BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhlak adalah lafaz yang berasal dari bahasa arab merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berasal dari akar kata khalaq yang berarti menciptakan, yang seakar dengan kata khaliq yang berarti pencipta, makhluq artinya yang diciptakan dan khalq artinya ciptaan.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalma kata akhlak tercakup pengertian terwujudnya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan atau Allah) dengan prilaku makhluk (hamba atau manusia). Dengan kata lain, prilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan, prilaku dan sifat-sifat didasarkan pada kehendak al-khaliq yaitu Allah rabbul alamin.
Menurut istilah, kata akhlak diberi definisi oleh beberapa ulama antara lain:
- Imam al-Ghazali dalma kitab Ihya Ulum al-Din memberi pengertian lafad akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
- Ibrahim Anis dalam kitab al-Mu’jam al-Wasith mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya timbul bermacam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
- Abdul Karim Zaidan dalam kitab ushul al-Da’wah menulis pengertian akhlak sebagai berikut: Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya, baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan.
- Ibnu Maskawaih salah seorang filosuf Islam mengemukakan pengertian akhlak yang lebih sederhana dari ulama lainnya sebagai berikut: Akhlak ialah keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikir dan dipertimbagkan terlebih dahulu.
Rumusan Masalah
- Bagaimana sunnah berakhlak yang baik ketika membawa Al-Qur’an?
- Bagaimana berakhlak yang baik ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an?
- Bagaimanakah sesungguhnya kecintaan (mahabbah) kita dalam memuliakan rasul?
BAB II
PEMBAHASAN
Akhlak Kepada Kitab
(+) Berakhlak yang baik ketika membaca Al-Qur’an antara lain:
- Aku membacanya dalam kondisi yang paling sempurna, misalnya suci dari hadats, menghadap kiblat, duduk bersila, tidak bersandar atau duduk dengan posisi seenaknya atau duduk dengan posisi seenaknya atau posisi yang menggambarkan kecongkakan.
- Aku berusaha untuk memperindah suaraku ketika membacanya.
- Aku memulai membacanya dengan bacaan ta’awwudz
- Setiap di awal surah aku membaca basmalah kecuali surah at-Taubah
- Aku membacanya dengan Tartil, jelas dan perlahan-lahan (sesuai dengan tajwid)
- Aku berusaha membacanya secara rutin
- Aku memilih tempat yang bersih dan suci saat membacanya, dan lebih utama di masjid.
- Aku membaca Al-Qur’an dengan tenang, menjauhi tertawa, bergurau dan banyak bicara.
- Aku membacanya sendiri atau bersama teman secara berkelompok ada yang membaca dan ada yang menyimak
- Aku berusaha untuk menangis ketika mendengarkan ayat-ayat siksa dan neraka, bergembira ketika mendengakan ayat-ayat pahala dan surga.
- Aku tidak memandang ke sana kemari ketika membacanya, atau memutuskan bacaan dengan berbicara
- Apabila membaca ayat-ayat sajadah, aku berupaya untuk sujud tilawah
- Aku merahasiakan bacaanku jika aku khawatir akan terjatuh ke dalam riya’, sum’ah atau mengganggu orang yang sedang shalat.
- Aku akan berhenti membacanya bila sudah mengantuk
(+) Berakhlak yang baik ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an
- Memuliakan Al-Qur’an, menyimpannya di tempat yang terhormat, yang mudah dilihat dan mudah diambil
- Memungut sobekan-sobekan kertas Al-Qur’an, mengumpulkan, menyimpan atau membakarnya.
- Bersungguh-sungguh mengamalkan isinya, melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.
- Berusaha menghidupkan majelis-majelis Al-Qur’an, membaca secara bergantian sambil memperbaiki bacaan dan membaca pula artinya.
- Berusaha untuk menghafal Al-Qur’an, mengulang-ulang dan menjaganya.
(+) Akhlak Kepada Rasulullah saw
Mencintai dan memuliakan rasul
Setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah swt tentulah harus beriman bahwa Muhammad saw adalah nabi dan Rasulullah yang terakhir, penutup sekalian nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi, apalagi rasul sesudah beliau (QS. Al-Ahzab, 33-40). Beliau diutus oleh Allah swt untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat nanti (QS. Saba’ 34:28). Kedatangan beliau sebagai utusan Allah merupakan rahmat bagi alam semesta (QS. Al-Anbiya 21:107).
Nabi Muhammad saw telah berjuang selama kurang lebih 23 tauhn membawa umat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Beliaulah yang berjasa besar membebaskan manusia dari belenggu kemusyrikan, kekufuran dan kebodohan, berbagai penderitaan beliau alami dalam perjuangan itu. Dihina, dikatakan gila, tukang sihir, tukang tenung, penyair, disakiti, diusir dan hendak dibunuh, tapi semuanya itu tidak sedikitpun menyurutkan hati beliau, beliau tetap berjuang membebaskan umat manusia.
Surah at-Taubah 9:128
Artinya:
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.
Sebagai seorang mukmin sudah seharusnya sepantasnya kita mencintai beliau melebihi cinta kita kepada siapapun selain Allah swt. bila iman kita tulus, lahir dari lubuk hati yang paling dalam tentulah kita akan mencintai beliau, karena cintanya itulah yang membuktikan kita betul-betul beriman atau tidak kepada beliau. Rasulullah saw bersabda yang artinya
“tidak beriman salah seorang diantara kalian sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya dan semua manusia (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa’i).
Sebagai konsekuensi dari menempatkan cinta kepada Allah dan rasul-Nya sebagai cinta yang pertama dan utama, maka tentu saja cinta kepada orang tua, anak-anak, suami, atau istri, sanak saudara, harta benda dan sebagainya harus ditempatkan dibawah kedua cinta tersebut (termasuk dibawah cinta kepada jihad pada jalan Allah).
Bentuk lain dari menghormati dan memuliakan Rasulullah saw adalah tidak berbicara dihadapan beliau Allah swt berfirman:
Surah al-Hujurat 49:2
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.
Mengikuti dan menaati rasul
Firman Allah swt : Surah Ali-Imran 3:31
Artinya:
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Apa saja yang datang dari rasul harus diterima, apa yang diperintahkannya diikuti, dan apa yang dilarangnya ditinggalkan. Keteten kepada Rasulullah saw bersifat mutlak, karena taat kepada beliau merupakan bagian dari taat kepada Allah.
Mengucapkan shalawat dan salam
Surat al-Ahzab 33:56
Artinya
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
Perintah untuk bershalawat dan salam kepada nabi Muhammad saw dalam ayat di atas diawali oleh Allah swt dengan pernyataan bahwa Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada nabinya. Hal itu disamping menunjukkan dan terhormatnya kedudukan beliau disisi Allah swt, juga menunjukkan betapa pentingnya perintah bershalawat dan salam itu kita lakukan.
Allah swt memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk mengucapkan shalwat dan salam kepada nabi bukanlah karena nabi membutuhkannya. Sebab tanpa doa dari siapapun beliau sudah pasti akan selamat dan mendapatkan tempat yang paling mulai dan paling terhormat disisi Allah swt. ucapan shalawat dan salam dari kita, orang-orang yang beriman, disamping sebagai bukti penghormatan kepada beliau, juga untuk kebaikan kita sendiri. Nabi bersabda:
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka dengan shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepada sepuluh kali” (HR. Ahmad)
Sebaliknya, nabi menyatakan bahwa orang yang tidak bershalawat tak kala mendengar nama beliau disebut adalah orang yang bakhil.
Hadis riwayat Turmidzi dan Ahmad:
“Yang benar-benar orang bakhil ialah orang yang disebut namaku dihadapannya, ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku” HR. Turmidzi dan Ahmad.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
- Akhlak mengatur tata cara dan norma-norma tentang hubungan antara sesama manusia dan yang maha pencipta
- Akhlak terhadap rasul bagaimana kita mengikuti cara-cara/sunah yang pernah dilakukan oleh nabi
- Akhlak kepada kitab bagaimana kita bisa menjaga sunah dan adab-adab dalam menjaga Al-Qur’an
Saran
Adapun saran-saran dari kami
- Diharapkan pada teman-teman agar memberi motivasi dalam penyusunan makalah ini.
- Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan agar dalam penyusunan makalah berikutnya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Ambo Asse, M.Ag. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-Ulum. Makassar: Berkah Utami.