Tentang Wirausaha

A. Pengertian Wirausaha

Istilah wirausaha relatif masih baru dan mulai ramai dibicarakan sekitar tahun tujuh puluhan, yaitu pada awal bangsa Indonesia secara sungguh-sungguh membangun kembali perekonomian nasional secara bertahap melalui program PELITA. Akhir-akhir ini wirausaha semakin populer dengan seringnya kita mendengar sebutan wirausaha  baik dari koran-koran, majalah, radio, maupun dari siaran-siaran televisi. Sering didapati pengertian yang kurang tepat dari sementara orang. Bahkan ada sebagian orang yang belum mengenal atau mengerti dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan wirausaha itu. Berikut ini diberikan pengertian tentang istilah wirausaha secara lebih luas.

Menurut etimologis, wirausaha merupakan suatu istilah yang berasal dari kata-kata “wira” dan “usaha”. “wira” bermakna: berani, utama, atau perkasa.[1] Sedangkan “usaha” bermakna: kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai sesuatu maksud.[2]

Menurut terminologis, sebagaimana dikemukakan oleh Taufik Baharuddin. Seorang konsultan manajemen dalam ruang lingkup Manajemen sumberdaya manusia dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bahwa wirausaha:

Kemampuan untuk menciptakan, mencari, dan memanfaatkan peluang dalam menuju apa yang diinginkan sesuai dengan yang diidealkan.[3]

Seiring dengan hal tersebut Buchari Alma mengemukakan bahwa wirausaha atau entrepreneur:

Orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut.[4]

Jadi seorang wirausaha atau entrepreneur tidak selalu seorang pedagang atau seorang manager; ia adalah orang unik yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-produk inovatif dan teknologi baru kedalam perekonomian.[5]

Istilah wiraswasta sama saja dengan wirausaha, walaupun rumusnya berbeda-beda tetapi isi dan karakteristiknya sama. Jika ditinjau lebih dalam perbedaan wiraswasta dengan wirausaha adalah wiraswasta lebih fokus pada objek, sedangkan wirausaha lebih menekankan pada jiwa dan semangat kemudian diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan.[6] Jadi perbedaan seorang wiraswasta dengan seorang wirausaha adalah wirausaha cenderung bermain dengan resiko dan tantangan. Artinya. wirausaha lebih bermain dengan cara memanfaatkan peluang-peluang tersebut. Sedangkan wiraswasta lebih cenderung kepada seseorang yang memanfaatkan modal yang dimilikinya untuk membuka suatu usaha tertentu. Seorang wirausaha bisa jadi merupakan wiraswastawan, namun wiraswastawan belum tentu seorang wirausaha. Wirausaha mungkin adalah seorang manajer yang mengelola suatu perusahaan yang bukan miliknya. Namun wiraswastawan adalah seseorang yang memiliki sebuah usaha sendiri.

Tanri Abeng adalah  seorang wirausaha yang sukses, namun bukan seoang wiraswastawan karena ia tidak memiliki perusahaan yang dipimpinnya. Bob Sadino merupakan seorang wirausaha yang juga seorang wiraswastawan yang memiliki perusahaan yang dipimpinnya. Bahkan bukan tidak mungkin pegawai yang bekerja pada pemerintahan dapat disebut wirausaha karena ia sukses dalam mengembangkan diri dan departemen yang digelutinya. Setiap orang bisa disebut sebagai wirausaha selama ia dapat memanfaatkan peluang menjadi sebuah tantangan dalam pekerjaannya.[7]

B. Unsur-unsur Wirausaha

Wirausaha mencakup beberapa unsur penting yang satu dengan yang lainnya saling terkait, bersinergi dan tidak terlepas satu sama lain, yaitu:

1. Unsur Pengetahuan

Unsur pengetahuan atau unsur kognitif mencirikan tingkat penalaran yang dimiliki oleh seseorang, yaitu tingkat kemampuan berpikir seseorang yang umumnya lebih banyak ditentukan oleh tingkat pendidikannya, baik pendidikan formal maupun bukan. Seseorang mungkin saja mempunyai pengetahuan yang luas, dalam arti dia mengetahui berbagai jenis pengetahuan, tetapi tidak mendalam sehingga disebut sebagai “generalis”. Sebaliknya, ada pula orang yang sangat ahli untuk satu bidang ilmu saja dan tidak banyak mengetahui bidang-bidang ilmu lainnya. Seseorang yang ahli untuk satu bidang pengetahuan dikenal sebagai pakar atau expert dalam bidang pengetahuan yang dikuasainya itu.

Untuk memecahkan suatu masalah spesifik diperlukan pakar yang khusus pula. Sebaliknya, pada dunia usaha yang kompleks diperlukan suatu kemampuan yang komprehensif untuk mengatasinya. Umumnya para wirausaha dan eksekutif dituntut untuk mempunyai pengetahuan yang relatif walaupun kurang mendalam. Jika ingin maju dan tidak tertinggal haruslah tiap hari menambah pengetahuannya. Tiap hari selalu terjadi perubahan nilai, volume, dan jenis barang yang diperdagangkan, harganya dan bahkan kadang-kadang peraturannya. Itu semua harus di ikuti agar tetap dapat survive.[8]

2. Keterampilan

Keterampilan atau unsur psikomotorik lebih berasosiasi pada kerja fisik anggota badan, terutama tangan, kaki, dan mulut (suara) untuk bekerja dan berkarya. Unsur keterampilan seseorang umumnya banyak diperoleh melalui latihan dan pengalaman kerja. Tingkat keterampilan seseorang yang telah bekerja atau mengerjakan suatu pekerjaan yang relatif sama selama bertahun-tahun akan relatif lebih mahir daripada orang lain yang baru dan belum berpengalaman. Tingkat keterampilan seseorang banyak ditentukan oleh pengalaman yang pernah diperolehnya. Mereka yang berpengalaman tentulah relatif lebih terampil dalam arti dapat melakukan suatu pekerjaan dengan lebih lancar, tertib, sedikit atau tanpa kesalahan dan secara umum lebih baik. Itulah sebabnya tenaga berpengalaman lebih banyak dicari daripada yang belum berpengalaman. Tentu saja seseorang tidak akan mempunyai pengalaman jika dia tidak diberi kesempatan untuk berpraktek. Banyak berlatih dan disiplin adalah kunci utama untuk memperoleh keterampilan yang tinggi.[9]

Penguasaan keterampilan yang baik jelas akan memberikan lapangan kerja dan penghasilan yang baik, selain juga memberikan kepercayan diri yang tinggi. Oleh karena itu, seseorang perlu menguasai satu atau beberapa keterampilan tertentu untuk memudahkan dan memperlancar berbagai tugas yang harus dijalani dan diselesaikannya. Rasa enggan dan malas harus dihilangkan. Raga harus di manfaatkan, terutama tangan sebagai karunia Allah dengan sebaik-baiknya demi kehidupan yang lebih baik.[10]

3. Sikap mental

Unsur sikap mental lebih mencirikan respon, tanggapan, atau tingkah laku seseorang jika dihadapkan pada suatu situasi tertentu. Sikap mental lebih menggambarkan reaksi sikap dan mental seseorang jika yang bersangkutan mengadapi suatu situasi misalnya dia dihadapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dia mungkin akan menerimanya dengan senang hati, menerimanya dengan berat hati, atau menolak, atau acuh tak acuh saja. Jika dia menerima pekerjaan itu, mungkin dia akan melaksanakannya dengan segera dan cepat tetapi mungkin juga menangguhkannya dulu pelaksanaannya atau dilaksanakan pekerjaan tersebut, dia mungkin bergairah melakukannya, atau dia bekerja dengan penuh keengganan. Dia mungkin melakukannya dengan sungguh-sungguh, cermat, cepat, atau melaksanakannya dengan “asal kerja”, ceroboh, menunda-nunda, dan bermalas-malasan.[11]

Tingkah laku yang di tunjukkan seseorang dalam menghadapi situasi tersebut banyak mencirikan sikap mentalnya. Bagaimana seseorang menjawab suatu pertanyaan atau melaksanakan suatu perintah atau tugas yang diberikan kepadanya, akan dapat menggambarkan sikap mentalnya. Rasa tanggung jawab, kejujuran, ketegasan, keberanian untuk mengambil tindakan, inisiatif, dan berbagai tindakan lainnya, juga dapat menggambarkan sikap mental seseorang walaupun hanya secara lahiriyahnya saja.[12]

4. Kewaspadaan

Unsur kewaspadaan merupakan paduan unsur kognitif dan sikap mental terhadap sesuatu yang akan datang. Kewaspadaan adalah pemikiran atau rencana tindakan seseorang terhadap sesuatu yang mungkin atau di duga akan di alaminya. Seseorang akan bersifat defensif, atau sebaliknya akan bersifat ofensif, dalam menghadapi suatu keadaan yang akan di alaminya. Jika dia bersifat defensif, maka pemikiran atau rencana tindakannya akan bersifat menghindari, mencegah, membelokkan, menutupi, memperkecil atau mengurangi hal-hal yang di duga akan merugikan dirinya. Pikiran dan tindakannya di tujukan untuk menghindari dan mencegah bahaya dan jika tidak mungkin, berusaha untuk membelokkan atau memperkecil resiko atau kerugian yang mungkin di alaminya. Sebaliknya, kewaspadaan yang bersifat ofensif atau maju justru mencoba melihat keuntungan apa yang dapat diperoleh dari sesuatu yang mungkin akan terjadi. Pikiran dan rencana tindakannya ditujukan untuk dapat menggunakan setiap momen dan kesempatan yang datang dengan tepat dan sebaik mungkin sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya, keluarganya, usahanya, lingkungannya, dan bangsanya.[13]

Merebut kesempatan merupakan salah satu bagian penting dalam kewirausahaan karena kesempatan dan momen belum tentu ada setiap saat, dan bahkan mungkin hanya sekali saja. Namun, mengingat dalam kewirausahaan ada unsur wira, maka dalam merebut atau menggunakan kesempatan tersebut tidak boleh menggunakan aji mumpung atau tindakan lain yang tidak terpuji seperti penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, korupsi, penipuan, dan tindakan lain yang sejenis. Unsur kewaspadaan dalam dunia usaha memegang peranan yang penting karena keberhasilan bahkan hidup matinya suatu perusahaan, sering ditentukan oleh ketetapan prakiraan tentang apa yang akan terjadi dan tindakan apa yang harus dilakukan.

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang akan meggunakan pemikiran dan geraknya secara otomatis dan itu merupakan gabungan antara unsur kognitif, keterampilan, sikap mental, dan kewaspadaannya. Reaksi seseorang terhadap suatu aksi yang datang mungkin saja merupakan suatu sikap mental mungkin juga hasil suatu pemikiran dalam rangka kewaspadaan, atau hanyalah sekedar refleks keterampilan. Dan yang penting adalah selalu berusaha untuk meningkatkan masing-masing unsur kewirausahaan tersebut. Seperti: banyak membaca, berlatih keterampilan, berpikir memecahkan masalah, dan mencari ide dan kegiatan sejenis yang positif. Kemudian segera mengerjakan setiap ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran yang patut untuk dikerjakan.[14]

  1. C. Sifat-sifat Wirausaha

Seorang wirausaha haruslah seorang yang mampu melihat ke depan. Melihat ke depan bukan melamun kosong, tetapi melihat, berfikir dengan penuh perhitungan, mencari pilihan alternatif masalah dan pemecahannya. Untuk menjadi wirausaha, seseorang harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Percaya diri

Sifat ini adalah langkah awal untuk menjadi wirausaha, karena dengan percaya diri wirausaha menjadi bisa atau sanggup dalam menjalani setiap usaha-usaha tanpa malu untuk memulainya dari awal. Dengan demikian dapat maju kearah selanjutnya utnuk mencapai kesuksesan. Tapi perlu digarisbawahi ‘percaya diri’ disini bukan berarti kita menyombongkan diri kita sendiri, akan tetapi menjadi tolak ukur kemampuan dan diri kita pribadi.

Sifat diatas dimulai dari pribadi yang mantap, tidak mudah terombang ambing oleh pendapat dan saran orang lain. Akan tetapi saran-saran orang lain jangan ditolak mentah-mentah, gunakan sebagai masukan untuk dipertimbangkan. Wirausaha yang tinggi percaya dirinya adalah orang yang sudah matang jasmani dan rohaninya. Pribadi semacam ini adalah pribadi yang independen dan sudah mencapai tingkat maturity. Karakteristik kematangan seorang wirausaha adalah ia tidak tergantung pada orang lain, dia memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, obyektif dan kritis. Tidak begitu saja menyerap pendapat atau opini orang lain, tetapi mempertimbangkannya secara kritis. Emosionalnya boleh dikatakan sudah stabil, tidak gampang tersinggung dan naik pitam. Juga tingkat sosialnya tinggi, mau menolong orang lain dan yang paling tinggi lagi ialah kedekatannya dengan khalik sang pencipta, Allah swt.[15]

2. Berorientasikan tugas dan hasil

Dengan berorientasikan pada tugas dan hasil seorang wirausaha tidak mengutamakan prestise dulu, prestasi kemudian. Akan tetapi, ia senang pada prestasi baru kemudian setelah berhasil prestisenya akan naik. Seorang wirausaha yang selalu memikirkan prestise lebih dulu dan prestasi kemudian, tidak akan mengalami perkembangan dan kemajuan. Berbagai motivasi akan muncul dalam bisnis jika kita berusaha menyingkirkan prestise. Kita akan mampu bekerja keras, enerjik tanpa malu dilihat teman, asal yang kita kerjakan itu pekerjaan halal.[16]

3. Mengkalkulasi resiko

Kecermatan, ketelitian, kehati-hatian merupakan sikap yang harus dimiliki juga oleh seorang wirausaha. Penggabungan dari kesemuanya itu adalah memfokuskan kepada dampak yang akan terjadi setelah bisnis dijalankan. Entah itu untung ataupun rugi. Serta bagaimana menanggulanginya secara profesional, tanpa mengabaikan hal-hal yang sekecil mungkin. Seorang wirausaha harus mampu dan bisa mengkalkulasi kesemuanya itu. Jangan ceroboh dalam mengambil sikap, menggampangkan apalagi menyepelekannya, karena ini akan membuat kesalahan yang fatal bagi kemajuan bisnis. Jika perhitungan sudah matang, membuat pertimbangan dari segala macam segi, maka berjalanlah terus dengan tidak lupa berlindung kepada-Nya.[17]

4. Kepemimpinan

Sifat kepemimpinan memang ada dan selalu terpancar dalam diri masing-masing individu. Karena setiap manusia dituntut untuk dapat memimpin dirinya sendiri. Namun sekarang ini, sifat kepemimpinan sudah banyak dipelajari dan dilatih. Ini tergantung kepada masing-masing individu dalam menyesuaikan diri dengan organisasi yang ia pimpin. Jiwa pemimpin merupakan hal yang vital sekali bagi wirausaha untuk dikembangkan.[18]

5. Berorientasi ke masa depan

Seorang wirausaha haruslah perspektif, mempunyai visi ke depan, apa yang hendak ia lakukan, apa yang ingin di capai. Sebab sebuah bisnis bukan didirikan untuk sementara, tetapi untuk selamanya. Oleh sebab itu, faktor kontinuitasnya harus dijaga dan pandangan harus ditujukan jauh ke depan. Untuk mengahadapi pandangan jauh ke depan , seorang wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakan.[19]

6. Kreativitas

Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang  bersifat baru, baik berupa gagasan maupun karya yang nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya atau membuat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data, variabel yang sudah ada sebelumnya.[20]

Dari paparan di atas, maka jelaslah bahwa seorang wirausaha haruslah memiliki ciri-ciri: percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, mengkalkulasi resiko, kepemimpinan berorientasi ke masa depan dan kreativitas. Dengan ciri-ciri tersebut maka seorang wirausaha mampu bertahan dalam setiap siklus bisnis. Karena seorang wirausaha akan tetap berusaha dan berjuang, ketika dihadapkan berbagai tantangan dan kegagalan dalam mencapai kesuksesan dalam bisnis dan kehidupan.


[1]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 1023.

[2]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), h. 1136.

[3]www.we-entrepreneur.com\artikel\kewirausahaan.doc

[4]Buchari Alma. Kewirausahaan (Cet.VII; Bandung: Alfabeta, 2004), h. 21.

[5]Lihat Ibid., h. 23.

[6]Lihat Ibid., h. 21.

[7]www.we-entrepreneur.com\artikel\kewirausahaan.doc

[8]Lihat Syis, Z.A., Bimbingan Wiraswasta (Jakarta: Pary Berkah, 1986), h. 39.

[9]Lihat Soesarsono Wijandi, Pengantar Kewiraswastaan (Bandung: Bina Baru, 1988), h. 27.

[10]Lihat Ibid., h. 28.

[11]Lihat Wasty Soemanto, Pendidikan Wiraswasta (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 47.

[12]Lihat Ibid.

[13]Lihat Soesarsono, op. cit., h. 31.

[14]Lihat Ibid., h. 33.

[15]Lihat Buchari Alma, op.cit.,h. 40.

[16]Lihat Ibid.

[17]Lihat Robert Argene. Strategi Menjadi Wiraswasta Handal, (Cet.I; Jakarta: CV. Restu Agung, 2003), h. 4.

[18]Lihat Ibid., h.4.

[19]Lihat Buchari Alma, op.cit., h. 42.

[20]Lihat Ibid., h.44.