Pengertian Bahsul Masail | Sejarah Bahsul Masail dalam NU

Pengertian Bahsul Masail | Sejarah Bahsul Masail dalam NU. Setelah sebelumnya kita membahas mengenai sejarah berdirinya Nahdatul Ulama  dan Ahlus Sunnah wal jamaah, maka kali ini kita beranjak ke bahsul masail.

Bahsul Masail adalah kepanjangan dari Bahsul al-Masail al-Diniyah yang berarti penelitian atau pembahasan masalah-masalah keagamaan. Tiga butir pertama sebagai tujuan khittah NU, sebagaimana juga yang terdapat dalam pasal 3 AD NU berhubungan erat dengan pekerjaan ulama sebagai penjaga tradisi agama dari para pendahulu. Pertama-tama terdapat hubungan di kalangan ulama yang bermazhab. Lalu mereka memeriksa kitab-kitab yang dipakai untuk mengajar di Indonesia agar dapat ditentukan apakah kitab-kitab tersebut sesuai dengan ahlusunnah wal jama’ah atau tidak. Pemeriksaan inilah yang merupakan inti pekerjaan Lajnah Bahsul Masail. Kemudian melalui berbagai Madrasah, masjid, surau dan pondok pesantren kaum ulama menyebarkan hasil pemeriksaan atau penelitian yang sesuai dengan pandangan mazhab dari kajian Lajnah Bahsul Masail.

Pengertian Bahsul Masail | Sejarah Bahsul Masail dalam NU

Pertemuan Bahsul Masail biasanya dilakukan bersamaan dengan penyelenggaraan Muktamar atau Konperensi Besar Nahdatul Ulama, atau pada kesempatan-kesempatan tertentu yang dipandang perlu oleh pimpinan organisasi. Sebagai sebuah organisasi keagamaan, NU merasa mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kemajuan kehidupan beragama Islam di Indonesia.

Salah satu tugas fungsional NU, adalah memberikan petunjuk pelaksanaan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan dan hukum adalah salah satu Aspeknya. Pertemuan Bahsul Masail adalah sebuah forum yang membahas masalah-masalah keagamaan dalam rangka untuk memberikan petunjuk tersebut. Pertemuan ini sering juga disebut sebagai forum organisasi sebagai Lajnah (komite).

“Lajnah Bahsul Masail” bertugas menghimpun membahas dan memecahkan masalah-masalah yang mauquf dan waqi’ah yang harus segera mendapatkan kepastian hukum.”

Pembahasan Bahsul Masail telah berlangsung sejak Muktamar NU I di Surabaya pada tahun 1926. Dari Muktamar I sampai Muktamar XXIX di Krapyak, Tasikmalaya pada bulan Desember 1994, telah diselenggarakan sebanyak 37 kali. Pertemuan Bahsul Masail melalui 29 kali Muktamar, 3 kali Konperensi Besar Suriyah, 4 kali Musyawarah Nasional dan 1 kali Rapat dewan Partai. Pertemuan Bahsul Masail yang terakhir diadakan di Desa Bagu, Pringgarata (Lombok tengah) pada bulan Desember 1997.

Selama bertahun-tahun Bahsul Masail merupakan forum untuk membahas masalah-masalah agama tanpa lembaga khusus yang menanganinya, sehingga Pengurus Besar NU menampung masalah-masalah yang berkembang dan pertanyaan-pertanyaan yang masuk, lalu membentuk sebuah komisi dengan nama Komisi Bahsul Masail yang melakukan sidang-sidang selama Muktamar atau Konferensi Besar atau kesempatan-kesempatan lainnya. Akhirnya Komisi Bahsul Masail Muktamar XXVIII NU di Yogyakarta pada tahun 1989 merekomendasikan kepada PB NU untuk membentuk Lajnah Bahsul Masail Diniyah sebagai lembaga permanen yang khusus menangani organisasi dan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan rekomendasi ini, PB NU berdasarkan Surat Keputusan Nomor 30/A.I.05/5/1990 membentuk Lajnah Bahsul Masail Diniyah pada tahun 1990. Terbentuknya Lajnah Bahsul Masail Diniyah, dengan harapan dapat menghimpun para ulama dan intelektual NU untuk melakukan istibat jama’iy (penggalian dan penetapan hukum secara kolektif).

Pengertian Bahsul Masail | Sejarah Bahsul Masail dalam NU

Bahan Bahsul Masail berasal dari pertanyaan warga NU, atau perwakilan NU di daerah atau kota tertentu, yang disampaikan kepada Muktamar. Muktamar menjawab pertanyaan tersebut dengan merujuk kepada kitab-kitab tertentu, yang merupakan pegangan para ulama NU dalam bidang pemikiran keagamaan yang biasa disebut kitab-kitab kuning.

Selanjutnya bagaimana metodologi yang digunakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dijawab oleh Bahsul Masail ? Metodologi yang digunakan adalah metode tanya jawab sebagai contoh:

Soal:      Kalau menyewa tambak (bolong) untuk mengambil ikannya dengan making atau menjaring, si penyewa kadang-kadang mendapat ikan banyak dan kadang-kadang tidak mendapat ikan. Apakah menyewanya itu sah atau tidak? (Bandung dan Purwokerto)

Jawab:   Tidak sah menyewanya, dan uang sewanya tidak halal, karena barang itu tidak boleh menjadi hak milik dengan akad sewa. Keterangan dari Kitab I’anah dan Al-Anwar dan Syarh Muhassab.

Jadi keputusan Bahsul Masail menggunakan nomor berisikan S (sebagai kependekan dari soal), Jaw. J. adalah jawaban dari Muktamar NU pada masa dan tempat tertentu. Nama kota di belakang pertanyaan (Bandung dan Purwokerto).

Jadi dari historis maupun operasional, Bahsul Masail NU merupakan forum yang sangat dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Kenapa dikatakan dinamis oleh karena persoalan (masa>il) yang digarap selalu mengikuti perkembangan (trend) hukum di masyarakat. Demokratis karena dalam forum tersebut tidak ada perbedaan antara kiai, santri baik yang muda maupun yang tua. Pendapat siapapun yang kuat itulah yang diambil.

Demikianlah sekilas tentang latar belakang historis berdirinya forum formal Bahsul Masail menurut NU. Pengertian Bahsul Masail | Sejarah Bahsul Masail dalam NU