Benteng Rotterdam – Museum Lagaligo
Benteng Ujung Pandang adalah salah satu peningkatan sejarah kejayaan kerajaan Gowa pada abad ke-17 yang terletak di jalan Ujung Pandang Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang. Benteng pertahanan ini semula dibangun pada Tahun 1445 pada masa pemerintahan Raja Gowa ke X “Imanriogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung” yang bergelas “Karaen Tuni Pallangga Ulaweng”.
Kemudian pada tahun 1634 tembok benteng ditata kembali atas perintah Raja Gowa ke XVI “I Mangeran Daeng Manrabia Sultan Alauddin” setelah perjanjian Bongayya 18 November 1667, Benteng pertahanan itu jatuh ke tangan Belanda/ Kompeni dan sejak itu Benteng Ujung Pandang berubag nama menjadi Fort Roterdam.
Beberapa penamaan benteng pertahanan ini antara lain :
1. Benteng Ujung Pandang / Ujung Pandang karena letaknya pada sebuah tanjung ujung yang banyak ditumbuhi pohon pandan.
- Benteng panynyia karena bentuknya seperti penyu yang sedang merayap ke laut.
- Fort Roterdam nama yang diberikan oleh Spelman, sesuai dengan nama kota tempat kelahirannya di negeri Belanda
- Kotayya, penamaan yang sering didengar pada zaman pendudukan Belanda karena merupakan pusat pemerintahan kota.
Sekarang nama benteng Ujung Pandang digunakan kembali untuk mengembalikan nilai sejarah monumen ini.
Bentuk dasar benteng ini adalah segi empat dengan gaya arsitektur Portugis. Terbuat dari tanah liat, modelnya sama dengan arsitektur di Eropa pada abad 16 dan 17 dengan tonjolan melekat pada bentuk dasar, sehingga bentuknya menyerupai seekor penyu yang merangkat kelaut.
Pada tahun 1970 Benteng Ujung Pandang dikosongkan, bangunan di dalamnya dipugar dan diperindah tepatnya pada tanggal 21 April 1977 Benteng Ujung Pandang diperindah dan diresmikan sebagai pusat kebudayaan Sulawesi Selatan.
Benteng Fort Roterdam/Benteng Ujung Pandang pada zaman kerajaan Gowa sampai zaman revolusi berfungsi sebagai:
- Di zaman kerajaan Gowa berfungsi sebagai Benteng pertahanan dan di dalamnya terdapat bangunan khas Makassar.
- Di zaman pendudukan Belanda berfungsi sebagai benteng pertahanan pusat pemerintahan dan perekonomian
- Di zaman pendudukan Jepang berfungsi sebagai pusat penelitian ilmiah utamanya bahasa dan pertanian
- Di zaman revolusi (1945 – 1950) menjadi tempat penampungan orang-orang pengikut yang setia kepada Belanda. Pada tahun 1950 ketika terjadi peristiwa Andi Azis, benteng ini kembali menjadi tempat penampungan militer dan sipil.
Sekarang bangunan yang ada di dalam benteng Fort Roterdam difungsikan sebagai kantor suaka peninggalan sejarah dan purbakala, Museum La Galigo dan para seniman menjadikannya sebagai pusat kegiatan kesenian.
Balla Lompoa
Gowa dahulu adalah bagian dari Makassar, Raja Gowa penah bermukim di Makassar, tepatnya di Fort Roterdam, kini Daerah Gow memiliki kota kecil yang disebut Sungguminasa. Dipuasat kotanya terdapat museum Balla Lompoa, yaitu istana terakhir yang dibangun oleh Raja Gowa ke-35 pada tahun 1935.
Barang-barang peninggalan Ratu Gowa pertama hingga Raja Gowa ke-36 (yang terakhir) masih lengkap dan rapi tersimpan di museum ini. Museum ini terbagi menjadi beberapa ruangan.
Ruang keluarga dan juga ruang pelaminan, ruang singgasana, ruang benda pusaka, ruang tidur raja. Sayangnya beberapa ruangan tidak dapat dimasuki atas permintaan keluarga kerajaan. Pemandu yang ada disana dapat menjelaskan mulai dari silsilah kerajaan hingga upaca adat yang biasa dilakukan dimasa kerajaan.
Museum ini dibuka pada jam kerja hari Senin-Jum’at dan tidak dipungut biaya masuk.
Benteng Somba Opu / Karaeng Patingalloang
Benteng Somba Opu adalah salah satu bangunan tembok besar yang dibangun mengelilingi kompleks kerajaan Gowa yang terletak di Jalan Daeng Tata, Kelurahan Somba Opu, Kecamatan Tamalate. Benteng ini dibangun pada abad ke-XV oleh Raja Gowa Daeng Marante Tuparisi Kallonna. Benteng tersebut merupakan pusat pemerintahan, perniangaan dan pelayaran kerajaan Gowa di masa lampau hingga masa berkuasanya raja Gowa ke XVI Sultan Hasanuddin yang diberi julukan oleh Belanda “Ayam Jantan dari Timur”.
Benteng Somba Opu pernah menjadi ajang pertempuran sengit antara serdadu Belanda dan prajurit kerajaan Gowa pada masa itu yang disebut “Perang Makassar” terbukti dengan terdapatnya meriam yang jumlahnya kurang lebih 272 buah untuk melindungi benteng termasuk satu meriam yang diberi nama “Anak Makassar” dan 30.000 peluru meriam yang ditembakkan oleh VOC.
Benteng Somba Opu terletak dibagian selatan kota Makassar ± 7 km dari pusat kota.
Nama lengkap Kareng Pattingalloang adalah Imangadacinna Daeng Sitaba yang merupakan putra Raja Tallo I bernama I Mallingkung Daeng Manyonri dan ibunya bernama I Wara.
Karaeng Pattingalloang walaupun terkenal dengan ketegaran dan kewibawaannya akan tetapi ia tidak berhasil menjabat Raja Tallo menggantikan ayahnya. Walaupun demikian saudara dari karaeng Pattingalloang yang kemudian menjabat sebagai Raja Tallo bernama Mangkubumi yang menggantikan Ayahnya.
Salam …