Sejarah Tasawuf dan Alirannya

BAB I

APA SEJATI TASAWUF ITU?

Amat banyak rujukan disampaikan oleh para ahli terhadap asal-muasal istilah tasawuf ini. Dalam berbagai buku teks tasawuf, kata ini biasanya dirujukkan kepada beberapa kata dasar. Termasuk di dalamnya shaff (baris, dalam shalat) karena dianggap kaum sufi berbeda dalam shaff pertama. Atau shuf, yakni bahan wol atau bulu domba kasar yang biasa mencirikan pakaian kaum sufi. Atau juga ahl al-shuffah, yakni para Zahid (pezuhud) dan Zahid (ahli ibadah) yang tak punya rumah dan tinggal di serambi masjid Nabi. Ada juga yang mengaitkannya dengan nama sebuah suku Badui yang memiliki gaya hidup sederhana, yakni Bani Shufa. Meski jarang, sebagian yang lain mengaitkan asal-muasal istilah ini dengan sophon, atau sufa, atau sufin, yang bermakna pelayanan kegerejaan (kerahiban), Jabir ibn Hayyan-seorang alkemis yang disebut-sebut sebagai murid Imam Ja’far Shadiq-dikatakan mengaitkan istilah ini dengan shufa’, yang bermakna penyucian sulfur merah.

Berbagai definisi tentang tasawuf mencakup atau mengandung makna shafa’ (suci), wara’ (kehati-hatian ekstra untuk tidak melanggar batas-batas agama) dan ma’rifah (pengetahuan ketuhanan atau tentang hakikat segala sesuatu). Tapi, kepada apa pun dirujukkan, semua sepakat bahwa kata ini terkait dengan akar shafa yang berarti suci. Pada gilirannya, ia akan bermuara pada ajaran al-Qur’an tentang penyucian hati.

Pada dasarnya tasawuf adalah upaya para ahlinya untuk mengembangkan semacam disiplin (riyadhah) spiritual, psikologis, keilmuan dan jasmaniah  yang dipercayai mampu mendukung proses penyucian jiwa atau hati.

BAB II

SEJARAH TASAWUF DAN ALIRANNYA

Sebagai sejarahwan mengaitkan sejarah tashawuf dengan Imam Ja’far Al-Shadiq ibn Muhammad Bagir ibn Ali’ Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali Ibn Abi Thalib. Imam Ja’far, meski amat dihormati dan dianggap sebagai guru keempat-empat para imam kaum Ahlusunnah-yakni Imam Abu Hanifah, Maliki; Syafi’i dan ibn Hanbal-adalah imam kelima dari mazhab syi’ah Itsna Asyariah. Kenyataannya, meski tak banyak Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Syafi’i kemungkinan akibat  kritik-kritik keras yang ditujukan kepadanya oleh kecenderungan untuk membela ahlul bait (keluarga Nabi) ujar-ujar Imam Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi, seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al-Mishri, Jabir bin Hayyan, dan Al-Hajj.

Dalam sejarah pemikiran dan praktik Islam, tasawuf mengalami pasang surut. Lahir dan berkembang sebagai suatu disiplin sejak abad ke-2 H. lewat pribadi-pribadi seperti Hasan Al-Bashri, Sufyan al-Tsauri al-Harits ibn Asad Al Muhasibi, B Yazid Al Bustami dan sebagainya. Tasawuf tak pernah bebas dari kritikan. Selanjutnya pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di dunia Islam dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tahap;.


Tahap Zuhud (Asketisme)

Tahap awal perkembangan tasawuf ini menentang mulai akhir abad ke-1 H sampai kurang lebih abad ke-2. Gerakan zuhud ini pertama kali muncul di Madinah, Kufah dan Bashrah, kemudian menyebar ke Khurasan dan Mesir.

Berikut ini adalah tokoh-tokoh menurut tempat-tempat perkembangannya:

Para Zahid yang tinggal di Madinah dari kalangan sahabat, seperti Abu Ubaidah al-Jarrah (w.18 H) Abu Dzar Al Ghifari (w.22 H) Salmah Al-Farisi (w.32 H). Abdullah ibn Mas’ud (w. 33 H). sedangkan dari kalangan satu generasi setelah masa Nabi (tabi’in) termasuk diantaranya adalah Said ibn Musayyab (w. 91 H) dan Salim Ibn Abdullah (w.106 H).

Tahap Tasawuf (Abad III dan IV H)

Pada paruh pertama abad ke-3 H, wacana tentang zuhud mulai digantikan oleh tasawuf. Ajaran para sufi ini pun tidak lagi terbatas pada aspek praktis (amali) berupa penanaman akhlak belaka. Para sufi dalam tahap ini mulai masuk ke aspek teoretis (nazhari) dengan jalan memperkenalkan konsep-konsep dan terminology baru yang sebelumnya tidak dikenal ha; maqam, hal ma’rifah, tauhid (dalam maknanya yang khas tasawuf), fana, hulul, dan lain-lain. Tokoh-tokohnya termasuk Ma’ruf al-Karkhi (w. 200 H), Abu Sulaiman Al-Darani (w. 254 H) Dzul Nun Al Mishri (w. 245 H) dan Junaid Al-Baghdadi.

Tahap Tasawuf Falsafi (Abad VI H)

Tasawuf falsafi merupakan perpaduan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional-filosofis. Ibn Arabi adalah tokoh utama aliran ini, disamping juga Al Qunawi, muridnya. Sebagai ahli memasukkan al-Hajjaj dan Abu (Ba) Yazid Al Busthami juga ke dalam kelompok ini. Aliran ini kadang disebut juga dengan Irfan (Gnostisisme) karena orientasinya pada pengetahuan (ma’rifah atau gnosis) tentang Tuhan dan hakikat segala sesuatu.

Tahap Tarekat (Abad VII H  dan seterusnya)

Meskipun tarekat telah dikenal sejak jauh sebelumnya seperti  Tarekat Junaidiyyah yang didirikan oleh Abu Hasan ibn Muhammad Nuri (w. 298 H), baru pada masa-masa inilah tarekat berkembang dengan pesat. Termasuk diantaranya; tarekat Qadariyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al Jilani (w. 561 H) dari Jilan (termasuk wilayah Iran sekarang). Tarekat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad Rifai (w. 578 H) dan Tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Najib Al Suhrawadi (w. 563 H). Namun dari semua tarekat yang pernah tumbuh dan berkembang dalam sejarah tasawuf, yang memiliki pengikut paling luas adalah tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat yang sekarang telah memiliki banyak variasi ini pada mulanya didirkan di Bukhara, Asia Tengah oleh Muhammad ibn Muhammad Bahauddin al Uwaisi Al Bukhari Naqsyabandi.

BAB III

KENAPA TASAWUF

Tasawuf memiliki dua aspek: aspek teoritis (nazhari) dan aspek praktis (amali). Aspek praktis tasawus meliputi tata cara hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, dunia dan Tuhan. Dalam aspek ini tasawuf memiliki berbagai persamaan di samping juga terdapat perbedaan dengan akhlak (etika). Aspek praktis tasawuf ini disebut juga sair wa suluk (perjalanan dan perintisan) atau suluk saja. Ia meliputi berbagai tahap (maqam) dan keadaan kejiwaan (hal).

Sebagai tasawuf tidak pernah melepaskan perhatian pada hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan kata lain, tidak seperti akhlak, tasawuf meliputi juga suatu disiplin yang bersifat dinamis, bukan disiplin dalam makna ketaatan terhadap suatu aturan yang berlaku, tetapi juga ketaatan terhadap suatu metode khas untuk mencapainya. Kesimpulannya, akhlak berbeda sedikitnya dalam dua hal jika dibandingkan dengan tasawuf . Pertama, akhlak lebih bersifat praktis dan, disisi lain ia bersifat statis. Sedangkan jika dipandang dari segi tasawuf praktis, akhlak adalah hasil dari suatu proses jalan atau disiplin tasawuf.

Sedangkan tasawuf teoritis berkaitan dengan pemahaman tentang wujud, yakni tentang Tuhan, manusia dan alam semesta. Di sini, sebagai mana dalam filsafat (antologis) wujud dipahami qua wujud (sebagai wujud itu sendiri). Yakni wujud sebagaimana adanya dan bukan sekedar sebagai atribut bagi keberadaan segala sesuatu, Tuhan, manusia dan alam semesta selebihnya. Hanya, bedanya, filsafat mendasarkan argumentasinya pada prinsip-prinsip rasional, sedangkan tasawuf mengandalkan pada pencerahan intuitif (isyaraq). Jika dikaitkan dengan penemuan mutakhir dalam riset mengenai otak maka tasawuf bukan saja mengandalkan pada proses otak kanan, melainkan melampaui proses yang bersifat serebral itu, ia mengandalkan pada hati (qalb atau fu’ad)

Jika dirumuskan lebih teliti, tasawuf percaya bahwa untuk mencapai akhlak mulia sebagaimana dipromosikan oleh Islam, ketiga ranah pendidikan harus dilampau ranah kognitif (intelektual) efektif (emosional) dan praktit.

BAB IV

SUMBER-SUMBER ISLAMI TASAWUF

Banyak kelompok yang menyatakan bahwa tasawuf pada dasarnya adalah pinjaman dari agama Kristen. Pada dasarnya mereka berargumentasi bahwa Islam mengajarkan suatu monoteisme simpel yang cocok dengan pikiran sederhana kaum Arab Badui. Kenyataannya, seperti juga diungkapkan oleh Nocholson lagi-lagi seorang orientalis ahli tasawuf.

Kendati Muhammad (saaw Hb) tidak mengajarkan sistem dogma ataupun (semacam) teologi mistis, al-Qur’an jelas-jelas mengandung bahan-bahan bagi keduanya.

Tasawuf menurut para pendukungnya, tak lain dan tak bukan adalah jalan itu. Dan mengenai jalan inilah di tempat lain Allah berfirman: dan barang siapa yang berjihad (bersungguh-sungguh) dan (mencari) kami maka pasti kami akan tunjukkan jalan-jalan kami. (QS. Al-Ankabut 29: 69)

Kaum sufi merasa mendapatkan penguatan atas paham mereka dari berbagai hadis qudsi. Selain yang dikutip oleh Nicholson di atas dan hampir selalu dikutip buku-buku sufi di kalangan ini amat populer hadis berikut ini: langit dan bumi tak dapat menampungku. Hanya hati seorang mukmin yang cukup luas untuk menampungku.

Segala argumentasi bagi para pendukung tasawuf ini hanya semata-mata untuk memaparkan apa-apa yang mereka pahami sebagai ajaran-ajaran Islam kepada sebuah paham semacam tasawuf itu. Bukan untuk membenarkan semua pandangan mereka. Karena persis seperti dalam disiplin-disiplin keagamaan lainnya apakah itu fiqih, tafsir dan sebagainya para penganut atau bahkan ahlinya bisa benar dan bisa salah di dalam memahami ajaran-ajaran Islam sepanjang disiplin yang digelutinya. Kalau argumentasi para pendukung tasawuf ini bisa dibenarkan, ia hanya berarti bahwa, tak seperti dinyatakan para penentangnya, ada benih-benih lagi tasawuf di dalam al-Qur’an dan hadist.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Haidar (2005), Buku Saku Tasawuf, Arasy. PT. Mizan Pustaka, Bandung. Indonesia.