Teori Sosiologi yang Menyeluruh

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perbedaan penjelasan tentang kenyataan atau gejala sosial yang diberikan baik oleh ahli sosiologi maupun orang awam mungkin berdasarkan penerapan teori sosiologi, kenyataannya empirik yang dijadikan sasaran perhatian diupayakan agar dapat diberi makna yang lebih umum, bukan sekedar penafsiran langsung yang terbatas pada runcing dan waktu semata.

Rumusan Masalah

  1. Bagaimanakah teori sosiologi yang menyeluruh itu ?
  2. Bagaimanakah cara para ahli memperhatikan perkembangan berbagai gejala sosial tertentu di masa lampau ?

BAB II

PEMBAHASAN

Teori Sosiologi yang Menyeluruh

Jika diperhatikan cakupannya, dalam sosiologi terdapat berbagai jenis teori. Ada teori yang merupakan upaya untuk menjelaskan kenyataan sosial yang sangat terbatas dan ada pula teori yang berbentuk suatu sistem konsep yang menyeluruh yang di harapkan dapat menjadi sumber sejumlah besar penjelasan tentang keteraturan yang berkenaan dengan perilaku sosial yang diamati secara empiric seperti yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Talcott Parsins. R.K. Merton membedakan adanya jenis teori yang berada di antara kedua jenis teori tersebut. Ia menanamkannya teori tingkat tengah, seperti teori tentang demokrasi dan teori tentang kelompok acuan.

Teori tentang masyarakat sebagai keseluruhan atau  tentang gejala sosial yang besar menuntut penggunaan teori yang menyeluruh. Penggunaan teori yang menyeluruh yang dikembangkan dengan teliti atas dasar hasil pengkajian empirik memungkinkan peneliti lebih mudah mengetahui kekuatan dan kelemahan sistem teori yang bersangkutan.

Uraian singkat di bawah ini banyak didasarkan atas teori tindakan sosial yang dikembangkan oleh T. Parsons yang menurut penulis banyak membantu dalam memperoleh kejelasan tentang kenyataan sosial yang terdapat di kepulauan Indonesia.

Kenyataan sosial

Kenyataan sosial yang merupakan kenyataan empiric yang seharusnya memperoleh perhatian utama dari para ahli sosiologi Indonesia adalah kenyataan sosial yang terwujud di wilayah Republik Indonesia di kepulauan Indonesia yang terbentang luas antara Benua Asia dan Australia dan antara Lautan Hindia dan Lautan Pasifik. Kenyataan sosial tersebut terdapat pada masa kini maupun masa lampau, ketika belum ada batas-batas wilayah negara yang ditentukan oleh kekuasaan asing seperti kekuasaan Belanda, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Portugis. Dengan demikian ahli sosiologi juga memperhatikan perkembangan berbagai gejala sosial tertentu di masa lampau.

Di antara berbagai gejala sosial yang menuntut perhatian dari  ahli sosiologi adalah kolektiva sosial, yaitu sejumlah orang yang secara bersama mengacu pada sejumlah nilai dan aturan yang sama dan mempunyai sejumlah kepentingan yang sama dan menjalankan peranan sebagai pelaku dalam suatu jaringan peranan yang dibatasi oleh kolektiva tersebut. Oleh sebab itu, mereka mengidentifikasi diri sebagai anggota kesatuan sosial yang sama. Kolektiva dapat terwujud sebagai kelompok sosial yang terdiri dari hanya dua orang anggota sampai beratus juta orang. Kalau masyarakat ditanggapi sebagai suatu sistem sosial menyeluruh dengan peranan sebagai satuan terkecil, kolektiva sosial merupakan struktur yang berusaha mencapai tujuan untuk memenuhi suatu kebutuhan sistem sosial yang bersangkutan. Kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu kolektiva dilakukan oleh para anggotanya melalui peranan masing-masing.

Di Indonesia, paling sedikit ada 4 jenis kolektiva sosial besar yang menuntut perhatian dari para ahli sosiologi Indonesia. Karena banyak mempengaruhi tindakan orang Indonesia. Keempat jenis kolektiva sosial besar ini ialah masyarakat Indonesia, bangsa Indonesia, negara Republik Indonesia dan umat dari masing-masing agama besar. Para ahli sosiologi diharapkan memberikan perhatian pada berbagai kolektiva sosial besar ini karena awam sering kali tidak mengadakan pembedaan yang tegas antara keempat jenis kolektiva besar ini.  Hal ini akan mempengaruhi penjelasan yang berkenaan dengan berbagai gejala sosial tertentu dan cara mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkannya.

Mungkin saja  kebanyakan orang di wilayah negara Republik Indonesia merupakan anggota di keempat kolektiva sosial besar ini. Tetapi pasti masih ada cukup orang yang dalam kenyataan hanya anggota dari satu kolektiva sosial saja, atau dua, atau tiga, dan bukan anggota keempat kolektiva sosial besar tersebut. Kenyataan demikian adalah anggota-anggota keluarga-keluarga tertentu, masyarakat-masyarakat pedesaan tertentu, dan banyak pengelompokan-pengelompokan lain.

Masyarakat Indonesia sebagai suatu sistem sosial terkait pada kebudayaan Indonesia, yang sering juga dinamakan kebudayaan nasional. Kebudayaan yang menyeluruh ini pun dapat ditanggapi sebagai suatu sistem, suatu sistem budaya, yang mempunyai makna atau diharapkan mempunyai makna bagi warga masyarakat Indonesia. Sistem budaya ini terdiri atas kepercayaan-kepercayaan tertentu, seperti kepercayaan yang berkenaan dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa; adanya hidup di akhirat, surga dan neraka; adanya pahala bagi orang yang berbuat baik dan hukuman bagi orang yang berbuat jahat; pengetahuan kognitif tertentu, seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi dan yang dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli dalam ilmu pengetahuan; nilai dan aturan yang menyatakan pola perilaku mana yang dianggap baik dan yang mana dianggap tidak baik; serta berbagai hasil ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan penggunaan simbol yang biasanya digunakan dalam menyatakan perasaan pelaku sebagaimana yang banyak terdapat dalam karya sastra dan seni.

Sebagai warga masyarakat, tiap pelaku yang berdiam di wilayah negara Republik Indonesia diharapkan pedoman pada kebudayaan nasional, meskipun, sebagaimana nanti mudah-mudahan terlihat secara lebih jelas, tidak dalam setiap keadaan para pelaku bertindak dengan berpedoman pada kebudayaan nasional.

Tindakan-tindakan sosial tiap pelaku, atau tindakan yang diwujudkan oleh seorang pelaku terhadap orang lain, banyak tergantung pada tujuan pelaku, bagaimana pelaku melihat keadaan yang dihadapi, motivasi dan tenaga yang menggerakkan pelaku untuk berbuat, serta nilai dan aturan pelaku yang dijadikan pedoman dalam bertindak.

Tindakan antar warga masyarakat mengakibatkan terbentuknya berbagai sub-sistem dari masyarakat yang juga disebut sektor kehidupan bermasyarakat, seperti keluarga, ekonomi (terutama sebagai sistem produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa), kesehatan, ibadah agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, serta sastra dan seni. Masing-masing sub-sistem ini pun diatur oleh sistem budaya tertentu, yang juga dikenal sebagai pranata masyarakat yang bersangkutan , yang mengakibatkan para pelakunya cenderung memperhatikan sifat-sifat kepribadian birokrasi, kepribadian pengusaha, kepribadian petani, dan sebagainya.

Keluarga, misalnya, merupakan sub-sistem yang menyelenggarakan sosialisasi warga-warga baru masyarakat, yang biasanya lahir dan diasuh dalam kolektiva keluarga, melalui internalisasi unsur-unsur budaya  yang mengatur masyarakat yang bersangkutan. Para warga baru dipersiapkan, semula terutama oleh ibu, kemudian  juga oleh orang tua lain dan sekolah, agar dapat menjalankan peranan dalam kehidupan bermasyarakat, dalam bidang ekonomi, agama,  politik dan sebagainya.

Keluarga tidak hanya berfungsi sebagai satuan sosial yang menyelenggarakan sosialisasi tapi juga sebagai satuan yang memberikan kepuasan emosional dan rangsangan perasaan bagi para anggotanya. Sebagai satuan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi sistem ekonomi serta mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sistem politik dan ikut melaksanakan keputusan politik yang dibuat oleh para pemimpin politik; satuan agama yang meletakkan dasar-dasar keyakinan agama para anggotanya dan merangsang para anggota melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianut dan sebagainya.

Sesungguhnya masih banyak orang pribumi di Indonesia yang dalam kenyataannya belum berperan dalam masyarakat Indonesia di luar kolektiva sosial kewilayahan dimana mereka hidup, yaitu masyarakat setempat masing-masing. Di wilayah negara Republik Indonesia tidak hanya terdapat juga masyarakat-masyarakat yang lebih dari 190.000.000 orang, melainkan terdapat juga masyarakat-masyarakat yang lebih terbatas, seperti masyarakat daerah dan masyarakat setempat, dan komuniti. Masing-masing masyarakat ini pun, seperti masyarakat jawa, masyarakat sunda, masyarakat Madura, masyarakat Melayu, masyarakat Bali dan masyarakat Bugis, dan Makassar dapat ditanggap sebagai sistem sosial tersendiri yang di atur oleh sistem budaya tersendiri dari warga-warga masyarakat yang memiliki kepribadian yang sedikit banyaknya terbentuk oleh kebudayaan dan struktur sosial masyarakat dimana mereka terbentuk oleh kebudayaan dan struktur sosial masyarakat dimana mereka dibesarkan.

Bila mana seseorang semata-mata bertindak dengan mengacu pada kebudayaan masyarakat daerahnya saja, ia tidak dapat dianggap telah ikut berperan sebagai pelaku dalam masyarakat Indonesia yang lebih besar. Dilihat secara analitik, banyak orang pribumi di wilayah Indonesia masih hanya berperan sebagai anggota masyarakat daerah asalnya saja. Penggambaran demikian tidak berarti bahwa dalam setiap keadaan seseorang dituntut untuk bertindak sebagai warga masyarakat Indonesia. Seseorang dapat menganggap diri anggota masyarakat daerah tertentu dan berperan sesuai dengan keanggotaannya, seperti dalam kehidupan keluarga, tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti di kantor, di perguruan, di perusahaan, dan terminal bis, juga berperan sebagai anggota masyarakat Indonesia dengan mengacu pada kebudayaan Indonesia.

Tentu saja diharapkan agar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya semua orang Indonesia  dalam kenyataan memang menjalankan berbagai peranan sebagai warga masyarakat Indonesia di samping menjalankan peranan-peranan sebagai anggota kolektiva-kolektiva kewilayahan lain sebagaimana dituntut oleh apa yang dinamakan ikatan-ikatan pimordialnya. Bahkan, tidak semua pelaku di wilayah Indonesia dapat dianggap sebagai warga masyarakat Indonesia. Ada banyak orang-orang lain, seperti para pejabat perwakilan asing dan para wisatawan dari luar negeri, dianggap  bukan warga masyarakat; orang-orang lain demikian diperlukan sebagai orang asing.

Masyarakat melangsungkan kehidupannya dengan diatur oleh negara ataupun diatur oleh negara. Di Indonesia masyarakat yang menyeluruh semakin banyak dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kepentingan bangsa Indonesia, Negara Republik Indonesia, dan berbagai umat agama.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

  1. Teori sosiologi yang menyeluruh itu adalah menjelaskan tentang kenyataan sosial secara menyeluruh
  2. Cara para ahli memperhatikan perkembangan berbagai gejala sosial tertentu di masa lampau adalah dengan kolektiva sosial, yaitu sejumlah orang secara bersama mengacu pada sejumlah nilai dan aturan yang sama dan mempunyai sejumlah kepentingan yang sama yaitu memperhatikan  gejala sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Harsla W. (1972), The Legitimacy of The Military as A National Institution, dalam : Kebijakan dan perjuangan : Buku Kenangan untuk Letnan Jendral Dr. T. B. Simatupang, Jakarta ; Bpk Gunung Mulia hal. 90-103

_____ (1977). Buraeucracy and Formatika in Indonesia, Bijdragen  tot de taal. Land en volkenteunde, CXX VIII (4), 430-446.