Tiang Penyangga Filsafat Ilmu

ONTOLOGI :

Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas/ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan ) serta penafsiran tentang hakekat realitas (metafisika) dari objek ontologis atau objek formal tersebut.

Secara ontologis, ilmu membatasi ruang lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra dan pasca pengalaman diserahkan pada ilmu pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas-batas ontologis tertentu.

Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epsitimologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan/penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.

Aspek kedua ontologis adalah penafsiran tentang hakekat realitas dari objek ontologis keilmuan. Penafsiran metafisik keilmuan harus didasarkan kepada karakteristik objek ontologis sebagaimana adanya (das sein). Ini berarti metafisik terbebas pada dogmatik.

Metafisik keilmuan yang berdasarkan kenyataan sebagaimana adanya (das sein) menyebabkan ilmu menolak premis moral yang bersifat seharusnya (das sollen). Ilmu justru merupakan pengetahuan yang bisa dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkan das sollen dengan mempelajari das sein.

EPISTIMOLOGI :

Epistimologi merupakan asas mengenai cara bagimana  materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan.

Landasan epistimologi tercermin secara operasional dalam metode ilmiah.

Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :

  1. kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun ;
  2. menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut dan ;
  3. melakukan verfikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataan secara faktual.

Secara akronim disebut dengan logico hypotetico verficative-deducto hypothetico verificative.

Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verfikasi secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari satu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verfikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain, selain yang terkandung dalam hipotesis (mungkin fakta menolak hipotesis) . Demikian juga verifikasi faktual membuka diri atas kritik terhadap kerangka pemikiran yang mendasari pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya berulang berdasarkan cara berfikir kritis.

Dalam epistimologi terdapat asas moral yang secara implisit dan eksplisit masuk dalam logico hypotetico verficative-deducto hypothetico verificative yaitu  bahwa dalam proses kegiatan keilmuan maka setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.

AKSIOLOGI

Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.

Konsisten dengan asas moral dalam pemilihan objek penelaahan ilmiah maka penggunaan pengetahuan ilmiah mempunyai asas moral tertentu pula. Pada dasarnya ilmu dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.

Dalam hal ini ilmu dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia dan kelestarian/ keseimbangan alam.

Salah satu alasan untuk tidak mencampuri masalah kehidupan secara ontologis adalah kekhawatiran bahwa hal ini akan menganggu keseimbangan kehidupan.

Untuk kepentingan tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal.

Komunal : ilmu pengetahuan merupakan milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya sesuai dengan asas komunisme.

Universal : bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi, atau agama.