Tinjauan Umum tentang Koperasi dan Masyarakat Muslim di Kota Makassar

  1. A. Pengertian, Fungsi, Prinsip dan Macam-macam Koperasi
    1. 1. Pengertian Koperasi

Koperasi merupakan istilah serapan dari bahasa Inggris “co-operation /co’operate yang diartikan sebagai bekerja dengan bersama-sama.[1] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia koperasi diterjemahkan dengan perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan kebendaan para anggotanya dengan cara menjual barang-barang kebutuhan dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung).[2]

Arifinal Chaniago mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.[3]

Sedang menurut Moh. Hatta “Bapak Koperasi Indonesia” mendefinisikan koperasi lebih sederhana tetapi jelas, padat dan ada suatu visi misi yang dikandung koperasi. Menurutnya koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.[4]

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 1 ayat (1) disebutkan tentang pengertian koperasi sebagai berikut:

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang- seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.[5]

Menurut Pandji Anoraga, bahwa pengertian tersebut mengandung maksud sebagai berikut:

  1. Koperasi Indonesia adalah perkumpulan orang-orang dan bukan perkumpulan modal. Hal ini berarti bahwa koperasi harus mengabdikan diri kepada kesejahteraan bersama atas dasar perikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan.
  2. Koperasi juga dapat beranggotakan badan-badan hukum koperasi

Badan hukum adalah suatu badan yang diperoleh melalui prosedur tertentu, yang secara hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban sebagai manusia biasa. Beberapa koperasi yang masing-masing berkedudukan sebagai badan hukum menyatukan diri dalam koperasi yang lebih besar. Koperasi ini mempunyai pengurus dan badan pemeriksa serta anggaran dasar sendiri. Penggabungan ini menyebabkan skala koperasi lebih besar.

  1. Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi. Hal ini bahwa dalam kegiatannya, koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi anggota koperasi itu sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Kegiatan ekonomi ini meliputi usaha produksi, konsumsi, distribusi barang-barang dan usaha pemberian jasa, antara lain usaha simpan pinjam, angkutan, asuransi dan perumahan.
  2. Koperasi merupakan kepentingan bersama dari para anggotanya (kekeluargaan). Hal ini dicerminkan berdasarkan karya dan jasa yang disumbangkan anggotanya. Sifat kekeluargaan juga mengandung arti, bahwa dalam koperasi sejauh mungkin harus dihindarkan timbulnya perselisihan, sikap saling curiga, sikap pilih kasih yang menimbulkan perpecahan dan kehancuran.[6]
    1. 2. Fungsi Koperasi

Fungsi peran koperasi adalah :

  1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
  2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
  3. Memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan ekonomi nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;
  4. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.[7]

Sudarsono dan Edilius berpendapat bahwa fungsi koperasi adalah:

  1. Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
  2. Alat pendemokrasian nasional
  3. Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia
  4. Alat pembinaan insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.[8]

Sedangkan menurut Thomas Soebroto bahwa Fungsi dan peran koperasi adalah:

  1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
  2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan dalam masyarakat
  3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya
  4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.[9]
    1. 3. Prinsip Koperasi

Prinsip-prinsip koperasi adalah garis-garis penuntun yang digunakan oleh koperasi untuk melaksanakan nilai-nilai perkoperasian dalam praktek.

Adapun prinsip koperasi adalah

  1. Keanggotaan sukarela dan terbuka;

Koperasi-koperasi adalah perkumpulan sukarela, terbuka bagi semua orang yang mampu menggunakan jasa perkumpulan dan  bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa diskriminasi jender, sosial, rasial politik dan agama.

  1. Pengendalian oleh anggota secara demokrasi

Koperasi-koperasi adalah perkumpulan-perkumpulan demokratis dikendalikan oleh para anggota yang secara aktif berpartisipasi dalam penetapan kebijakan-kebijakan perkumpulan dan pengambilan keputusan-keputusan. Pria dan wanita mengabdi sebagai wakil-wakil yang dipilih, bertanggung jawab kepada para anggota. Dalam koperasi primer anggota-anggota mempunyai hak suara yang sama (satu anggota satu suara), dan koperasi-koperasi pada tingkatan lain juga diatur secara demokratis.

  1. Partisi Ekonomi Anggota

Anggota-anggota menyimbang secara adil bagi modal koperasinya dan mengendalikan secara demokratis. Sekurang-kurangnya sebagian dari modal tersebut biasanya merupakan milik bersama dari koperasinya. Anggota-anggota biasanya menerima kompensasi yang terbatas, bilamana ada, atas modal. Anggota-anggota sebagai surplus yang ada untuk sesuatu atau tujuan-tujuan sebagai berikut: Pengembangan koperasinya, pemberian manfaat bagi anggota-anggotanya yang sebanding dengan transaksi mereka dengan koperasinya, dan untuk mendukung kegiatan yang disetujui oleh anggotanya.

  1. Otonomi dan kemerdekaan

Pada umumnya koperasi bersifat otonom, sebagai perkumpulan yang menolong diri sendiri dan dikendalikan oleh anggotanya. Koperasi dapat mengadakan kesepakatan-kesepakatan dengan perkumpulan lain, termasuk dengan pemerintah atau memperoleh modal dari sumber luar, dan hal itu dilakukan dengan persyaratan-persyaratan yang menjamin adanya pengendalian anggotanya serta dapat dipertahankan otonomi koperasi.

  1. Pendidikan, Pelatihan dan Informasi

Hampir setiap koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota-anggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga mereka dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi perkembangan koperasinya. Mereka memberikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya orang-orang muda dan pemimpin-pemimpin kelompok (opini) masyarakat tentang sifat dan manfaat-manfaat kerjasama.

  1. Kerjasama Antar Koperasi

Koperasi-koperasi akan dapat memberikan pelayanan paling efektif kepada para anggota dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional dan internasional.

  1. Kepedulian terhadap komunitas

Prinsip ini dimaksudkan bahwa koperasi-koperasi bekerja bagi pembangunan dari komunitas-komunitas mereka melalui kebijakan-kebijakan yang disetujui anggota-anggotanya.[10]

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa prinsip dasar koperasi adalah keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka; sebagai pengendali oleh secara demokrasi, merupakan partisi ekonomi anggota; otonomi dan kemerdekaan; sebagai wadah pendidikan, Pelatihan dan Informasi; menumbuhkan kerjasama antar koperasi serta yang paling dasar adalah kepedulian terhadap komunitas masyarakat berpenghasilan rendah.


  1. 4. Macam-macam Koperasi

Sehubungan dengan pembagian macam-macam koperasi, maka Kartasapoetra membaginya berdasarkan fungsi dari koperasi tersebut, antara lain sebagai berikut.

  1. Berdasarkan fungsi-fungsi usaha/kegiatan ekonominya: koperasi dapat dibagi menjadi:

1)   Koperasi konsumsi;

Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi.[11]

2)   Koperasi produksi;

Koperasi Produksi adalah koperasi yang bergerak dalam bidang kegiatan ekonomi pembuatan dan penjualan barang-barang baik yang dilakukan oleh koperasi sebagai organisasi maupun orang-orang anggota koperasi.[12]

3)   Koperasi kredit

Koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui tabungan para anggota secara teratur dan terus menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.[13]

Fungsi kredit adalah:

a)   Meningkatkan daya guna uang

b)   Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

c)    Meningkatkan daya guna dan peredaran barang

d)   sebagai salah satu stabilitas ekonomi

e)   Meningkatkan kegairahan berusaha

f)     Meningkatkan pemerataan pendapatan.[14]

4)   Koperasi jasa

  1. Berdasarkan kelompok orang-orang yang secara homogen mempunyai kelompok yang sama, antara lain:

1)   Koperasi Pegawai Negeri

2)   Koperasi ABRI, PEPABRI

3)   Koperasi Nelayan

4)   Koperasi Petani

5)   Koperasi Pelajar, Mahasiswa

6)   Koperasi Pesantren

7)   Koperasi Pramuka dan lain-lain

  1. Berdasarkan jenis barang yang diolah atau dijadikan obyek kegiatan:

1)   Koperasi kopra

2)   Koperasi Batik

3)   Koperasi Tembakau

4)   Koperasi Angkutan taksi

5)   Koperasi pengolahan hasil hutan dan lain-lain.[15]

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa jenis-jenis koperasi didasarkan pada tiga hal, yakni pertama, berdasarkan fungsi-fungsi usaha/kegiatan ekonominya; kedua,  berdasarkan kelompok orang-orang yang secara homogen mempunyai kelompok yang sama; dan yang ketiga adalah berdasarkan jenis barang yang diolah atau dijadikan obyek kegiatan

  1. B. Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Kalau dilihat dari pengertian bahasa koperasi yang bermakna bekerja bersama-sama (sudah dijelaskan pada pembahasa awal), maka hal itu menjadikan bahwa koperasi telah ada sejak manusia ada, karena manusia tidak bisa hidup tanpa bekerja sama dengan manusia lain (makhluk sosial).

Menurut Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti bahwa secara lembaga koperasi ini mula-mula ada dan dikenal oleh masyarakat sejak awal abad ke-19, sebagai hasil usaha spontan yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas serta akibat dari penderitaan sosial yang timbul dari sistem kapitalisme. Kemudian mereka mempersatukan diri untuk menolong diri mereka sendiri, serta untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.[16]

Sedangkan Arifin Sitio dan Halomoan Tamba memberikan keterangan bahwa koperasi modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di kota Rochdale pada tahun 1944. Koperasi Rochdale ini pada mulanya berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari, dan pada tahun 1851 koperasi ini akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik serta perumahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah. Pada tahun 1852, di Inggris telah mencapai 100 unit koperasi. Dalam perjalanan sejarah koperasi berkembang ke berbagai negara di seluruh dunia tak luput pula Indonesia.[17]

Di Indonesia, koperasi pertama didirikan di Leuwiliang Purwokerto pada tanggal 16 Desember 1895 (sumber lain 1896) yang didirikan oleh seorang Patih Purwokerto bernama Raden Ngabei Ariawiriaatmadja bersama kawan-kawannya untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi dalam melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang, yang kala itu merajalela yang diberi nama Belanda “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden”, artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sama dengan “Bank Simpan Pinjam untuk para Priyayi Purwokerto”, pemerintah kolonial Belanda sering menyebutnya dengan istilah “Bank Priyayi”, gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Asisten Residen Purwokerto E. Sieburg, atasan sang patih. Hal itu tidak berlangsung lama karena  E. Sieburg digantikan oleh De Wolf van Westerorde.[18]

Pemerintah Belanda melalui De Wolf van Westerorde menghalangi berkembangnya koperasi waktu itu, karena takut organisasi koperasi diperalat untuk alat politik melawan penjajah dan kemampuan rakyat dalam berorganisasi lewat koperasi dapat menjadi embrio kemampuan berorganisasi politik. Ternyata apa yang menjadi kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda ini, akhirnya memang menjadi kenyataan. Berdirinya Budi Utaomo pada tahun 1908 yang disusul oleh Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Serikat Islam) membangkitkan juga gerakan koperasi. Kedua organisasi ini membangkitkan semangat rakyat dan mendorong pembentukan koperasi rumah tangga (Koperasi Industri kecil dan Kerajinan) dan koperasi konsumsi yang merupakan alat memperjuangkan secara mandiri peningkatan taraf hidup.[19]

Sekalipun terdapat kesulitan dalam mengembangkan koperasi pada periode ini yaitu karena kekurangan skill dan modal, namun banyak koperasi di kalangan pengusaha kecil, petani dan pegawai negeri berkembang pesat. Pada tahun 1939 jumlah koperasi telah mencapai 1712 dan yang terdaftar sebanyak 172 dengan anggota sebanyak 14.134. Karena kewalahan dalam membendung berkembangnya koperasi tersebut, maka pemerintah Hindia Belanda bermaksud mengaturnya, dan akhirnya keluarlah Undang-undang tentang koperasi yang dikenal dengan nama “Verodening op de Cooperative Verenigingen” pada tahun 1915. Akan tetapi karena Undang-undang ini berkiblat pada hukum perniagaan Eropa, maka lebih banyak menghambat dari pada mendorong pertumbuhan koperasi. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa akte atau rancangan pendirian koperasi harus diperiksa dan disetujui oleh Gubernur Jenderal, maka berarti untuk mendapatkan akte pendirian koperasi tidaklah mudah.[20]

Sebagai konklusi dari pembahasan di atas, ternyata sejarah koperasi sangat diwarnai dengan perjuangan yang panjang sejak praa kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan hingga sekarang ini orde reformasi. Perjuangan panjang ini tidak harus berhenti sampai di situ saja. Perlu ada usaha pembangunan citra koperasi agar tidak lagi gelap di mata masyarakat, seakan orang yang berkiprah di koperasi itu adalah orang yang tidak punya pilihan lain dari sebuah pekerjaan.

  1. C. Masyarakat Muslim Kota Makassar dan Kondisi Sosial Ekonominya

Kebanyakan para sejarawan menegaskan bahwa sejarah kehadiran suku Makassar masih remang-remang. Tidak ada pustaka atau bukti dokumenter yang secara khusus menguak kekelaman ini, baik yang ditulis oleh ilmuwan asing, peneliti lokal ataupun dalam lontarak. Tidak ada yang tahu pasti kapan dan siapa yang menamakan Makassar ini.[21]

Makassar merupakan kota yang terbesar dan sangat pesat pertumbuhan dan perkembangannya di wilayah timur Indonesia. Tolok ukur perkembangan peradaban Indonesia timur adalah kota Makassar. Karena dijadikannya sebagai kota percontohan, maka tidak sedikit dari berbagai kabupaten dan bahkan dari propinsi di luar Sulawesi Selatan yang datang untuk mencari hidup atau hanya sekedar jalan-jalan atau yang lebih banyak adalah tempat mereka mencari pendidikan yang bagus. Di kota ini tidak sedikit mahasiswa yang berasal dari pulau Flores, Bima dan Kalimantan bahkan dari Irian Jaya.

Pertumbuhan penduduk kota Makassar yang menurut data dari Bidang Tata Pemerintahan Balai Kota Makassar, menyebutkan jumlah penduduk Makassar pada tahun 2004 sebesar 1.325.912 yang tersebar di 14 kecamatan dan 143 kelurahan dan yang muslim sebanyak 1.020.279. Kecamatan tersebut antara lain, Kecamatan Mariso, Mamajang, Makassar, Ujungpandang, Wajo, Bontoala, Tallo, Ujung Tanah, Manggala, Panakukkang, Biringkanaya, Tamalate, Rappocini dan Tamalanrea.[22] Di 14 kecamatan inilah potensi masyarakat kota Makassar tersimpan.

Pertumbuhan dan perkembangan potensi sumber daya manusia didukung oleh berbagai faktor :

  1. Pendidikan menjadi faktor yang sangat penting dalam pengembangan potensi masyarakat, tingginya tingkat pendidikan masyarakat akan mempercepat kemajuan kota, karena dengan pendidikan akan dapat menciptakan lapangan kerja, kesadaran akan terwujud dalam segala bidang ke arah yang lebih baik.

Pendidikan dalam kehidupan suatu bangsa menduduki peranan penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan hidup bangsa sendiri. Dalam hubungan itu, pendidikan nasional bangsa Indonesia merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mempertahankan dirinya sendiri secara terus menerus dari generasi ke generasi.[23] Demikian pula Makassar sebagai kota pendidikan harus menciptakan suasana pendidikan yang mampu menjawab tantangan zaman, khususnya dalam menyongsong dan menyiapkan diri para generasi muda dalam mengarungi beratnya persaingan hidup pada masa mendatang khususnya era pasar bebas.

  1. Potensi masyarakat kota Makassar sangat besar terutama dengan lahan yang sedemikian luas dan hanya didiami oleh sekitar satu jutaan (dibanding kota besar lainnya di Indonesia), merupakan hal yang positif dalam mengembangkan kota Makassar, karena hal ini tidak menyulitkan dalam pengaturan tata kota.
  2. Tingkat pengangguran yang disebabkan oleh masyarakat yang kurang memiliki pendidikan yang tinggi dan keterampilan yang memadai menjadi fenomena yang serius dan harus cepat diatasi.
  3. Anak jalanan dan anak putus sekolah semakin tinggi. Mereka terlihat dijalan-jalan, di lampu merah, di pusat perbelanjaan sedang meminta-minta walau hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan makan mereka sehari-hari. Semakin banyaknya anak jalanan menunjukkan bahwa tingkat putus sekolah atau bahkan tidak sekolah pun semakin tinggi.

Untuk lebih jelasnya keberadaan gelandangan/pengemis dan anak jalanan di kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut.

NoKecamatanGelandangan/ pengemisAnak Jalanan
123

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

MarisoMamajangTamalate

Rappocini

Makassar

Ujung Pandang

Wajo

Bontoala

Ujung tanah

Tallo

Panakkukang

Manggala

Biringkanaya

Tamalanrea

14881

21

120

4

4

12

32

6

4

70

546191641

188

150

256

130

150

326

148

157

229

Jumlah3863112

Sumber Data: Makassar dalam Angka 2004 Halaman 177

Inilah kondisi riil masyarakat kota Makassar juga termasuk anak-anak jalanan yang merupakan generasi penerus bangsa dan pemegang tongkat estafet pembangunan kota Makassar, yang sehari-hari bisa dilihat pemandangan ini dari balik kaca mobil pete-pete, atau hendak ke mall-mall. Kondisi ini akan terus mengalami peningkatan apabila tidak segera diadakan pembinaan dan pemberian pendidikan demi bangsa Indonesia ke depan.

Dengan kondisi riil yang ditunjukkan pada potensi sumber daya manusia yang ada sebagaimana disebutkan di atas, dapat diperkirakan bahwa kondisi perekonomian masyarakat Kota Makassar, masih di bawah standar. Karena kesejahteraan ekonomi belum merata pada setiap warga, melainkan hanya pada orang-orang atau golongan-golongan tertentu saja yang memiliki modal besar, sedangkan yang tidak mempunyai modal terpaksa harus menerima penggarisan dirinya pada tingkat ekonomi dan penghasilan yang cukup rendah.

Berikut ini dikemukakan data tentang kondisi kesejahteraan keluarga di kota Makassar yang dihimpun oleh pemerintah kota Makassar sebagaimana dituangkan dalam “Makassar dalam Angka” yang diterbitkan oleh Bappeda Kota Makassar bekerjasama dengan Badan Statistik.

Realitas tersebut menunjukkan bahwa dalam era pembangunan Makassar yang tumbuh dan berkembang dengan pesat, masih menyisakan kerendahan dalam kesejahteraannya. Kota yang penuh gemerlap kalau malam dan di jalan-jalan telah diwarnai dengan terang lampu-lampu mobil ternyata masih sangat jauh dari kesejahteraan.

Macetnya sektor usaha yang disusul dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengakibatkan pengangguran semakin membludak, anak jalanan semakin banyak dan para penjual kaki lima tersebar di pinggir jalan, hanya dengan maksud untuk mencukupi kebutuhan makan sehari-hari saja.

Kencangnya tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah, maka dalam kelanjutan proses pembangunan harus memberdayakan potensi sumber daya yang ada, sehingga bayang-bayang pasar bebas pun tidak lagi menjadi momok yang menakutkan.

Pengganyangan pertokoan milik warga Tionghoa pada tahun 1997 dan akibat dari krisis moneter 1998, membuat Makassar harus mulai merangkak dari bawah kembali untuk meningkatkan perekonomian secara keseluruhan serta menciptakan kestabilan keamanan bagi masyarakat begitu juga halnya keamanan dalam berusaha dan bekerja.

Persoalan anak jalanan bukan sekedar fenomena, tapi merupakan problematika keseharian yang menyesakkan. Hal ini bukan saja disebabkan oleh masalah kemiskinan keluarganya, melainkan juga cermin dari rendahnya komitmen orang tua dalam mendidik anak dan membina keluarga secara lebih baik.[24]

Dengan berbagai fenomena yang terjadi di kota Makassar terutama umat Islam yang tergolong kaum dhuafa, maka campur tangan pemerintah yang didukung dengan program-program LSM dan koperasi diharapkan mampu memberikan support kepada para pengangguran dan orang tua dari anak-anak jalanan untuk lebih kreatif dalam melihat lapangan pekerjaan. Penyadaran akan pentingnya kreatifitas dan kemandirian harus senantiasa ditanamkan, karena suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa hampir seluruh warga yang miskin dan anak jalanan adalah mereka yang beragama Islam.

Bantuan pelatihan, penyuluhan dan pendidikan yang disertai dengan pemberian modal usaha kepada mereka sangatlah membantu dalam menciptakan masyarakat muslim Makassar yang mempunyai daya beli yang cukup dan pada akhirnya akan berani dan mampu bersaing dengan komunitas lain.

JUMLAH KELUARGA DIRINCI MENURUT KECAMATAN DAN TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2004

NoKecamatanTahapan Keluarga Sejahtera
JML. KEP. KELUARGAPRA KS ALASAN EKONOMIPRA KSNON EKONOMIKS IALASAN EKONOMIKS  INON EKONOMIKELUARGA SEJAHTERAIIKELUARGA SEJAHTERAIIIKELUARGA SEJAHTERAIII PLUS
123

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

MarisoMamajangTamalate

Rappocini

Makassar

Ujung Pandang

Wajo

Bontoala

Ujung tanah

Tallo

Panakkukang

Manggala

Biringkanaya

Tamalanrea

10.29611.25516.419

5.484

6.797

10.806

24.222

9.769

24.360

22.424

22.471

25.327

15.389

15.295

1.0362.4333.380

352

232

978

2.441

945

4.403

2.910

2.186

2.265

1.358

1.043

342-455

72

93

79

142

34

237

340

724

197

656

32

2.3712.6204.843

1.201

781

2.367

4.612

3.246

4.376

2.886

2.440

4.118

1.961

2.092

1.4281.2333.332

989

809

1.468

8.145

1.469

1.553

2.239

4.248

2.139

2.663

2.844

2.5952.6002.942

1.697

2.018

3.664

7.207

3.421

6.172

4.793

7.446

6.889

4.161

4.505

2.1111.8991.316

962

2.241

1.471

1.369

610

4.236

5.972

4.406

6.101

2.963

3.739

413480151

211

623

573

306

44

3.383

3.284

1.021

3.618

1.627

1.040

Jumlah220.31425.9623.40339.91434.54960.11039.60216.774

Sumber Data: Makassar Dalam Angka Tahun 2004


[1]S. Wojowasito, Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia, Indonesia-Inggeris (Bandung: Hasta, 1980), h. 32.

[2]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 460.

[3]Lihat Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, Koperasi; Teori dan Praktik (Jakarta: Erlangga, 2001), h. 17.

[4]Ibid.

[5]Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Usaha Kecil (Jakarta: CV. Eko Jaya, 1996), h. 200

[6]Lihat Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi (Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 4-6.

[7]Republik Indonesia, ‘Undang-Undang Usaha Kecil’, op.cit., h. 201.

[8]Lihat Sudarsono dan Edilius, Koperasi dalam Teori dan Praktek (Cet. IV; Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 80.

[9]Thomas Soebroto, Tanya Jawab, Undang-Undang Tentang Perkoperasian (UU No. 25 Tahun 1992) (Cet. II; Semarang: Dahara Prize, 1996), h. 11

[10]Lihat Budi Untung, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Edisi I (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), h. 7-8.

[11]Lihat Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, op.cit., h. 21.

[12]Ibid., h. 24.

[13]Ibid., h. 23.

[14]Lihat M. Tohar, Permodalan dan Perkreditan Koperasi (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 90

[15]Lihat G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi (Cet. V; Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.2-3.

[16]Ibid., h. 38.

[17]Lihat Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, op.cit., h. 7-9.

[18]Ibid., h. 9-10.

[19]Lihat Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, op.cit., h. 40.

[20]Ibid., h. 41.

[21]Lihat H.B. Amiruddin Maula, Demi Makassar (Cet. I; Makassar : Global  Publishing, 2001), h. 3.

[22]Lihat Balai Kota Makassar, Makassar Dalam Angka (Makassar in Figures) 2004. Kerjasama Bappeda Kota Makassar dengan Badan Pusat Statistik Kota Makassar, h. 141.

[23]Lihat A. Rahman Getteng, Pendidikan Islam dalam Pembangunan (Ujungpandang : Yayasan Ahkam, 1997), h. 92.

[24]Lihat H.B. Amiruddin Maula, op.cit., h. 94.