Tes kepribadian dapat dibedakan menjadi dua macam yang pada prinsipnya tergantung dari teknik yang digunakan dan tinjauan teori yang mendasari pembuatan tes tersebut-teknik inventori dan teknik proyektif.
1. Teknik Inventori
Pada teknik inventori, posisi subjek direpresentasikan dengan item pertanyaan atau pernyataan yang menggambarkan bentuk tingkah laku seseorang. Pada tes inventori ini subjek diminta untuk menunjukkan apakah masing-masing pernyataan atau pertanyaan merefleksikan tingkah laku mereka, dengan menjawab ya atau tidak; sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Jawaban yang mereka berikan kemudian dihitung melalui angka jawaban yang sesuai dengan sifat-sifat yang peneliti hendak ukur.
Tes inventori telah digunakan oleh para peneliti pendidikan guna memperoleh sifat-sifat kelompok tertentu, misalnya motivasi anak terhadap pilihan sekolah mereka SMK atau SMU. Minat para siswa SMK kelas tiga dalam memasuki dan memilih jenis pekerjaan, keadaan para alumni setelah mereka menyelesaikan pendidikannya, dan para siswa yang keluar atau drop out karena alasan tertentu.
Teknik inventori juga digunakan untuk mencari hubungan antara variabel yang berkaitan dengan kegiatan dalam pendidikan termasuk, misalnya inteligensi, pencapaian hasil belajar, sikap, persepsi, motivasi, dan sebagainya. Selain itu, tes inventori juga banyak digunakan untuk menggambarkan status atau kondisi responden yang ada pada waktu tertentu. Untuk mengukur perubahan kondisi sebagai akibat berubahnya faktor-faktor penyebab dan juga untuk memprediksi tingkah laku yang akan datang atas dasar performansi saat ini (West, 1983).
Tes inventori banyak digunakan dalam bidang pendidikan karena mempunyai . beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan bentuk tes lainnya. Beberapa kelebihan tersebut di antaranya termasuk:
a) lebih ekonomis dan memerukan biaya murah,
b) sederhana penampilan maupun cara penyelenggaraannya, dan
c) dapat menghasilkan data yang lebih objektif.
Walaupun demikian, tes inventori juga memiliki kelemahan yang sering muncul dan mempengaruhi hasil bila tidak diperhatikan oleh para peneliti.
1) mengisi angket secara jujur,
2) mengetahui diri sendiri, dan
3) kemudian menetapkan jawaban pilihan dengan yang lebih mendekati hati nurani sendiri.
2. Teknik Proyektif
Teknik proyektif merupakan teknik pengukuran di mana individu sebagai sumber informasi ditanya dan kemudian menjawab stimulus yang disajikan oleh para peneliti dalam bentuk tes yang diatur secara tidak terstruktur. Teknik ini disebut teknik proyektif karena seseorang diharapkan memproyeksikan jawabannya ke dalam stimulus yang disediakan sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan juga ketakutannya pada diri sendiri (bila ada). Tes proyektif pada prinsipnya mendasarkan asumsi pada proses di mana secara tidak sadar seseorang akan selalu bertindak sesuai dengan tiga atribut penting, yaitu
a) bahwa seseorang akan menuangkan pemikiran, sikap, dan emosi tertentu atau reaksi terhadap sikap orang lain atau terhadap dirinya kepada stimulus yang telah disediakan,
b) bahwa seseorang akan bersikap atau bertindak atas dasar refleksi dari kebutuhan mereka atas kepentingan orang lain da_ lam lingkup mereka, dan
c) bahwa seseorang akan menuangkan pada stimulus yang ada sesuai dengan gambaran inferensi yang dialami dan pengalaman mereka sendiri (Freeman, 1962:612).
Tes proyektif merupakan tes yang di dalamnya memberikan kesempatan kepada subjek dengan stimulus situasi dan memberikan kesempatan kepada mereka secara paksa atas dasar kebutuhan, persepsi, dan interpretasi pribadi. Macam-macam bentuk tes proyektif yang sering digunakan sebagai stimulan oleh para peneliti di antaranya, termasuk: gambar-gambar, inkblots, kalimat tidak lengkap, asosiasi kata, tulisan tangan dan gambar tangan, tes kreatif, dan konstruktif. Stimulus tersebut direncanakan secara sistematik untuk menerangkan jawaban yang akan menunjukkan struktur pribadi termasuk perasaan, nilai, dan model karakter yang diatur sehingga dapat memproyeksikan aspek pribadi seseorang setelah melalui interpretasi.
Teknik proyektif, pada umumnya juga digunakan oleh para ahli psikologi untuk tujuan klinis, yaitu mendiagnosis seseorang yang berkepentingan melalui emosi mereka. Pada bidang pendidikan, teknik ini penggunaannya mirip dengan apa yang dilakukan oleh para ahli psikologi, yaitu untuk menganalisis dan melakukan testing kepada para peserta didik yang mempunyai problem emosional yang diperkirakan secara prospektif akan mempengaruhi proses dan hasil belajar mereka. Agar mencapai hasil yang maksimal, teknik proyektif perlu adanya orang-orang atau para peneliti yang memahami analisis klinis secara mendalam dan sistematik dan orang-orang yang mampu menerjemahkan stimulan yang muncul ke dalam teknik skoring. Dan hal itulah yang sebenamya merupakan kelemahan dari tes proyektif dalam pendidikan.