestarian Ekosistem Mangrove?

PEMBAHASAN

TINJAUAN  MENGENAI  EKOSISTEM  MANGGROVE

DEFINISI  MANGROVE

Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis, Mangue dan bahasa Inggris, Grove. Adapun dalam bahasa Inggris kata Mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata Mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan tersebut.

Beberapa ahli mengemukakan definisi Hutan Mangrove, seperti Soerianegara dan Indarwan (1982) menyatakan bahwa Hutan Mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim, (2) dipengaruhi pasang surut, (3) tanah tergenang air laut, (4) tanah rendah pantai, (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk, (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas Api-api (Avicenia Sp), Pedada (Sonneralia), Bakau (Rhizopora Sp), Lacang (Bruguiera Sp), Nyirih (Xylocarpus Sp), Nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.

Kusmana (2002) mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Ekosistem Mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.

Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “Mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybeikhen (1988) menyatakan Hutan Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan tumbuh dalam perairan asin.

Menurut Snedaker (1978) dalam  mangrovecentre.or.id, diakses tgl 15 Nop.2007 , Hutan Mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob.

Sedangkan menurut Aksornkoe (1993), Hutan Mangrove adalah tumbuhan                                        halofit (tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi atau bersifat alkalin) yang hidup disepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis. Secara ringkas Hutan Mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, Laguna, muara sungai) yang tergenang pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.

Hutan Mangrove yang tumbuh karena dipengaruhi pasang air laut ini, sering juga kita menyebutnya dengan Hutan Bakau yang sebenarnya kurang tepat, karena Bakau, dari keluarga Rhizophora itu sendiri adalah hanya salah satu dari sekian jenis yang tumbuh di ekosistem hutan Mangrove ini. Hutan Manggrove adalah tipe hutan yang berkarakteristik unik, mengingat didaerah payau ini berpadu 4 ( empat ) unsur biologis penting yang fundamental, yaitu Daratan, Air, Pepohonan, dan Fauna.

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan manggrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.

Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumateranensis), Bekantan (Nasalis Larvatus), Wilwo (Mycteria Cinerea), Bubut Hitam (Centropus Nigrorufus) dan Bangau Tongtong (Leptopilus Javanicus) serta tempat persinggahan bagi burung-burung.

Hutan Mangrove disebut juga ”Coastal Woodland” (hutan pantai) atau ”Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau, yang merupakan tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di wilayah tropika (Saenger,1983).

Beberapa jenis Mangrove yang terkenal: (www.lablink.or.id)

  • · Bakau (Rhizopora spp)
  • · Api-api (Avicennia spp)
  • · Pedada (Sonneratia spp)
  • · Tanjang (Bruguiera spp)

Jenis-jenis  tumbuhan hutan mangrove bereaksi  berbeda  terhadap  variasi-variasi lingkungan fisik , sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu.

Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:

# Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan mangrove tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan mangrove yang tumbuh di atas tanah bergambut.

Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

# Terpaan ombak

Bagian luar atau bagian depan hutan mangrove yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.

Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan mangrove juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.

Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan terkadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan Perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup Api-api putih (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Dibagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis Kendeka (Bruguiera spp.), Kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui Nipah (Nypa fruticans), Pidada (Sonneratia caseolaris) dan Bintaro (Cerbera spp.).Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan Nirih (Xylocarpus spp.), Teruntum (Lumnitzera racemosa), Dungun (Heritiera littoralis) dan Kayu Buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-bentuk adaptasi tumbuhan mangrove

Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan mangrove, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.

Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis Api-api (Avicennia spp.) dan Pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon Kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon Nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki Lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, Api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan mangrove mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan hutan mangrove

Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembangbiakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.

Hampir semua jenis flora hutan mangrove memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.

Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah Bakau (Rhizophora), Tengar (Ceriops) atau Kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh. Sedangkan Buah Nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah Api-api, Kaboa (Aegiceras), Jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.

Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi hutan mangrove

Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan mangrove merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan mangrove pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.

Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan mangrove. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.

Tumbuhnya hutan mangrove di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan mangrove pun semakin meluas.

Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Pada bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.

Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan mangrove, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.

Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan mangrove terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.

Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Kekayaan Flora

Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan mangrove. Akan tetapi hanya sekitar 54 spesies dari 20 genera, anggota dari sekitar 16 suku, yang dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang tumbuh di luarnya.

Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan hutan mangrove Indonesia sebagai yang paling kaya jenisnya di lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies (Wikipedia)

Jenis hutan dapat dibagi atas :

  1. Hutan Bakau
  2. Hutan Nyireh Bunga
  3. Hutan Linggadai
  4. Hutan Nipah
  5. Hutan Nipah Dungun
  6. Hutan Pedada
  7. Hutan Nibong

Hutan Bakau

Hutan bakau ini hampir keseluruhannya dipenuhi oleh satu jenis spesis saja yaitu bakau minyak (Rhizophora apiculata). Hampir 50% dari jumlah hutan bakau terdapat di Daerah Temburong. Spesis kedua,adalah bakau kurap (Rhizophora macronata) tetapi populasinya sedikit saja, terutama terdapat di sepanjang pinggir muara sungai.

Hutan Nyireh Bunga

Nyireh bunga (Xylocarpus granatum) dapat hidup bersama-sama dengan bakau minyak, atau di dalam hutan-hutan yang sama terutama sekali di atas tanah yang jarang ditenggelami air. Timbunan-timbunan tanah yang ditutupi oleh pohon paku-pakis (Acrostichum aureum) terdapat banyak sekali udang galah besar.

Hutan Linggadai

Linggadai (Bruguiera gymnorrhiza) ialah satu-satunya spesis dari genus yang terpenting di dalam hutan-hutan bakau dan tidak bercampur diantara tiga spesis lain (B. caryophylloides, B. parviflora dan B. sexangula)

Hutan Nipah

Tumbuhan in adalah tumbuhan asli palma yang berada di tebing-tebing sungai dan daerah di kawasan-kawasan pantai. Juga dapat ditemui di sepanjang tanah-tanah rendah di sungai-sungai dan di tebing-tebing..

Hutan Nipah-Dungun

Hutan Nipah bersama Dungun (Heritiera globosa) dapat ditemui secara bertingkat-tingkat, dan mencapai ukuran yang luas dan besar. Tumbuhan in dapat hidup pada ketinggian tertinggi yang dapat dicapai oleh perubahan salinitas air, khususnya di sepanjang sungai-sungai. Di tempat-tempat yang lebih rendah di sungai dapat tumbuh jenis Buta buta (Excoecaria agallocha), Linggadai dan beberapa bakau lainnya.

Hutan Pedada

Tumbuh-tumbuhan  Pedada (Sonneratia caseolaris) dengan rumpun yang kecil terdapat pada tanah yang baru terbentuk di sepanjang pinggir sungai-sungai.

Hutan Nibong

Palma Nibong (Oncosperma tigillarium) yang panjang lagi berduri ialah spesis bakau yang tumbuh di pertengahan. Biasanya terdapat dalam kawasan setempat yang kecil dengan ukuran yang sederhana berkelompok-kelompok di bahagian perbatasan antara darat dan hutan bakau terutama sekali di sungai yang lebih tinggi.

# Peranan, Fungsi Dan Manfaat Hutan Mangrove

Hutan Mangrove penting sekali untuk perikanan apalagi perikanan estuary atau perikanan pantai. Hutan Mangrove juga berguna untuk pelindungan alam dari daerah-daerah di belakangnya terhadap kekuatan alam. Nilai ekonomis (Economical value) dari kayu-kayunya sebagai bahan pembangunan sangat kecil dan tidak sebanding dengan nilai proteksinya (protective valuenya).  Jumlah kubikasi kayunya dari 1 Ha tidak feasible untuk di exploitasi, disamping itu kayunya sudah mengandung garam jadi tidak cocok untuk industri.

Kontribusi hutan mangrove tergambar dari fungsinya itu sendiri, seperti penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak, pengolahan limbah organik, tempat mencari makan, memijah dan bertelurnya berbagai biota laut seperi ikan dan udang. Selain itu sebagai habitat berbagai jenis margasatwa, penghasil kayu dan nonkayu serta potensi ecotourism. Secara ekologis hutan bakau telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ekosistem  bakau  bagi sumber  daya  ikan dan  udang  berfungsi  sebagai  tempat

mencari makan, memijah dan berkembang biak. Dari sudut ekologi, hutan bakau berfungsi sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen. Hutan manggrove merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara.

Sebagai fungsi ekonomis hutan bakau bermanfaat sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain seperti tannin dan pewarna. Hutan manggrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut.

Menurut Davis dkk(1995), Hutan Mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :

Habitat satwa langka

Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan  umpur yang luas berbatasan  dengan  hutan  bakau  merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

Pelindung terhadap bencana alam

Vegetasi  hutan  bakau  dapat   melindungi   bangunan,  tanaman   pertanian   atau vegetasi  alami  dari kerusakan  akibat badai atau  angin yang  bermuatan  garam  melalui proses filtrasi.

Pengendapan lumpur

Sifat fisik  tanaman pada  hutan  bakau  membantu  proses   pengendapan  lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan  erat dengan  penghilangan  racun dan unsur  hara  air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

Penambah unsur hara

Sifat  fisik   hutan    bakau   cenderung   memperlambat   aliran   air   dan    terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

Penambat racun

Banyak racun yang  memasuki  ekosistem  perairan  dalam  keadaan  terikat  pada permukaan lumpur atau terdapat di antara  kisi-kisi molekul partikel  tanah  air.  Beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan  membantu  proses  penambatan  racun  secara aktif

Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)

Hasil alam in-situ mencakup  semua fauna dan  hasil  pertambangan  atau  mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ   meliputi produk-produk  alamiah di  hutan  mangrove  dan  terangkut/berpindah   ke tempat  lain  yang   kemudian   digunakan  oleh  masyarakat  di  daerah tersebut,  menjadi sumber makanan bagi  organisme lain  atau  menyediakan fungsi  lain  seperti  menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

Transportasi

Pada beberapa h utan  mangrove, transportasi  melalui  air  merupakan  cara  yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

Sumber plasma nutfah

Plasma nutfah dari kehidupan  liar sangat besar  manfaatnya  baik  bagi  perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

Rekreasi dan pariwisata

Hutan mangrove memiliki  nilai estetika, baik  dari faktor  alamnya   maupun dari kehidupan yang ada di dalamnya.

Sarana pendidikan dan penelitian

Upaya    pengembangan    ilmu    pengetahuan    dan     eknologi     membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

Memelihara proses-proses dan sistem alami

Hutan  mangrove  sangat  tinggi  peranannya  dalam  mendukung  berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

Penyerapan karbon

Proses  fotosentesis mengubah  karbon anorganik (C02)  menjadi  karbon  organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar  ekosistem, bahan ini  membusuk  dan melepaskan  karbon  kembali ke atmosfer  sebagai (C02). Akan  tetapi hutan bakau justru mengandung  sejumlah  besar  bahan  organik  yang tidak  membusuk. Karena  itu,  hutan bakau lebih berfungsi  sebagai  penyerap  karbon  dibandingkan  dengan  sumber  karbon.

Memelihara iklim mikro

Evapotranspirasi  hutan mangrove mampu menjaga  kelembaban dan curah  hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam

Keberadaan  hutan  mangrove  dapat  mencegah  teroksidasinya  lapisan pirit  dan menghalangi berkembangnya kondisi alam. (Source : K’ Masni, Mahasiswa Pasca Sarjana PKLH UNM Makassar | Guru Biologi SMAN 1 Bone-Bone Kab. Luwu Utara, Sulsel)