2. Ilmu pengetahuan semakin menuntut presisi yang lebih baik utamanya dalam hal mengukur gradasi, misalnya sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju; atau dalam urutan angka seperti contohnya, 4, 3, 2, 1.Dalam membuat skala, peneliti perlu mengasumsikan bahwa dalam fakta mengandung suatu kontinum yang nyata yang berasal dari sifat-sifat subjek atau objek yang diteliti. Kontinum tersebut pada umumnya bervariasi, tergantung klasifikasi atributnya. Sebagai contoh misalnya, himpunan subjek dengan baju merah, baju kuning, dan baju hijau untuk pengukuran nominal yang sifatnya hanya untuk membedakan di antara subjek atau objek yang hendak diteliti. Demikian pula kontinum dapat berupa subjek paling tinggi, tinggi, sedang, rendah untuk kontinum yang diukur dalam skala pengukuran ordinal.
Adanya kontinum membawa konsekuensi dalam pembuatan skala. Salah satu konsekuensi tersebut adalah bahwa item-item yang tidak berhubungan dengan atribut variabel tidak dapat dimasukkan dalam skala yang sama. Di samping itu, suatu atribut variabel juga tidak boleh mempunyai tingkat/gradasi lebih dari satu.
Dalam membuat skala item yang diukur dapat berasal dari populasi atau dari sampel. Dalam penelitian tingkah laku atau pendidikari item yang diukur biasanya lebih menekankan pada item yang berasal dari sampel penelitian, sedangkan dalam penelitian eksperimen laboratorium, item yang diukur biasanya adalah atribut dari subjek atau objek yang ada di laboratorium dan bukan. atribut yang berasal dari objek populasi. Dari pengukuran sampel, kemudian peneliti diharapkan dapat melakukan inferensi terhadap populasi. Oleh karena itu, peneliti perlu mengetahui secara pasti sifat-sifat sampel maupun populasi yang hendak diteliti.
Dalam penelitian pendidikan, skala yang dibuat pada umumnya terbatas hanya cocok untuk satu populasi tertentu. Seperti halnya persyaratan instrumen dalam pembuatan skala yang baik, peneliti sebaiknya juga harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang tinggi.
Ada beberapa macam jenis skala yang dapat diterapkan dalam penelitian pendidikan khususnya maupun pendidikan tingkah laku pada umumnya. Beberapa skala tersebut, yaitu 1) Skala Likert, 2) Skala Thurstone, 3) Skala Guttman, 4) Skala Simentis, dan 5) Skala Rating.
Contoh & Pengertian Skala Likert
Skala Likert ini telah banyak digunakan oleh para peneliti guna mengukur persepsi atau sikap seseorang. Skala ini menilai sikap atau tingkah laku yang diinginkan oleh para peneliti dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan pilihan jawaban atau respons dalam skala ukur yang telah disediakan, misalnya sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Skala ukur tersebut pada umumnya ditempatkan berdampingan dengan pertanyaan atau pernyataan yang telah direncanakan, dengan tujuan agar responden lebih mudah mengecek maupun memberikan pilihan jawaban yang sesuai dengan pertimbangan mereka.
Responden dianjurkan untuk memilih kategori jawaban yang telah diatur oleh peneliti, misalnya sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang dirasa cocok.
Dalam perencanaan penelitian item-item pertanyaan atau pernyataan pada umumnya telah dikelompokkan menurut variabel yang hendak menjadi perhatian peneliti. Dengan cara demikian ini peneliti atau pembaca lain dapat dengan mudah mengecek kebulatan instrumen yang dibuatnya. Untuk menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot atau disamakan dengan nilai kuantitatif 4, 3, 2, 1, untuk empat pilihan pernyataan positif. Dan 1, 2, 3, 4 untuk pernyataan yang bersifat negatif. Peneliti dalam membuat skala Likert pada umumnya tidak hanya membatasi skala ukur dengan empat tingkatan saja, seringkali mereka membuat dengan 7, 8, maupun 9 pilihan. Di samping itu, peneliti juga dapat menggunakan pilihan ganjil, misalnya 5, 4, 3, 2, 1. Atau pilihan genap seperti 4, 3, 2, 1.
Berdasarkan kepada pengalaman di masyarakat Indonesia, ada kecenderungan seseorang atau responden memberikan pilihan jawaban pada kategori tengah, karena alasan kemanusiaan. Tetapi jika seandainya semua responden memilih pada kategori tengah, maka peneliti tidak memperoleh informasi pasti. Untuk mengatasi hal ini, para peneliti dianjurkan membuat tes skala Likert dengan menggunakan kategori pilihan genap, misalnya 4 pilihan, 6 pilihan, atau 8 pilihan. Skor tertinggi adalah 4 x N, sedangkan skor terendah adalah 1 x N. Jumlah total skor dari subjek adalah merupakan jumlah skor total dikalikan dengan bobot skor pilihan yang akan menggambarkan total skor individu.
Sering pula ditemui peneliti secara sengaja memberikan kategori jawaban negatif, dengan susunan bobot yang terbalik yaitu 1, 2, 3, 4 untuk empat pilihan jawaban. Pernyataan negatif ini disisipkan di antara pernyataan positif guna mengontrol tingkat ketelitian atau keseriusan responden dalam memberikan respons. Peneliti yang tidak serius atau ceroboh akan terjebak dengan pernyataan tersebut.
Pernyataan (SS) (S) (TS) (STS)
Matematika merupakan mata pelajaran favorit 4 3 2 1
Saya tidak senang dengan mata pelajaran matematika 1 1 2 3 4Responden yang senang dengan pelajaran matematika pasti akan memberikan pilihan 4 pada pernyataan pertama, dan pilihan 4 pada pernyataan negatif. Jika di skor jumlah bobot akan menjadi 4 + 4 = 8. Dari sistem bobot skor memberikan arti bahwa (SS) pada pernyataan pertama dan (STS) pada pernyataan kedua menunjukkan bahwa responden tersebut memiliki sikap positif terhadap objek matematika.