Peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran kooperatif. Sebelumnya saya telah menulis tentang Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share, pengertian pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran inquiri. Nah, kali ini kita akan berbicara mengenai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan model belajar kooperatif tipe think pair share.
Pendidikan adalah proses interaksi bertujuan, interaksi ini terjadi antara guru dan siswa, yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan satuan tindakan yang memungkinkan terjadinya belajar dan perkembangan (Dimyati, 1996). Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik bergantung pada dua unsur yang saling mempengaruhi, yakni bakat yang dimiliki oleh peserta didik sejak lahir, dan lingkungan yang mempengaruhi hingga bakat itu tumbuh dan berkembang (Hamalik, 2003).
Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Dalam pelaksanaannya ketiga kegiatan tadi harus berjalan secara serempak dan terpadu, berkelanjutan, serta serasi dengan perkembangan anak didik serta lingkungan hidupnya (Munib, 2004).
Pendidikan merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Seorang guru dalam pendidikan memegang peranan yang penting. Guru tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam pengalaman teoretis tapi juga harus memiliki kemampuan praktis. Kedua hal ini sangat penting karena seorang guru dalam pembelajaran bukanlah sekedar menyampaikan materi semata tetapi juga harus berupaya agar mata pelajaran yang sedang disampaikan menjadi kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan mudah dipahami bagi siswa. Apabila guru tidak dapat menyampaikan materi dengan tepat dan menarik, dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa, sehingga mengalami ketidaktuntasan dalam belajarnya.
Strategi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan, harus didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar siswa. Selanjutnya dikatakan pula bahwa kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran (Harjanto, 1997).
Secara teoretis cukup mudah untuk mempelajari semua metode atau model yang disarankan oleh para pakar pendidikan dan pakar pembelajaran, akan tetapi dalam praktek sangat sulit diterapkan. Jika akan dikaitkan dengan kekhususan mata pelajaran atau bidang studi yang masing-masing telah memiliki standar materi dan tujuan-tujuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Khususnya dalam mata pelajaran matematika, masih susah membuat siswa tertarik untuk belajar.
Matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di segala jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) sampai pada jenjang perguruan tinggi. Matematika memegang peranan penting dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sebab dalam matematika terkandung berbagai konsep yang logis dan realistis yang mampu membentuk pola pikir manusia dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini sejalan dengan yang telah dikemukakan oleh Djaali (Soedjana, 1986) bahwa matematika merupakan sarana berfikir ilmiah, memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Pada dasarnya pembelajaran merupakan hasil sinergi dari tiga komponen pembelajaran utama yakni siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.
Sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, disinilah tugas guru matematika untuk senantiasa meningkatkan keterampilan dan kualitas intelektual di dalam kegiatan pembelajaran, bahkan guru pelajaran matematika perlu tampil di setiap kesempatan baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator, fasilitator maupun sebagai dinamisator dengan cara menerapkan model pembelajaran matematika yang berkompeten.
Ketidaktahuan akan penyajian materi pembelajaran oleh seorang guru dapat berakibat menurunnya motivasi dan apresiasi siswa dalam proses belajar. Hal ini tentunya dapat mengurangi kualitas belajar. Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi atau bahkan menerapkan metode atau model pembelajaran baru yang lebih disukai siswa dan meningkatkan keaktifannya. Salah satu peran guru yang terpenting adalah bagaimana mereka dapat mencerdaskan dan mempersiapkan masa depan anak didik melalui kegiatan belajar yang benar-benar kreatif, terbuka, dan menyenangkan.
Salah satu model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru dalam kelas adalah pembelajaran konvensional, yang bila tidak dikemas dengan baik tidak akan menarik perhatian siswa, karena cenderung menghafalkan rumus dan symbol dalam matematika (Darmawan, 2002). Pembelajaran konvensional cenderung meminimalkan keterlibatan siswa sehingga guru nampak lebih aktif. Demikian halnya model pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1 Tanete Rilau. Sikap siswa yang terbiasa pasif dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik.
Kondisi fisik SMA Negeri 1 Tanete Rilau sudah baik dan memenuhi syarat atau layak sebagai lembaga pendidikan. Sarana-prasarana pada umumnya sudah lengkap sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas berjalan lancar.
Meskipun sudah memiliki sarana pembelajaran lengkap seperti dijelaskan di atas namun model pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1 Tanete Rilau masih belum bisa menumbuhkan minat siswa untuk belajar secara aktif khususnya mata pelajaran matematika. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas XI IPA1 realitas yang terjadi dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran matematika guru memegang kendali penuh di dalam kelas. Siswa menjadi pendengar yang baik dan pencatat yang tekun tentang materi pelajaran yang disampaikan guru. Meskipun demikian, peneliti melihat bahwa hanya sebagian kecil siswa di kelas ini kurang bersemangat dalam menerima pelajaran matematika. Pada umunya siswa sudah memiliki semangat belajar yang tinggi terbukti dengan keaktifannya dalam menjawab serta bertanya kepada guru. Selain itu, siswa juga mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dengan baik.
Setelah dihubungkan dengan nilai ulangan, ternyata keaktifan siswa di kelas tidak sesuai dengan hasil belajarnya. Hanya ada beberapa siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar namun nilainya tidak terlampau jauh dengan nilai standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi matematika SMA Negeri 1 Tanete Rilau tahun 2010, diketahui bahwa perolehan hasil belajar matematika siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 hanya rata-rata 52% siswa yang tuntas/kompeten. Tuntutan Standar Ketuntasan Belajar Minimum (SKBM) secara klasikal harus 65% dan prinsip pembelajaran yang diterapkan sekarang ini adalah prinsip pembelajaran tuntas. Hal ini berbanding terbalik dengan sikap yang ditunjukkan siswa di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut guru bersangkutan tujuan pembelajaran sudah tercapai namun hasil belajar yang diperoleh siswa setiap ulangan masih kurang dan siswa yang berada dalam ketegori tuntas belum mencapai 75% dari keseluruhan siswa.
Gambaran tersebut menunjukkan masih rendahnya efektivitas pembelajaran di dalam kelas, karena efektivitas pembelajaran tidak hanya dilihat dari aktivitas dan respons siswa terhadap pelajaran akan tetapi bagaimana mengelola kelas dengan baik agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan dan penyaluran ilmu secara merata sehingga tidak terjadi kesenjangan yang mencolok dalam hal hasil belajar siswa. Untuk itu diperlukan alternatif untuk penyelesaian masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran baru yang dapat melibatkan siswa secara keseluruhan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang bisa diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini lebih mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya secara bersama-sama, saling bertukar pikiran satu sama lain dan saling melengkapi kekurangan diantara anggota kelompoknya. Selain itu, dengan model pembelajaran kooperatif ini guru akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengamati perkembangan keaktifan siswa pada waktu mereka melakukan kerja kelompok.
Model Pembelajaran Kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa dan mendorong partisipasi mereka dalam kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Model Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share membantu siswa mengintepretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share cocok digunakan di SMA karena kondisi siswa SMA yang masih dalam masa remaja membuat mereka menyukai hal baru dan lebih terbuka dengan teman sebaya dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dipilih model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) karena model pembelajaran ini memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) maka akan menambah variasi model pembelajaran di SMA Negeri 1 Tanete Rilau yang lebih menarik, menyenangkan, meningkatkan aktivitas dan kerja sama siswa. Strategi Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share