Analisis Semiotik Menurut Sistem Kode Roland Barthes

ANALISIS

Ada lima kode yang dipaparkan oleh Roland Barthes dalam analisis  teks sastra, baik cerpen maupun novel yaitu adalah:

Kode Aksi/Tindakan (proairetik code)

Kode ini merupakan perlengkapan utama teks cerpen atau novel. Setiap aksi atau tindakan dalam  cerita dapat disusun dan sistematisakan (codification).

Dalam novel ini, aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama (Boy) banyak sekali, bahkan tidak hanya menempati satu titik yaitu diam tetapi aktif.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan kalimat berikut:

“….tanpa mengurangi kecepatan sedikit pun, Boy membelokkan motornya memasuki halaman kampus”

“Dilemparkannya tasnya begitu saja ke perut Toto”

“….bergegas Boy mencari bangku kosong”

“….yang ini bagus, Ning “kata Boy sambil meraih gaun yang paling dekat tempatnya berdiri”

“lari! “seru Boy dengan nafas terengah-engah”

“Lagi pula…” Boy menepuk tangan Atiek sambil tersenyum lembut”

Di lihat dari  kutipan kalimat di atas secara keseluruhan, aksi atau tindakan tokoh utama (Boy) mengidensikan suatu gerak aktif dinamis. Oleh sebab itu, kode aksi/tindakan yang terdapat dalam novel ini cukup bermakna, dan hal itu dapat dilihat dalam oposisi gerak: aktid dinamis.

Kode teka-teki (Hermuitik code)

Kode ini berkisar pada tujuan atau harapan untuk mendapatkan kebenaran atas teka-teki (pernyataan) yang mungkin muncul di dalam teks.

Adapun kode teka-teki yang muncul dalam novel “Sepolos cinta dini” karangan Mira W. ini yaitu siapa sebenarnya Boy? Apa yang menyebabkan pertikaian antara Boy dengan ayahnya? Mengapa persoalan asmara Boy selalu mengalami kepahitan? Serta apa yang menyebabkan Boy yang pada akhirnya memilih Dini untuk menjadi kekasihnya sekaligus sebagai pendamping hidupnya.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

Nah, ini pasti dari  ayahku!” Di lemparkannya begitu saja surat-surat yang lainnya…”

“……Boy membalik surat itu dan merobek amplopnya”

“Empat tahun  Boy menyimpan kemarahan itu dalam hatinya, tak tahu ke mana harus ditumpahkannya kemarahan itu”

“Memang Nuning, Atiek, apalagi Dini tidak dapat di bandingkan dengan Dewi”….tetapi Dini bukan racun, protes Boy dalam hati.

“Dia tidak pernah menuntut apa-apa”

Dengan kutipan seperti di atas, sangat jelas teka-teki yang terdapat dalam novel ini. Dimana kehidupan mengenai asmara Boy, pertikaiannya dengan ayahnya serta keputusannya untuk memilih Dini sebagai kekasih  pendamping hidupnya hanya dia tahu dan pembaca (real reader).

Kode Budaya (Cultural Code)

Kode ini berkaitan dengan berbagai sistem pengetahuan dan sistem nilai yang tersirat di dalam teks, adapun kode budaya yang tampak dalam novel ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“Pinjam catatan Mikro-mum “ kata Boy  tanpa basa basi lagi,………….”

“Mikrobiologi maksudmu, Boy?”

Istilah-istilah kedokteran seperti Mikrobiologis yang terdapat dalam kutipan kalimat di atas menunjukkan adanya kemajuan teknologi di bidang kedokteran. Selain itu, masih terdapat kode budaya lain seperti dalam kutipan berikut:

Boy, Antarkan dulu ke Duta Merlin, ya?”

“Sudah sepuluh toko yang dimasuki Nuning. Sudah seratus baju yang  dipegang-pegangnya, tetapi belum satupun yang cocok dengan seleranya”

“….baju mahal-mahal begini kalau tidak baguskan sayang?”

Berdasarkan kutipan di atas dapat diidenkasikan adanya kode budaya mengenai gaya hidup  orang kaya, karena ia dikodefikasikan dengan kode budaya seperti yang tersirat dalam kata nama toko pakaian berkelas tinggi yaitu Duta Merlin. Serta adanya kehidupan Hedoisme yaitu kehidupan yang mementingkan adanya tren mode dan merek-merek terkenal.

Kode Konotatif (Connotative Code)

Kode ini berkenaan dengan tema-tema yang dapat disusun lewat proses pembacaan teks. Adapun kode konotatif yang terdapat dalam novel ini adalah sebagai berikut:

“….ada sering Mafia bermain di bibirnya”

“Dan Boy sampai hati melihat hentakan-hentakan ketakutan yang menggelepar-gelepar di dalam matanya”

“Dini menikmati tawa Boy yang pecah berderai di belakang tubuhnya”

“Dan pandangan tuan Iskandar menghanguskan mukanya”

“…..karena aku berhasil menelanjangi  kebohonganmu”

Kode simbolik berkenaan dengan tema atau arti yang sebenarnya sehingga erat hubungannya dengan kode konotatif, yaitu tema dari keseluruhan tak cerita. Adapun simbolik dalam novel ini adalah adanya gambar mawar putih yang menyimbolkan atau melambangkan kepolosan cinta atau kesucian cinta Dini kepada Boy. Dimana dalam hal ini Dini mau menerima Boy tanpa menuntut apa-apa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan kalimat berikut:

“…tetapi Dini bukan racun, protes Boy dalam hati. Dia tak pernah menuntut apa-apa.” Dia menerimaku apa adanya.”

“…..Dini membunuh cita-citanya sendiri, kariernya, harapannya.”

Berdasarkan kutipan kalimat di atas diketahui bahwa kode simbolik dalam novel ini menggambarkan akan kehidupan asmara Boy yang harus menghadapi kenyataan bawa sang mantan kekasihnya yang begitu disayanginya dulu yang telah menorehkan luka yang begitu dalam baginya untuk menerimanya kembali dan menjadikan dirinya sebagai pendamping hidup Boy.

Di samping itu Boy juga harus menghadapi kenyataan bahwa ada seorang gadis (Dini) yang begitu lugu dan polos sangat mencintainya dan rela menerima Boy apa adanya.

Situasi Komunikasi Naratif

Dalam kaitannya dengan novel ini yang bertindak selaku Real Author ialah penulis sendiri yaitu Mira W. (dengan berbagai sistem atau kode budaya yang melingkupinya). Implied Author adalah Boy. Naratornya sendiri ialah Boy dan Dini. Narrate ialah Arifin, Toto, Dini, Nuning, Tuan Iskandar, Atiek, dan sebagainya. Implied Readernya ialah Bi Iyem, Dokter Joko, Dewi, Arman, dan Nani. Sedangkan real readernya ialah pembaca sendiri.