Metode Psikologi Pendidikan

Metode Psikologi Pendidikan.  Kebanyakan psikolog menganggap kegiatan belajar-mengajar manusia adalah topik paling penting dalam studi psikologi. Demikian pentingnya arti belajar sehingga nyaris tak satu pun aspek kehidupan manusia yang terlepas dari belajar. Namun, perbedaan persepsi, (pemahaman atas dasar tanggapan) mengenai arti dan seluk-beluk belajar selalu muncul dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi berikutnya.

Kenyataan yang tak terelakkan bahwa perbedaan generasi psikolog sering pula membawa perbedaan persepsi terhadap belajar. Kurang-lebih 45 tahun yang lalu persepsi orang khususnya para pendidik profesional sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme yang didasarkan pada hasil eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan percobaan.

Metode Psikologi Pendidikan

Akhir-akhir ini, persepsi tersebut sudah banyak berubah seiring dengan perubahan pandangan para ahli psikologi pendidikan terhadap keabsahan (validity) dan kecermatan (accuracy) temuan riset yang menggunakan hewan­-hewan itu (Lazerson, 1975). Para peneliti bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan kini telah semakin sadar betapa dalam dan rumitnya proses berpikir siswa ketika ia belajar, sehingga gejala perilaku hewan percobaan tak layak lagi digunakan sebagai bahan kiasan (analogi) yang memadai. Perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola riset dan penggunaan metode untuk menghimpun data psikologis di bidang kependidikan.

Data sebenarnya dapat diangkat dari sumbernya dengan metode apa saja asal cocok dengan jenis, sifat, dan sumber atau asal-usul data tersebut. Namun, kebanyakan ahli psikologi pendidikan membatasi penggunaan metode sesuai dengan wilayah riset (aspek psikologis) dan sifat pertanyaan penelitian yang benar-benar relevan dengan kebutuhan kajian atau kebutuhan kependidikan.

Metode, seperti yang penyusun uraikan pada bagian lain buku ini, secara singkat dapat dipahami sebagai cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan. Dalam psikologi pendidikan, metode-metode tertentu dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran.

Pada umumnya, para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologis di bidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu seperti: a) eksperimen; b) kuesioner; c) studi kasus; d) penyelidikan klinis; dan e) observasi naturalistik. Di samping lima macam metode di atas, H.C. Witherington menyebut satu metode lagi yang bernama metode filosofis atau spekulatif. Namun, penyusun tidak merasa perlu memperbincangkannya lebih jauh mengingat metode tersebut kurang populer dan belum dapat diterima eksistensinya oleh banyak ahli.

A. Metode eksperimen

Pada asasnya, metode eksperimen merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (peneliti yang bereksperimen) di dalam sebuah laboratorium atau ruangan tertentu lainnya. Teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca. Selain itu, eksperimen dapat pula dipakai untuk mengukur kecepatan be­reaksi seorang siswa terhadap stimulus tertentu. Alat utama yang paling sering dipakai dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakultas psikologi di universitas-universitas terkemuka adalah komputer dengan pelbagai programnya seperti program cognitive psychology test.

Metode eksperimen sering digunakan dalam penelitian psikologi pen­didikan dengan tujuan untuk menguji keabsahan dan kecermatan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hasil temuan penelitian dengan metode lain. Contoh: apabila sebuah kesimpulan yang ditarik dari sebuah penelitian dengan metode observasi misalnya, menimbulkan keraguan atau masalah baru, maka dilakukan percobaan atau eksperimen.

Metode eksperimen bagi para psikolog, termasuk psikolog pendidikan, dianggap sebagai metode pilihan dalam arti lebih utama untuk digunakan dalam riset-riset. Karena data dan informasi yang dihimpun melalui metode ini lebih bersifat definitif (pasti) dan lebih saintifik (ilmiah) jika dibandingkan dengan data dan informasi yang dihimpun melalui penggunaan-penggunaan metode lainnya.

Anggapan itu sesungguhnya tidak sepenuhnya benar, sebab sering ter­jadi perilaku subjek yang terekam dalam eksperimen ternyata berlawanan dengan perilaku subjek tersebut dalam kehidupan sehari-harinya. Jadi, subjek tadi mungkin telah berpura-pura ketika diteliti karena ingin mem­bantu atau mengacaukan rancangan operasional penelitian eksperimenter.

Untuk mengantisipasi hal yang bakal terjadi yang tidak sesuai dengan harapan peneliti, rancangan eksperimen (experimental design) biasanya dibuat sedemikian rupa, sehingga, seluruh unsur penelitian termasuk penggunaan laboratorium/tempat dan subjek yang akan diteliti betul­-betul memenuhi syarat penelitian eksperimental.

Dalam penelitian eksperimental objek yang akan diteliti dibagi ke dalam dua kelompok, yakni: 1) kelompok percobaan (eksperimental group); 2) kelompok pembanding (control group). Kelompok percobaan terdiri atas sejumlah orang yang tingkah lakunya diteliti dengan perlakukan khusus dalam arti sesuai dengan data yang akan dihimpun. Kelompok pembanding juga terdiri atas objek yang jumlah dan karakteristiknya sama dengan kelompok percobaan, tetapi tingkah lakunya tidak diteliti dalam arti tidak diberi perlakuan (treatment) seperti yang diberikan kepada kelompok percobaan. Setelah eksperimen usai, data dari kelompok percobaan tadi dibandingkan dengan data dari kelompok pembanding, lalu dianalisis, ditafsirkan, dan disimpulkan dengan teknik statistik tertentu.

B. Metode kuesioner

Metode kuesioner ‘(questionaire) lazim juga disebut sebagai metode surat­-menyurat (mail survey). Kuesioner disebut “mail survey” karena pelaksanaan penyebaran dan pengembaliannya sering dikirimkan ke dan dari responden melalui jasa pos.

Namun, sebelum kuesioner disebarkan atau dikirimkan kepada res­ponden yang sesungguhnya, seorang peneliti psikologi pendidikan biasanya melakukan uji coba (try out). Caranya, sejumlah kuesioner dibagi­-bagikan kepada sejumlah orang tertentu yang memiliki karakteristik sama dengan calon responden yang sesungguhnya. Tujuannya, untuk memastikan apakah pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner itu cukup jelas dan relevan untuk dijawab, dan untuk memperoleh masukan yang mungkin bermanfaat bagi penyempurnaan kuesioner tersebut.

Penggunaan metode kuesioner dalam riset-riset sosial termasuk bidang psikologi pendidikan relatif lebih menonjol bila dibandingkan dengan penggunaan metode-metode lainnya. Gejala dominasi (penguasaan/ kemenonjolan) penggunaan metode ini muncul karena lebih banyak sampel yang bisa dijangkau di samping unit cost (biaya satuan) per responden lebih murah. Contoh data yang dapat dihimpun dengan cara penyebaran adalah sebagai berikut.

  1. Karakteristik pribadi siswa seperti jenis kelamin, usia, dan seterusnya tapi tidak termasuk nama.
  2. Latar belakang keadaan siswa seperti latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan sebagainya.
  3. Perhatian siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
  4. Faktor-faktor pendorong dan penghambat siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu.
  5. Aplikasi (penerapan) mata pelajaran tertentu dalam kehidupan sehari­hari siswa (seperti salat dalam pelajaran agama).
  6. Pengaruh aplikasi mata pelajaran tertentu terhadap perikehidupan siswa.

Baca juga tentang Pentingnya Psikologi bagi Pendidikan, Manfaat Psikologi Pendidikan bagi Guru Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Sumber : Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru