Pembinaan bagi Anak Jalanan

A. Pengertian Pendidikan dan Anak Jalanan

Krisis moneter yang berkepanjangan telah melanda bangsa kita saat ini semakin tidak memberikan tanda-tanda kearah yang lebih baik. Karena itu perlu penegasan dari pemerintah tentang pentingnya mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang tangguh, unggul dan terampil agar bangsa ini mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang saat ini telah menjadi negara maju.

Masyarakat kompetitif abad XXI merupakan produk dari sistem pembangunan pendidikan nasional yang mantap dan tangguh. Pendidikan nasional merupakan bagian dari pembangunan nasional, melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah:

”Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”[1]

Oleh karena itu, pendidikan nasional telah memiliki dasar yang kuat, namun demikian pendidikan nasional sebagai suatu sistem bukanlah merupakan sesuatu yang paten dan baku, namun merupakan suatu proses yang terus menerus mencari dan menyempurnakan bentuknya.

Masalah pendidikan nasional semakin kompleks sesuai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat serta kemampuan Sumber Daya Manusianya. Dari berbagai jenis masalah pendidikan, HAR Tilaar menulis empat permasalahan pendidikan, yaitu:

  1. Peranan pendidikan dalam pembangunan nasional memasuki abad XXI dalam masyarakat yang serba terbuka, yang terpenting harus ditonjolkan antara lain mengenai reformasi pendidikan.
  2. Pentingnya manajemen pendidikan agar dalam pembangunan sistem pendidikan nasional yang kuat dinamis menuju kepada kualitas output yang tinggi.
  3. Kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pendidikan dalam masyarakat ilmu ( Knowledge Society ).
  4. Otonomi Daerah yang menuntut pembangunan pendidikan nasional yang memenuhi kebutuhan pembangunan daerah sebagai dasar pembangunan nasional dalam kerja sama regional.[2]

Dengan demikian, dunia pendidikan haruslah berkembang sesuai dengan berkembangnya zaman yang saat ini melaju dengan pesat. Pendidikan haruslah didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan dari seluruh potensi masyarakat Indonesia.

1. Pengertian Pendidikan

Meskipun pengertian pendidikan dalam arti luas dapat didefenisikan, akan tetapi bila pendidikan diartikan dalam batasan tertentu, maka terdapatlah bermacam-macam pengertian yang sederhana. Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina keprihatinan sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan.[3]

Dalam pengertian lain pendidikan secara luas dan umum adalah sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang yang dewasa-susila.[4] Kata pendidikan mengandung sekurang-kurangnya empat pengertaian, yaitu bentuk kegiatan, proses, buah atau produk yang dihasilkan proses tersebut, serta sebagai ilmu.[5]

Dalam keterangan lain pendidikan berasal dari kata dasar ”didik” kemudain mendapat awalan ”me” sehinggga menjadi mendidik yang artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memeliharan dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, pimpinan, mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir.[6]

Menurut Purbawatja dan Harahap (1981) pendidikan adalah:

Usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruhnya meningkatkan anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatan. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang dengan dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru, kiyai, ataupun pendeta dalam lingkungan keagamaan, kepala asrama, dan sebagainya.[7]

Dengan demikian kenyataanya pengertian pendidikan selalu berubah dan mengalami perkembangan, meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut akan dikemukakan sejumlah pengertain pendidikan menurut para ahli, yakni:

  1. Langeveld: pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, dan perlindungan serta bantuna yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tetap membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas kehidupannya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang tua atau orang dewasa (atau yang dicipatakan oleh orang dewasa seperti: sekolah, buku)[8]
  2. John Dewey: pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosionl kearah alam dan sesama manusia.
  3. J. J Rousseeau: Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkan pada waktu dewasa.[9]
  4. Driyarkara: Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ketaraf insani.[10]
  5. Ahmad D Marinda: Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama. Unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan ini adalah:

–        Usah (kegiatan) bersifat bimbingan atau bersifat menolong

–        Ada pendidikan, atau pembimbing atau penolong

–        Ada yang didik atau si terdidik

–        Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan

–        Dalam usaha itu tentu ada alat yang diperlukan.[11]

  1. Kihajar Dewantara: Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinggnya

Demikianlah beberapa definisi dan pengertian pendidikan y tidak lain adalah orientasinya untuk pengembangan Sumber Saya Manusia (SDM).

United Nation Education Society Culture Organization  (UNESCO) telah berhasil meletakkan asal pendidikan yang fundamental dan berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan yakni asal pendidikan seumur hidup (life long education)12

Bagian dari kelompok masyarakat yang mengalami fenomena social, yang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Anak jalanan adalah anak yang dianggap kurang beruntung dan terlantar yang menanti upaya semua pihak agar dapat berkembang secara wajar.

Anak jalanan adalah yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya.13

  1. Anak marginal yang hidup di jalanan

–       Putusnya hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya

–          Berada di jalan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja dan          selainnya menggelandang dan tidur

–          Bertempat tinggal di jalan dan tidur di sembarang tempat seperti trotoar,   jembatan, taman, terminal dan stasiun

–       Pekerjaan ngamen, mengemis, pemulung, yang hasilnya untuk diri sendiri .

  1. Anak marginal yang bekerja di jalanan (anak jalanan)

–          Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, seminggu sekali, sebulan dan tidak tentu

–          Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam

–          Bertempat tinggal secara mengontrak sendiri, atau sama-sama dengan temannya

–          Tidak bersekolah lagi

–          Pekerjaan menjual koran, pengasong, pencuci mobil, pemulung sampah   dan menyemir sepatu

–       Rata-rata berumur 16 tahun

  1. Anak yang rentang menjadi anak jalanan ciri-cirinya :

–       Setiap hari bertemu dengan orang tuanya

–       Berada di jalan sekitar 4-6 jam untuk bekerja

–       Masih sekolah

–       Pekerjaan menjual Koran, alat tulis, plastic, menyemir sepatu dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

–       Rata-rata berumur dibawah 14 tahun

  1. Anak jalanan berusia 16 tahun cirri-cirinya :

–       Terdiri dari anak yang sudah putus hubungan dengan orang tua

–       Berada di jalan dari 8-24 jam atau kadang seharian di jalan

–       Mereka tamat SD atau SLTP namun tidak sekolah lagi

–       Pekerjaan tidak tetap, seperti calo, mencuci mobil, mengemis untuk kebutuhan dirinya dan orang tuanya

–       Rata-rata berumur diatas 16 tahun 14

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan yang hidup di luar rumah adalah bagian dari komunitas atau kelompok masyarakat yang mempunyai masalah, yang banyak menghabiskan waktunya di jalanan mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak-anak Jalanan

Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi yaitu: Hak kebutuhan untuk makan dengan zat-zat yang bergizi, kesehatan, bermain, kebutuhan emosional, pengembangan moral, spiritual, pendidikan serta memerlukan lingkungan keluarga dan social yang mendukung kelangsungan hidupnya.15

Krisis ekonomi, adalah sebagai pemicu utama terjadinya berbagai bencana yang telah menyebabkan banyak orang tua dan keluarga mengalami penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah anak putus sekolah, terlantar dan marginal  semakin bertambah, selain itu akibat yang ditimbulkan terpaksa banyak anak-anak yang harus membantu orang tuanya, karena kemiskinan.16

Di sisi lain tidak sedikit anak yang hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, diakibatkan karena situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi ruang bagi masyarakat marginal, hal ini terlihat mudahnya terjadi pengusuran serta terjadinya konflik yang tak dapat dielakkan. Konflik yang dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok, dengan menggunakan senjata tajam bisa terjadi kapan saja, dan tidak sedikit pula anak terlibat didalamnya. Pemerintah kota dengan melakukan penggusuran atas nama keindahan dan ketertiban umum yang tidak pernah selesai: menggusur paksa, penggrebekan, penggarukan,17 yang sudah barang tentu membawa konsekwensi tertentu bagi kehidupan perkotaan.

Modernisasi, Industrialisasi, migran dan urbanisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup membuat dukungan social dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang.

Mereka pun memilih jalanan dan tempat–tempat umum lainnya  sebagai alternative pelarian untuk mencari  kerja, karena mereka menganggap dijalan banyak rezeki yang bisa didapat sesuai dengan tingkat kompetisi yang ada, artinya mereka menyadari tingkat pendidikan yang pernah mereka jalani. mereka hanya mengenyam pendidikan rata-rata SLTP kebawah putus sekolah akhirnya menjadilah mereka anak pekerja. Faktor lain yang menyebabkan anak-anak turun ke jalan dikarenakan adanya konflik yang terjadi pada rumah tangganya, mereka bosan dengan keadaan yang terjadi di rumah. Peraturan serba ketat tanpa memberi peluang kepada anak mengutarakan keinginannya, tidak jarang sering  terjadi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai mana yang sering kita saksikan akhir-akhir ini, untuk itu sebagai alternatif dalam mengurangi meningkatnya anak terlantar perlu pemberian modal usaha dan penciptaan lapangan kerja dari pemerintah  yang merupakan tugas pokok dinas sosial sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah kota tentang kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Karena mereka terlanjur hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya maka mereka dikenal dengan istilah anak jalanan.

C.  Bentuk Pembinaan Anak Jalanan.

Dalam mengatasi masalah yang dihadapi anak-anak tersebut, merupakan  tugas sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya.

Pembinaan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan yang berkualitas dengan segala aspek.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah (Badan atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan secara formal), keluarga dan masyarakat. Ketiga lembaga pendidikan tersebut, Ki Hajar Dewantara Menganggap Lembaga tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan18.

  1. 1. Lembaga Pendidikan Keluarga (informal)

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena di dalam lingkungan keluarga inilah anak-anak pertama mendapatkan didikan dan bimbingan. Tugas utama keluarga bagi pendidikan, adalah sebagai peletak dasar pendidikan akhlak dan merupakan pandangan hidup keagamaan. Pelajaran yang paling berharga untuk anak adalah perangai ayah dan ibu sehari-hari, baik yang ditujukan kepada anak maupun yang lainnya.19

Di dalam pasal I Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, dinyatakan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera. Anak yang lahir dari perkawinan itulah akan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya, memelihara dan mendidik dengan sebaik-baiknya. Fungsi dan peranan pendidikan keluarga adalah :

  1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak.

Di dalam keluarga, anak mulai mengenal hidupnya, hal ini harus disadari dimengerti oleh setiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.

Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama bagi seorang anak dalam melangsungkan hidupnya sampai menjadi dewasa. Ini berarti peran orang tua sangat penting dalam membentuk watak dan karakter setiap anak maka tanggung jawab pendidikannya ada pada orang tuanya. Suasana pendidikan keluarga sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa didalam perkembangan individu selanjutnya di tentukan. Kewajiban orang tua tidak hanya memelihara eksistensi anak untuk dijadikan seorang pribadi, tetapi juga memberikan pendidikan sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.

Kecerdasan anak ditentukan sepenuhnya berdasarkan pengalaman yang mendominasi di masa kecilnya ini bisa kita lihat dengan tindakan yang dilakukan yang didasarkan pada kecerdasan otak dan emosional.

Disisi lain anak harus dibekali dengan bimbingan kecerdasan spiritual yang berkenaan dengan fenomena social, misalnya terletak pada kepekaannya yang luar biasa terhadap keadilan, penindasan dan upaya-upayanya yang luar biasa dalam membantu umat manusia dalam memperoleh keadilan dan membebaskan dari ketidak adilan.20

Pendidikan usia dini itu memang sangat penting dan berpengaruh karena pada usia itu pusat sistem saraf balita bersifat lentur, berdasarkan penelitian menyimpulkan :

  1. Bahwa pembawaan dan lingkungan senantiasa bersatu karena lenturnya system     saraf
  2. Bahwa belajar bukan merupakan factor-faktor keseluruhan yang berbeda dengan pola tingkah laku yang telah dimiliki sebelumnya.
  3. Bahwa hasil belajar yang terdahulu akan merupakan pijakan yang kuat bagi belajar yang berikutnya dan kemudian.21

Dari proses pendidikan usia dini kelak dikemudian hari pada saat dia sudah dewasa senantiasa kreatif (selalu mengeluarkan ide-ide/ gagasan). Yang menurut psikologi Freudian, mengatakan akan selalu berproses yang menyamakan otak dengan computer.22

  1. Menjamin Kehidupan Emosional Anak.

Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang meliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram, saling mempercayai. Untuk itulah melalui pendidikan keluarga, kehidupan emosional anak atau kebutuhan rasa kasih sayang anak dapat dipenuhi. Hal ini disebabkan adanya hubungan darah, hubungan batin antara orang tua sebagai orang dewasa dan anak sebagai manusia yang butuh pendidikan dan kasih saying. Kehidupan emosional ini merupakan factor yang penting dalam membentuk pribadi seseorang.23

  1. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral.

Didalam keluarga penanaman moral anak sangat diperlukan, yang biasanya tercermin dari sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara mengatakan : rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain. perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah  untuk kelangsungan pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dalam sifat yang kuat dan murni sehingga tak ada pusat pendidikan yang mennyamainya.24

Memang biasanya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak. Dengan teladan ini, melahirkan gejala isentifikasi politik yakni penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Segala nilai yang dikenal anak karena melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikagumi, dan dengan melaui salah atau proses yang di tempuh anak melalui nilai.

  1. Memberikan Dasar Pendidikan Moral.

Pendidikan keluarga merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan social anak. Dalam keluarga anak-anak harus membantu (menolong) anggota keluarga yang lain, bersama-sama menjaga dan sebagainya. Kesemuanya memberikan pendidikan kepada anak, terutama memupuk perkembangan benih-benih kesadaran social pada anak.

  1. Peletakan Dasar-Dasar Keagamaan

Lembaga pendidikan keluarga sangat menentukan dalam menanam dasar-dasar internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan. Anak-anak seharusnya dibiasakan ke Masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khotbah, atau ceramah-ceramah keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang terbiasa semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, ketika ia dewasa nantinya tidak mempunyai keprihatinan terhadap kehidupan keagamaan.

  1. 2. Lembaga  Pendidikan Sekolah (Formal).

Sekolah merupakan bagian dari pendidikan keluarga yang sekaligus juga lanjutan dari pendidikan keluarga. Yang disebut pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang dari sekolah secara teratur dan sistematis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat. yang jelas dan ketat mulai dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi.

Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang dilangsungkan di sekolah:

  1. Diselenggarakan secara khusus, dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hirarkis.
  2. Usia anak didik disuatu jenjang pendidikan relative homogen.
  3. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum
  4. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban atas kebutuhan dimana yang bersangkutan akan datang.25

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga Negara. Sekolah dikelola secara formal, hirarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.

a.    Tanggung Jawab Sekolah.

Sebagai pendidikan yang bersifat formal, sekolah menerima fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab yang meliputi.

–          Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal ini Undang-undang yang Pendidikan, UUSPN No. 2 tahun1989.

–          Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tingkat, tujuan pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan bangsa.

–          Tanggung jawab fungsional, tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatan. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab fungsional, tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatan. Tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan kepercayaan orang tua (masyarakat) kepada sekolah dari pada guru26

  1. Sifat-sifat lembaga pendidikan sekolah.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal namun tidak kodrati. Kendatipun demikian banyak orang tua yang menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.

Dari kenyataan tersebut, maka sifat-sifat dari pendidikan sekolah tersebut antara lain :

–          Tumbuh sesudah keluarga

Dalam sebuah keluarga tidak selamanya tersedia kesempatan dan kesanggupan memberikan pendidikan kepada sekolah. Di sekolah anak memperoleh kecakapan-kecakapan membaca, menulis, berhitung serta ilmu-ilmu yang lain.

– Lembaga Pendidikan Formal

Sekolah memiliki bentuk yang jelas, dalam arti sempit memiliki program yang telah di rencanakan dan ditetapkan dengan resmi. Misalnya ada rencana pengajaran, jam pelajaran dan peraturan-peraturan lainnya yang menggambarkan bentuk dari program sekolah secara keseluruhan.

–          Lembaga pendidikan yang tidak bersifat kodrati

Lembaga pendidikan yang didirikan yang tidak atas hubungan darah antara guru dan murid seperti halnya keluarga. Tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan. Murid juga tidak secara kodrat harus mengikuti pendidikan yang tertentu, karena itu sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bersifat tidak kodrat. Dalam hal ini sudah barang tentu hubungan antara pendidik dengan anak didik di sekolah tidak seakrab didalam hubungan keluarga.27

  1. Fungsi dan peranan sekolah.

Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang membantu keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawah dari lingkungan keluarganya. Sementara itu dalam perkembangannya kepribadian anak didik, peranan sekolah melalui kurikulum antara lain :

–          Anak didik belajar bergaul dengan sesama anak didik dengan gurunya, dan antara anak didik dengan orang yang bukan guru (karyawan).

–          Anak didik belajar mentaati peraturan-peraturan sekolah.

–          Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.28

Tentang fungsi sekolah itu sendiri, sebagaimana diperinci oleh suarno dalam bukunya “Pengantar Umum Pendidikan”, yaitu sebagai berikut :

–          Mengembangkan kecerdasan berfikir dan memberikan pengetahuan

Disamping bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral.

–          Spesialisasi

Diantara ciri meningkatnya kemajuan masyarakat ialah makin bertambahnya diferensiasi dalam tugas kemasyarakatan dan lembaga sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

–     Efisiensi.29

Terdapat pada sekolah sebagai fungsi sosial yang spesialisasi dibidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi efisien.

–          Sosialisasi

Sekolah mempunyai peranan yang sangat penting didalam proses sosialisasi, yaitu membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan masyarakat. Sekolah juga berfungsi memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda.

–          Tranmisi dari Rumah ke Masyarakat.

Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri kepada orang tua, maka memasuki sekolah ia mendapat kesempatan untuk melatih diri sendiri dan bertanggung jawab sebagai persiapan sebelum ke masyarakat.30

  1. 3. Lembaga pendidikan di Masyarakat (Non Formal)

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat, telah dimulai ketika anak-anak untuk sementara waktu telah lepas dari asuhan keluarga dan berada dalam lingkungan sekolah. Pada hakekatnya pendidikan jalur sekolah terbagi dua, yakni pendidikan informal keluarga, pendidikan nonformal (masyarakat)31 pendidikan ini biasa disebut Lembaga Swadaya Masyarakt (LSM).

Pendekatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berkembang diberbagai negara, suatu wahana yang dipersiapkan untuk memperantarai anak marginal  dengan pihak yang akan membantu mereka.32 tekanan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang lebih penting adalah mempertahankan kemampuan anak dimana penggunaannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki oleh anak.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan proses informasi yang memberikan suasana rasionalisasi anak marginal terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

LSM yang menangani pembinaan anak marginal adalah tersosialisasinya ide atau gagasan tentang perlunya minimalisasi atau antisipasi  tindak kekerasan pada anak-anak dalam rumah tangga (keluarga) untuk sebuah proyeksitas terwujudnya generasi yang humanis dan anti kekerasan, tentang sosialisasi gagasan hak-hak anak akhirnya aturan hukum secara formal akan menjadi instrument untuk memajukan hal-hal di atas dalam dunia empiris.

Sedangkan pembinaan khususnya adalah :

  1. Membangun kesadaran publik untuk ikut terlibat dalam minimalisasi dan antisipasi tindak kekerasan terhadap anak dirumah tangga (keluarga) juga.
  2. Sama-sama belajar konsep (formal dan informal) dalam meminimalisasi, mengantisipasi tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.
  3. Mensosialisasikan kepada anak gagasan  tentang upaya aturan hukum dalam meminimalisir, mengantisipasi kekerasan terhadap anak dalam keluarga dan dihormati hak anak
  4. Memberikan ajaran agama secara teratur33

Dimana tetap memperhatikan hal yang lebih penting dengan kemampuan anak dimana penanganannya berdasarkan aspirasi dan potensi yang dimiliki anak.


[1]Darmaningtyas, Pendidikan Pada dan setelah Krisis ( Evaluasi Pendidikan di masa Krisis ), ( Cet. I: Yogyakarta; Pustaka Pelajar 1999 ) h. 5

[2] HAR Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, Dalam Perspektif. (Cet. III, Jakarta: Indonesia Tera, 1999) h. 3

[3] Hasbullah, dasar-dasar ilmu pendidikan (Cat. I: Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999) h. 1

[4] J Sudarminta, Filsafat Pendidikan, (Cat 1, Yogyakarta, IKIP Sanata Dharma 1990) h 12

[5] Ibid, h. 8

[6] Muhibbin Syah, Psikologi  Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru (Cet II ; Bandung : II Sosda Karya, 1999) h. 10

[7] Ibid h. 11

[8] Hasbullah, op cit. h. 2

[9] Hasbullah, Loc Cit

[10]Hasbullah, Loc Cit

[11]Ahmad D Marimba, Pengantar Fisafat Pendidikan Islam (Cet I, Bandung; Al-Maaruf h. 19)

12 Sulaiman Josoep.  Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Cet II: Bumi Aksara.1999), h.39.

13 Drs. Muh.Jufri.Asmin Khumas , S.P.Si (Pemberdayaan Anak jalanan (Hasil Penelitian FKIP UNM), h. 24.

14 Depertemen Sosial RI, Pennyelenggaraan Pembinaaan Anak jalanan Melalui Rumah Singgah (Jakarta: Direktorat Bina Kesejahtraan Sosial.1999), h. 2

15 Eq Lantnya Djbb. Hasil Konfrensi Jenewa Tentang Hak-hak Anak (Unicef,1988), h.78

16 St Sularto, Seandainya Aku Bukan Anakmu,Potret Kehidupan Anak Indonesia (Jakarta: Buku  Kompas , 2000)h.21.

17 Hanif Sunarto,Jurnalisme Anak Pinggiran.Demokrasi Kampanye Perlindungan Hak Anak jalanan.(Jakarta:Klp.Kerja Untuk Anak.1994)h.112

18 Hasbullah. Dasar–Dasar Ilmu Pendidikan (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. 1999), h. 27

19 Nasy at al-Masri, Menyambut Kedatangan Bayi (Cet. III; Jakarta: Gema Insani  Press.1989), h.60

20 Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Cet. II; Jakarta : Inisiasi Press, 2002) h.53.

21 Nur’aeni. Interfensi Dini bagi anak Bermasalah (Cet. I; Jakarta: PT. Rintika Cipta. 1997) h.6.

22 Anna Craft, Membangun Kreatifitas Anak (Cet. I; Jakarta: Inisiasi Press, 2003) h.10.

23 Ibid., h. 7

24 Hasbullah, op cit. h.42.

25 Wens Taniin Dkk. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Gramedia;Jakarta,1989)h.44

26 Umberto Sihombing, Pendidikan Luar Sekolah Kini dan Masa Depan (Cet. I; Jakarta : Mahkota, 1999), h. 1

27 Ibid., h. 2

28 Ibid., h. 3

29 Ibid., h. 3

30 Ibid., h. 4

31Unberto Sihombing, Pendidikan Luar Sekolah, Kini dan Masa Depan,(Cet.I;Jakarta ; mahkota,1999)h.1

32 Depertemen Sosial RI, Op.cit h.8

33 Depertemen Sosial RI Ibid.,h.30