Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah | Pola Berfikir Ke-NU-an

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah | Pola Berfikir Ke-NU-an. Setelah sebelumnya kita membahas perihal latar belakang dan sejarah NU, kali ini kita akan melihat bagaimana pola berfikir ke-NU-an itu. Silakan membaca.

Dalam meresponi persoalan, baik yang berkenaan dengan persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan, NU memiliki manhaj Ahlusunnah wal-Jama’ah sebagai berikut:

  1. Bidang aqidah/teologi NU, mengikuti manhaj dan pemikiran Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. NU melalui keputusan-keputusan organisasinya yang resmi seperti Muktamar dan Munas telah menetapkan dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Hasan al-As’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, dua Imam ini lebih populer di dunia Islam sampai sekarang.
  2. Bidang Fikih / Hukum Islam, NU bermazhab secara qauli dan manhaj kepada salah satu al-Mazahib al-‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).
  3. Dalam bidang tasawuf, NU mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (W. 297 H) dan Abu Hamid al-Gazali (450-505 H./1058-1111 M.).

Manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah | Pola Berfikir Ke-NU-an

Ahlussunnah wal-jama’ah mengikuti salah satu empat Imam Mazhab sebab keempat imam mazhab tersebut berlandaskan Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas sebagai sumber pokok hukum Islam. Namun di antara yang empat Imam Mazhab ini lebih condong pada pendapat Imam Syafi’i. Hal ini disebabkan karena disamping Imam Syafi’i dinobatkan sebagai mujaddid juga karena perbedaan pendapat di antara fukaha dalam satu mazhab masih berjalan dengan subur. Bahkan tidak mustahil satu kasus mempunyai banyak pendapat mengenai hukumnya yang kesemuanya masih dalam wadah syafi’i. disamping itu pula praktik ijtihad dan tajdid tidak pernah terhenti dalam perjalanan sejarahnya.

Disamping faham keagamaan yang telah dianut oleh NU, yang dapat menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Sikap tawasut sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi sikap keharusan berlaku adil dan jujur ditengah-tengah kehidupan bersama, dan I’tidal atau moderat dalam menyikapi berbagai persoalan tidak ekstrim.
  2. Sikap tasamuh atau sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
  3. Sikap tawazun atau sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah kepada Allah swt., khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidup. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
  4. Amar ma’ruf nahi munkar, atau selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

Semoga bermanfaat ya …