Latar Belakang
Salah satu sarana untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah melalui pendidikan yang akan menghasilkan manusia-manusia pembangunan yang cerdas dan terampil, yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Di dalam tahap MPR RI. No. 11/MPR 1988 (GBHN) tercantum bahwa :
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, dan terampil, serta sehat jasmani dan rohani (Sekretariat Negara RI Undang-undang Dasar P4 GBHN 103).
Sebagai konsekuensi dari tujuan tersebut di atas, maka seyogianya pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kunci utama dalam menyukseskan pembangunan di bidang pendidikan.
Rendahnya kualitas pendidikan ditandai oleh rendahnya hasil belajar yang dicapai pelajar atau siswa. Menurut hasil penelitian Tim Penilaian dari badan penelitian dan pembangunan pendidikan dan kebudayaan (BP3K) mengatakan bahwa “salah satu sebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah cara guru mengajar yang kurang baik di berbagai tingkat sekolah” (Muh. Al Guru, 1989).
Dalam konteks pendidikan formal kegiatan utama pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar, dengan kata lain kegiatan belajar mengajar merupakan inti proses dalam pendidikan yang paling utama. Jadi, yang utama dalam upaya kebaikan adalah meliputi semua komponen yang terlibat dalam proses belajar mengajar seperti guru, murid, tujuan, metode, materi ajar, dan waktu yang dikelola dengan baik agar setiap komponen dapat berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Untuk melaksanakan suatu proses belajar yang efisiens dan efektif sesuai dengan tuntutan zaman tidak mungkin dicapai hanya karena metode yang bersifat komunikatif satu arah, melainkan metode yang bersifat multi arah yakni antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
Pada dasarnya dalam melaksanakan pembelajaran faktor yang paling mempengaruhi adalah lingkungan dan iklim. Pembelajaran haruslah menarik dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk memperhatikan pelajarannya. Berbeda dengan Madrasah Aliyah Muallimin Muhammadiyah Makassar yang masih menerapkan pembelajaran yang konvensional yaitu pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan metode ceramah. Sekolah ini juga mempunyai karakteristik siswa yang beragam. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti penerapan pembelajaran yang dapat menciptakan situasi belajar yang efektif, dapat memotivasi siswa atau merangsang siswa untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Adapun penerapan yang dimaksud peneliti adalah pembelajaran umpan balik yaitu pembelajaran yang memberikan informasi kembali atau inforcement tentang hasil yang diperolehnya pada saat ulangan, dengan itu mereka dapat mengetahui apakah telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Dengan ini dapat memberikan penguat pada mereka atau siswa untuk penampilan yang berhasil.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana hasil belajar kognitif siswa sebelum pembelajaran umpan balik pokok bahasan impuls dan momentum siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar?
- Bagaimana hasil belajar kognitif siswa sesudah pembelajaran umpan balik pokok bahasan impuls dan momentum siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar?
- Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran umpan balik pokok bahasan impuls dan momentum siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar?
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah hipotesis dari penelitian ini merupakan dalam bentuk hipotesis kerja yaitu pengujian hipotesis yang akan membawa
kepada kesimpulan akhir, apakah menerima atau menolak hipotesis? Agar pemilihan lebih terperinci maka diperlukan hipotesis alternatif yang kemudian disebut H1 dan hipotesis nol yang kemudian disebut H0. Dari uraian tersebut penulis dapat mengambil hipotesis yaitu terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah penggunaan penerapan pembelajaran umpan balik pada pokok bahasan impuls dan momentum siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar.
Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji-t dengan kriteria sebagai berikut:
H0 : m1 = m2 (tidak terdapat perbedaan)
H1 : m1 ¹ m2 (terdapat perbedaan)
Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pemahaman terhadap maksud judul draft ini, maka ada beberapa variabel yang perlu dikemukakan pengertiannya antara lain:
- Pembelajaran, kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan dari bahasa Inggris instruction, mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada pengajaran, jika kata pengajaran ada dalam konteks guru, murid di kelas formal maka pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri guru secara fisik. Jadi kata pembelajaran merupakan usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa (Arif. S. Sardiman, 1990:7).
- Umpan balik diartikan sebagai pengambilan hasil ulangan terhadap siswa setelah hasil mangannnya diperiksa, diberi nilai, diberi catatan-catatan perbaikan dan penjelasan tentang jawaban yang sebenarnya.
- Hasil belajar kognitif adalah tingkat penguasaan siswa dalam memperoleh pengetahuan pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran terhadap pokok bahasan yang diajarkan sebagai eksperimen berlangsung yang ditandai dengan selisih skor yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir.
Dari pengertian variabel yang tertera pada judul tersebut di atas maka peneliti dapat mengemukakan pengertian yang terkandung secara operasional yaitu hasil yang diperoleh seorang setelah melakukan kegiatan belajar dengan pemberian umpan balik. Hasil itu berupa percakapan atau pemahaman siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar, pokok bahasan impuls dan momentum. Skor hasil belajar diperoleh dari hasil pemberian berhasil belajar.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
- Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa sebelum pemberian umpan balik.
- Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa sesudah pemberian umpan balik.
- Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran umpan balik.
Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah
- Sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dijadikan masukan bagi semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan pengajaran, khususnya dalam dunia pendidikan fisika, sehingga dapat ditempuh suatu kebijakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar.
- Merupakan latihan bagi penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah sehingga dapat mengembangkan proses berpikir ilmiah dan pengkajian faktor-faktor empiris.
Tinjauan Pustaka
Pembelajaran Umpan Balik
Umpan balik (reinforcement) adalah pemberian informasi kembali terhadap hasil ulangan yang diperoleh siswa dengan nilai atau angka, catatan-catatan, dan menjelaskan kembali jawaban yang sebenarnya.
Menurut Gagne umpan balik adalah dimana para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement (penguat) pada mereka untuk penampilan yang berhasil (IPA Udin, S. W., 1993: 157-158).
Pendapat lain umpan balik hanya dimaksudkan untuk mencari informasi sampai dimana murid mengerti bahan yang telah bahas. Selain itu murid atau siswa juga diberi kesempatan untuk memeriksa diri sampai dimana mereka mengerti bahan tersebut, sehingga mereka dapat melengkapi pengertian-pengertian yang belum lengkap.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa umpan balik adalah suatu cara untuk mencari informasi tentang penampilan siswa yang sampai dimana siswa itu mengerti bahan yang diajarkan atau bahan yang telah dibahas, sehingga dapat memberikan penguat pada mereka yang telah berhasil, begitu juga dengan guru dapat memberikan penguat tentang keberhasilannya dalam mengajar.
Penguatan merupakan salah satu model pembelajaran dalam mengorganisasikan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar yang dapat menciptakan situasi belajar yang efektif, karena model ini berorientasi pada modifikasi perilaku dalam pembentukan perilaku tertentu. Pendapat ini sejalan pengertian penguat berikut:
Penguat adalah pemberian respon dalam interaksi belajar mengajar, baik berupa pujian maupun sanksi, pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keaktifan belajar dan mencegah berkurangnya kesalahan peserta didik.
Hasil Belajar
Pengertian Belajar dan Teori Belajar
Jika pendidikan merupakan suatu proses pewarisan dan pengembangan kebudayaan dari generasi ke generasi atau proses mendewasakan siswa, generasi berikutnya atau siswa itu harus melakukan serangkaian kegiatan yang disebut belajar. Salah satu kegiatan belajar dari proses belajar yang sangat panjang dan kompleks adalah belajar di sekolah. Belajar dalam artian itu, siswa mengikuti pelajaran, berbagai macam bahan yang dipelajari, mengingat, dan memproduksinya sebaik mungkin jika diperlukan, misalnya pada saat mengikuti tes atau ulangan.
Untuk memahami isi pelajaran, menguasai keterampilan-keterampilan yang diperlukan, dan untuk menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya melakukan berbagai aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Dengan demikian, siswa mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau yang mungkin dihadapi. Pengertian belajar itu sejalan dengan pengertian belajar berikut bahwa belajar adalah “suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh” (Sardimans , 2003:2-3).
Selanjutnya The Liang Gie mengemukakan pendapatnya bahwa:
Belajar adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengaktifkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya sedikit permanen (The Liang Gie, 1986:14).
Kedua pengertian yang dikemukakan itu sesuai dengan teori belajar koknitionisme yang dipelopori oleh bahwa belajar adalah “usaha untuk membentuk hubungan antara respon dan rangsangan” (Ratna Wilis Duhar, 1981:23).
Teori belajar koknitionisme itu berprinsip bahwa semua proses belajar terjadi karena adanya suatu rangsangan. Sebagai suatu tanggapan atas rangsangan timbul perubahan tingkah laku. Akibat hubungan antara rangsangan dan respon terjadi suatu perubahan tingkah laku yang meningkat dan bersifat positif. Teori belajar koknitionisme itu berhubungan dengan organisme atau individu untuk melakukan sesuatu. Jika organisme dan individu telah berbuat dan siap melakukan perbuatan, organisme atau individu menjadi senang dalam melakukan perbuatan, sebaliknya, jika organisme atau individu belum siap untuk berbuat, organisme atau individu itu tidak senang dalam melakukan perbuatan.
Penguatan hubungan antara rangsangan dengan respon sangat bergantung pada tingkat kepuasan atau akibat yang ditimbulkan dari hubungan itu. Dengan demikian proses belajar mengajar harus dapat memberikan kepuasan dan menghindari efek derita atau kekecewaan. Jadi, kuat lemahnya hubungan antara rangsangan dengan respon bergantung pada tingkat kepuasan yang diperoleh.
Gagne mengemukakan bahwa “ada delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act), hal ini dipandang dari model belajar siswa. Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa atau guru, setiap fase dipasangkan dengan satu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Salah satu dari fase itu adalah fase umpan balik di mana para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement (penguat) pada mereka untuk penampilan yang berhasil” (Udin. S. W. 1993; 157-158).
Berdasarkan pendapat di atas bahwa salah satu fase atau kejadian eksternal yang dapat dilakukan dalam kegiatan belajar adalah fase umpan balik. Dalam hal ini, fase umpan balik itu dapat menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan, sehingga dapat memberikan reinforcement (penguat) pada mereka yang belum berhasil.
Pengertian Mengajar
Dalam kegiatan belajar siswa berinteraksi dengan lingkungannya yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Proses yang terjadi akibat interaksi antara siswa dengan lingkungan sekolah adalah proses belajar mengajar. Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan kepada seseorang sebagai yang menerima pelajaran atau peserta didik sedangkan mengajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan oleh seorang guru yang menjadi pengajar.
Kegiatan belajar mengajar telah berlangsung sejak manusia diciptakan dengan memulai kehidupannya. Pengertian mengajar pun sangat luas dan kompleks sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh William H. Burton bahwa mengajar adalah “upaya dalam memberikan rangsangan atau stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar” (Thabrani Rustam, 1989:26).
Selanjutnya Muh Ali mengemukakan bahwa mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Berdasarkan dua pengertian mengajar diatas bahwa mengajar itu bukan hanya upaya guru menyampaikan bahan, melainkan bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.
Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howward Kingsley (Nana Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar tersebut dapat diisi dengan bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum.
Sedang Gagne (Nana Sudjana, 2006) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) informasi intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris.
Menurut Benjamin S. Bloom pengelompokan tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri siswa, yaitu:
1) Ranah proses berpikir (cognitive domain),
2) Ranah nilai atau sikap (affective domain), dan
3) Ranah keterampilan (psychomotor domain) (Anas Sudijono, 1996:49).
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti hanya menilai/meneliti siswa dari segi ranah kognisinya.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom bahwa segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk ranah kognitif. (Anas Sudijono, 1996:49-50).
Dalam ranah kognitif terdapat empat jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksudkan adalah:
1) Pengetahuan (knowledge), selanjutnya disebut C1.
2) Pemahaman (colprehension), selanjutnya disebut C2
3) Analisis (analysis), selanjutnya disebut
4) Sintesis (synthesis), selanjutnya disebut
5) Evaluasi (evalution), selanjutnya disebut (Eman Suherman, 2003:223-224).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Proses belajar mengajar merupakan proses yang kompleks sifatnya. Kekompleksan itu disebabkan oleh banyaknya faktor yang berpengaruh yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai oleh peserta didik.
Dengan demikian membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa diklasifikasikan oleh Prof. Dr. Sumadi Suryabrata sebagai berikut:
Faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik digolongkan menjadi dua golongan yaitu
a) Faktor-faktor non sosial, dan
b) Faktor-faktor sosial.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a) Faktor-faktor fisiologis, dan
b) Faktor-faktor psikologis.
Hal di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa pada garis besarnya terbagi atas dua bagian pokok yaitu; faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik biasa juga disebut faktor internal, dan faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik bisa juga disebut faktor eksternal.
Motivasi Belajar
Pengertian Motivasi
Berdasarkan pengertian belajar yang telah diuraikan di atas, proses belajar itu memperlihatkan ciri-ciri yang sama yaitu mengakibatkan adanya perubahan dalam diri orang yang melakukan kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses yang didasari dan bertujuan. Oleh karena itu, belajar merupakan suatu aktivitas yang melahirkan perubahan atau penyesuaian diri dari tercapainya cara-cara baru dalam bertindak dan berbuat. Setiap terjadinya perubahan dalam arti perkembangan setiap itu pula individu mengalami hal-hal baru namun demikian, tidak mutlak bahwa aktivitas baru merupakan hasil belajar.
Di dalam kelas biasa ditemukan adanya reaksi yang berbeda berbagai tugas dan materi pelajaran yang diberikan. Ada sebagian siswa yang langsung tertarik dan menyenangi mata pelajaran yang baru, tetapi ada juga yang menerima dengan perasaan jengkel. Begitu pula ditemukan dua orang murid yang memiliki tingkat kecerdasan atau pemahaman yang relatif sama, tapi hasil belajar itu dapat dijelaskan dengan perbedaan motivasi yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
Menurut J. P. Chaplin dalam bukunya Soli Ambimayu mengemukakan bahwa motivasi adalah merupakan dorongan atau sesuatu yang menyebabkan muncul, terpeliharannya tingkah laku untuk mencapai tujuan.
Sedangkan Mc Donal menemukan bahwa motivasi adalah “perubahan energi dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”. (Oemar Hamalik, 2008: 158).
Dengan demikian, motivasi dapat diartikan sebagai energi penggerak dan pengarah yang mengakibatkan tingkah laku seseorang menjadi bergairah dan tidak mudah putus asa dalam mencapai tujuan.
Cara-cara menimbulkan motivasi
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam merangsang siswa, dalam belajar yang merupakan motivasi atau dorongan ekstrinsik, diantaranya adalah pemberian hukuman, penghargaan, celaan, persaingan, kompetisi, hadiah dan pemberitahuan tentang kemajuan belajar siswa.
@ Pemberian penghargaan dan celaan
Para ahli pendidikan sepakat bahwa penghargaan sangat efektif dalam membangun motivasi. Penelitian Cumbo membuktikan bahwa bagaimanapun juga tanpa memperhatikan jenis kelamin dan kemampuan dasar penghargaan sangat efektif untuk memotivasi siswa untuk belajar.
Sebaliknya menurut Sardiman (2003) dalam bukunya interaksi dan motivasi belajar mengajar “bahwa pemberian celaan kurang menumbuhkan motivasi bagi anak dalam belajar”.
Dari uraian di atas, jelas bahwa dalam pelaksanaan proses belajar mengajar guru harus menyadari pemberian celaan atau pujian yang berlebihan atau terus menerus akan berpengaruh buruk pada perkembangan jiwa anak.
@ Persaingan dan kompetensi
Banyak ahli pendidikan yang kurang setuju dengan perkembangan motivasi sesuai melalui persaingan diantara siswa menurut Crombach sebagaimana dikutip Elida Prayitno (1989:15) bahwa motivasi itu adalah sebagai berikut :
“Memotivasi dengan menimbulkan persaingan diantara siswa berarti mengadu siswa dengan jalan menimbulkan pertentangan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
Pendapat lain bahwa saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. (Sardiman, 2003: 93).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persaingan/kompetisi dapat menimbulkan motivasi siswa dalam belajar dengan jalan pertentangan antara siswa yang satu dengan yang lain.
@ Hadiah dan hukuman
Hadiah dan hukuman bentuknya lebih konkret dari pada penghargaan dan celaan. Hadiah sebagai alat untuk memotivasi siswa dapat menjadi penguat tingkah laku siswa. Siswa-siswa yang melakukan perbuatan atau pekerjaan dengan baik diberi penghargaan oleh guru. Hadiah atau penghargaan dapat bersifat verbal atau material. Yang penting diperhatikan dalam membangun motivasi dengan menggunakan hadiah dalam bentuk hadiah itu.
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut (Sadriman, 2003:9).
Hukuman sebagai alat untuk memotivasi siswa lebih banyak memberikan pengaruh psikologis yang negatif dibandingkan motivasi yang ditimbulkan. Menurut Glaser dalam bukunya Elida Prayitno mengatakan bahwa “hukuman dapat meningkatkan motivasi belajar, namun siswa akan berhenti belajar jika hukuman ditiadakan” (Elida Prayitno, 1989).
@ Pemberitahuan tentang kemajuan belajar
Kegembiraan dan kegairahan untuk lebih meningkatkan kegiatan belajar akan timbul di dalam diri siswa jika siswa-siswa mengetahui kemajuan yang telah dicapainya. Hasil penelitian Rudolf sangat menyokong keyakinan Sardiman (2003:19) yang menyatakan bahwa dengan diketahuinya kemajuan nyata yang diperoleh siswa usaha berikutnya akan terangsang. Patut diingat bahwa perasaan sukses harus dibentuk di dalam diri siswa untuk membangun motivasi siswa dalam belajar.
@ Motivasi tugas
Tugas yang disusun oleh guru atau siswa dapat dipakai untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Pendapat Elida Prayitno (1989:23) mengatakan bahwa: “Seorang siswa termotivasi dengan tugas karena keinginan memenuhi kebutuhan untuk sukses dan menjauhi kegagalan dalam belajar”.
Pendapat lain bahwa ‘para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi (Sardiman, 2003:93)
Dengan demikian, jika para siswa memiliki kebutuhan untuk sukses yang tinggi, maka mereka bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugas belajar atau ulangan dengan sebaik-baiknya.
@ Motivasi penguatan
Motivasi penguatan dapat dilaksanakan dengan cara memberitahukan anak tentang keberhasilan dalam belajar memberikan penghargaan, menunjukkan hasil tugas-tugas yang dikerjakan siswa, dan memberikan nilai dan komentar hasil ulangannya setelah ulangan itu diperiksa, pengetahuan siswa tentang bagaimana seharusnya tugas-tugas belajar dikerjakan dan seberapa jauh siswa telah berhasil dapat menjadi motivasi bagi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajar sukses atau mampu belajar.
Untuk memberi tahu siswa tentang sampel seberapa jauh siswa telah berhasil dan bagai mana siswa harus mengerjakan tugas-tugas penting, pemberian penguatan perlu dilakukan agar siswa termotivasi seperti memberikan motivasi penguatan melalui kertas-kertas tugas atau ulangan siswa. Kertas-kertas atau ulangan siswa di samping di beri nilai juga di beri komentar dan sarana-sarana tentang bagaimana seharusnya siswa bekerja. Menurut page dan morgan dalam bukunya Elida Prayitno mengemukakan bahwa “pemberian nilai, komentar dan saran-saran dalam kertas ulangan dapat meningkat mutu tugas dan hasil ulangan berikutnya”.
Evaluasi Dalam Proses Belajar-Mengajar
Pengertian evaluasi
Evaluasi merupakan bagian penting dalam proses belajar-mengajar karena dengan evaluasi dapat di tentukan tingkat keberhasilan suatu program sekaligus juga dapat diukur hasil-hasil yang dicapai suatu program evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai situasi yang ada dan situasi yang diharapkan. Dengan demikian salah satu ciri yang penting dari kegiatan evaluasi ialah adanya kriteria yang di jadikan dasar dalam menarik kesimpulan.
Menurut Wayan Nurkancana bahwa :
Evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan (Wayang Nurkancana, 1986:1).
Selanjutnya Raka Joni dalam bukunya Wuluyo memberikan pengertian evaluasi adalah suatu proses dimana kita mempertimbangkan barang atau gejala dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
Sesuai pendapat tersebut maka evaluasi dalam proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
Fungsi penilaian dalam meningkatkan motivasi
Banyaknya siswa yang meningkat kegairahan belajarnya karena siswa tahu akan ada penilaian dan ingin mendapatkan hasil yang baik. Namun, demikian, tidak jarang penilaian yang dilakukan oleh guru justru melemahkan keinginan siswa untuk belajar.
Menurut Nurkancana bahwa :
Fungsi penilaian adalah untuk mendapatkan informasi dan menentukan apakah seorang anak dapat dinaikkan ke dalam kelas yang lebih tinggi ataukah harus mengulang di kelas semula. Apabila berdasarkan hasil evaluasi dari sejumlah bahan pelajaran yang kita berikan seorang anak telah memenuhi syarat-syarat minimal untuk dinaikkan ke dalam kelas yang lebih tinggi maka anak tersebut dapat kita naikkan.
Penilaian yang dapat meningkatkan kegiatan belajar siswa adalah penilaian yang direncanakan dan digunakan untuk mendapatkan informasi tentang sampel seberapa jauh siswa sudah menguasainya. Penilaian itu memberikan umpan balik bagi usaha peningkatan prestasi siswa selanjutnya.
Ciri-ciri penilaian yang baik
Penilaian yang baik dalam arti meningkatkan usaha-usaha siswa dalam belajar adalah kalau penilaian itu terencana dan terkait dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai siswa selama proses belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan secara terus menerus selama prose belajar mengajar berlangsung. Adapun ciri-ciri penilaian dalam pendidikan menurut Suharsimi Arikunto adalah sebagai berikut:
a) Penilaian dilakukan secara tidak langsung
b) Penilaian pendidikan bersifat kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran.
c) Penilaian pendidikan, yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan, unit-unit atau satuan-satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal
d) Penilaian pendidikan adalah bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.
e) Bahwa dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan (Suharsimi Arikunto. 1991: 11-13).
Dalam penilaian bukan hanya mementingkan hasil semata-mata tetapi yang lebih dipentingkan adalah usaha-usaha siswa untuk belajar dapat ditingkatkan. Kalau siswa tidak meningkatkan usaha belajar tidak mungkin mendapatkan hasil atau nilai yang baik.
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi
Untuk lebih mudah memahami tentang populasi dalam penelitian ini terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian tentang populasi sebagai berikut:
Populasi adalah keseluruhan aspek tertentu dari ciri-ciri fenomena atau konsep yang menjadi pusat perhatian (Arif Tiro, 2003:3). Pendapat lain dikemukakan bahwa populasi adalah ‘keseluruhan subjek penelitian” (Suharsimi Arikunto, 2006:130)
Berdasarkan pengertian populasi di atas maka, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah objek penelitian yang menjadi pusat atau sasaran dalam penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar, yang berjumlah 23 orang.
Sampel
Sampel adalah suatu proporsi kecil dari populasi yang seterusnya diteliti, yang dipilih, atau ditetapkan untuk keperluan analisis (Anas Sudijono, 2006:280)
Dengan melihat MA Muallimin khususnya pada kelas XI yang dijadikan sasaran dalam penelitian ini adalah terdapat satu ruangan, maka sampel yang digunakan adalah sampel total (sampel jenuh), artinya jumlah seluruh populasi adalah subjek penelitian.
Adapun cara pengambilan sampel mengacu pada pendapat bahwa “Apabila subjeknya kurang dari seratus, lebih baik diambil keseluruhannya (Suharsimi Arikunto, 2006:134). Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini adalah seluruh Siswa Kelas XI MA Aliyah Muhammadiyah Makassar.
Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, calon penelitian menggunakan tiga metode pengumpulan data:
Tes
Tes digunakan sebagai metode untuk mendapatkan data tentang hasil belajar kognitif Siswa Kelas XI MA Muallimin Muhammadiyah Makassar yang berisi soal-soal yang berkaitan dengan pokok pembahasan impuls dan momentum. Tes ini terbagi dua macam yaitu pre test dan post test. Adapun pre test adalah tes yang diberikan kepada siswa mengenai bahan yang diajarkan kepadanya sebelum kegiatan belajar mengajar (Suryosubroto, 1997: 161). Pre test diberikan kepada siswa bertujuan untuk mengetahui sampai dimana tingkat penguasaan materi khususnya pokok bahasan impuls dan momentum, post test adalah tes yang diberikan kepada siswa setelah proses belajar selesai (Suryasubroto, 1997:161) post test bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan pembelajaran pemberian umpan balik pada pokok bahasan impuls dan momentum.
Pedoman Observasi
Pedoman observasi dalam penelitian ini merupakan jurnal harian yang meliputi enam indikator yang diamati pada saat proses belajar mengajar yaitu:
1) Kehadiran siswa
2) Siswa yang memperhatikan materi yang diajarkan guru.
3) Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat pembahasan materi pembelajaran
4) Siswa aktif mengerjakan soal di depan
5) Siswa yang rajin bertanya
6) Siswa menjawab ketika diajukan pertanyaan tentang materi pelajaran.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan yaitu penelitian menerapkan perlakukan dengan hati-hati seraya mengikuti proses serta dampak perlakukan (Suharsimi Arikunto, 2006:96).
Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, namun dapat ditambah jika dianggap perlu:
Siklus I
Perencanaan
1) Menelaah silabus mata pelajaran fisika siswa kelas XI Madrasah Aliyah Muallimin Muhammadiyah Makassar dengan tujuan menetapkan waktu pelaksanaan pembelajaran.
2) Membuat rancangan proses pembelajaran (RPP) untuk mengefektifkan pembelajaran dikelas.
3) Mempersiapkan soal-soal untuk tes awal (pre tes)
4) Mengidentifikasi keadaan siswa berupa kesiapan belajarnya dengan materi prasyarat sehubungan dengan pokok bahasan.
Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 6 kali pertemuan. Tiap minggu 2 kali pertemuan dan tiap pertemuan waktunya 2 x 40 menit. Pertemuan pertama digunakan pre test. Pertemuan kedua sampai kelima dilaksanakan untuk proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran umpan balik. Sedangkan pertemuan keenam untuk pelaksanaan post test.
Pengamatan
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi yang memuat enam indikator yang terdapat pada pedoman observasi di atas.
Refleksi
Membandingkan pre test dan post test untuk menentukan sejauh mana perbedaan hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan pemberian umpan balik, serta evaluasi tindakan I
Siklus II
Sama halnya pada siklus pertama yang meliputi:
- Perencanaan
- Tindakan
- Pengamatan
- Refleksi
Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial.
Analisis statistik deskriptif
Analisis statistik deskriptif dimaksudkan penulis adalah untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua, dengan langkah-langkah dalam penyusunan tabel frekuensinya adalah sebagai berikut:
Menentukan rentang kelas, yakni skor terbesar dikurangi skor terkecil
R = X1 – Xrp
Menentukan banyaknya kelas interval dengan rumus;
K = 1 3,3 log n
Dengan n adalah jumlah sampel
Menghitung panjang kelas interval
P = R/K
Menentukan ujung bawah kelas pertama
Membuat tabel distribusi frekuensi (Arif Tiro, 2003:116)
Menghitung rata-rata
Menghitung standar deviasi
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, H. Pengelolaan Pengajaran. IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1991.
Abimayu, Soli. Teori Belajar dan Implikasinya Dalam Proses Belajar-Mengajar. Dirjen Dikti Depdikbud Proyek Pengembangan LPTK. 1989.
Ali Muhammad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta. Dirjen Dikti Depdikbud Proyek Pengembangan LPTK. 1989.
Anas, Sudijono. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta. Rajawali. Pers. 2006.
Arif, Tiro, Muhammad. Dasar-dasar Statistika Edisi Revisi; Makassar: State Universitas of Makassar Press. 2003.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta Bumi Aksara, 1991.
_______. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta, Bumi Aksara, 2008.
_______. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta, 2006.
Bahar, Ahmado. Penentuan Cara Belajar dan Mengajar yang Efisien. Surabaya. CV. Karya Utama.
Dahar Wilis, Ratna. Teori-teori Belajar. Jakarta; Erlangga, 1988.
http://istpi.wordpress.com/2008/06/09.mengefektifkan-umpan-balik-dalam-pembelajaran.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Cet. II. Jakarta. Bumi Aksara. 2008.
Nasution S. Sosiologi Pendidikan. Bandung Jormmar. 1988.
______. Asas-asas Kurikulum. Bandung. Jormmar. 1988.
Pasaribu I. L. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. 1989.
Prayitno Elida. Motivasi dalam Belajar. Jakarta; Dikti Depdikbud Proyek Pengembangan LPTK. 1989.
Sardiman A. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Cet. IX. Jakarta; Rajawali Pers. 2003.
Sardiman. S. Arief. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali, 1990.
Sekrataris Negara RI. Undang-undang Dasar, P-4. GBHN. 1988.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. 2006.
_______. Metode Statistik. Bandung: Tarsito, 1984.
Suryosubroto. Proses Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta. 1999.
The Liang Gie. Cara Belajar yang Efisien. Cet. Ke-II, Yogyakarta. 1988.
Udin S. Winaputra, dkk. Materi Pokok Strategi Belajar Mengajar IPA. Cet. II, Jakarta. Universitas Terbuka. 1993.
Wayan Nurkancana. Evaluasi Pendidikan. Surabaya; Usaha Nasional. 1986.
Salam …