Fawatih as-Suwar

A. Pengertian dan Macam-Macam Fawatih As-Suwar

Di antara ciri-ciri surat-surat Makkiyah adalah banyak surat-suratnya yang dimulai dengan huruf-huruf potongan (muqatta’ah) atau pembukaan-pembukaan surat (fawatih al-suwar). Pembukaan-pembukaan surat ini dikategorikan kepada beberapa bentuk :

  1. Bentuk yang terdiri dari satu huruf. Bentuk ini terdapat pada tiga surat, yaitu surat Sad, Qaf, wa Al-Qalam. Surat pertama dibuka dengan Sad, kedua dengan Qaf dan ketiga dibuka dengan Nun.
  2. Bentuk yang terdiri dari dua huruf. Bentuk ini terdapat pada sepuluh surat . tujuh diantaranya disebut hawamim yaitu surat-surat yang dimulai dengan huruf Ha dan Mim. Surat-suratnya adalah surat Gafir, Fushilat, As-Syura, Al-Zukhruf, Al-Dukhan, Al-Jatsiyah, dan Al-Ahqaf. Khusus pada surat As-Syura pembukaannya bergabung antara  ???  dan    ??? . Tiga surat lagi adalah surat ?? , ???  dan ??
  3. Pembukaan surat yang terdiri dari tiga huruf terdapat tiga belas tempat. Enam di antaranya dengan huruf ???  yaitu surat Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Luqman dan Al-Sajadah. Lima huruf ??? yaitu pada surat Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim dan Al-Hijr. Dua susunan hurufnya ???  terdapat pada pembukaan surat As-Syura dan Al-Qashash.
  4. Pembukaan surat yang terdiri dari empat huruf, yaitu ???? pada surat Al-A’raf dan pada surat Ar-Rad ????
  5. Pembukaan surat yang terdiri dari lima huruf hanya satu, yaitu ????? pada surat Maryam.
  1. B. Kedudukan Pembuka Surat Al-Qur’an

Menurut As-Suyuti, pembukaan-pembukaan surat (awail Al-Suwar) atau huruf-huruf potongan (Al-Huruf Al-Muqatta’ah) ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat. Sebagai ayat-ayat mutasyabihat, para ulama berbeda pendapat lagi dalam memahami dan menafsirkannya. Dalam hal ini pendapat para ulama pokoknya terbagi dua. Pertama, kelompok ulama yang memahaminya sebagai rahasia yang hanya diketahui Allah. As-Suyuti memandang pendapat ini sebagai pendapat yang mukhtar (terpilih). Ibnu Al-Munzir meriwayatkan bahwa ketika Al-Syabi ditanya tentang pembukaan-pembukaan surat ini berkata :

Artinya : “Sesungguhnya bagi setiap kitab ada saripatinya, dan sari pati Kitab (Al-Qur’an) ini adalah huruf-huruf ejaanya”.

Abu Bakar juga diriwayatkan pernah berkata :

Artinya : “Pada setiap kitab ada rahasia, dan rahasianya dalam Al-Qur’an adalah permulaan surat-suratnya”.

Kedua, pendapat yang memandang huruf-huruf di awal surat-surat ini sebagai huruf-huruf yang mengandung pengertian yang dapat dipahami oleh manusia. Karena itu penganut pendapat ini memberikan pengertian dan penafsiran kepada huruf-huruf tersebut.

Dengan keterangan di atas, jelas bahwa pembukaan-pembukaan surat ada 29 macam yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paling banyak terdapat dalam pembukaan-pembukaan ini adalah huruf Alif (?) dan Lam (?), kemudian Mim (?), dan seterusnya secara berurutan huruf Ha(?) , Ra’(?) , Sin (?), Ta (?), Sad (?), Ha (?), dan Ya (?), ‘Ain (?), dan Qaf (?), dan akhirnya Kaf (?), dan Nun (?).

Seluruh huruf yang terdapat dalam pembukaan-pembukaan surat ini dengan tanpa berulang jumlah 14 huruf atau separuh dari jumlah keseluruhan ejaan. Karena itu, para mufassir berkata bahwa pembukaan-pembukaan ini disebutkan untuk menunjukkan kepada bangsa Arab kelemahan mereka. Meskipun Al-Qur’an tersusun dari huruf-huruf ejaan yang mereka kenal, sebagiannya datang dalam Al-Qur’an dalam bentuk satu huruf saja dan lainnya dalam bentuk yang tersusun dari beberapa huruf, namun mereka tidak mampu membuat kitab yang menandinginya. Pendapat ini telah dijelaskan secara panjang lebar oleh Al-Zamakhsyari (wafat 538 H) dan Al-Baidhawi (wafat 685 H). Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Taimiyah (wafat 728 H) dan muridnya, Al-Mizzi (wafat 742 H). Mereka menguraikan tantangan Al-Qur’an terhadap bangsa Arab untuk membuat tandingannya. Al-Qur’an dirutunkan dalam bahasa mereka sendiri, tetapi mereka tidak mampu membuat kitab yang menyerupainya. Hal ini menunjukkan kelemahan mereka di hadapan Al-Qur’an dan membuat mereka tertarik untuk mempelajarinya.

Berikut ini dikemukakan beberapa riwayat dan pendapat ulama :

Artinya : “Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah :??? , berkata Ibn Abbas : “Aku Allah lebih mengetahui”, tentang: ???? berkata Ibn Abbas :”Aku Allah akan memperinci”, dan tentang ??? berkata Ibn Abbas : “Aku Allah Melihat”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari Jalan Abu Al-Dhuha).

Artinya : “Dari Ibnu Abbas, berkata ia : “Alif Lam Ra, Ha’ Mim dan Nun adalah huruf-huruf Al-Rahman yang dipisahkan (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim dari Jalan Ikramah).

Artinya : “Dari Ibnu Abbas tentang Kaf, Ha’ Ya,’Ain, Sad, berkata ia : “Kaf dari  Karim (Pemurah), Ha dari Hadin (Pemberi Petunjuk), Ya dari Hakim (Bijaksana), ‘Ain dari Alim (Maha Mengetahui) dan Sad dari Sadiq (Yang benar). (Dikeluarkan oleh Al-Hakim dan lainnya dari jalan Said Ibn Jubair).

  1. “Dari Salim Ibn Abdillah berkata ia :  ??? , ?? dan ?  dan seumpamanya adalah nama Allah yang dipotong-potong (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  2. “Dari Al-Saddiy, ia berkata : “Pembukaan-pembukaan surat adalah nama dari nama-nama Tuhan Jalla Jalaluh yang dipisah-pisah dari Al-Qur’an”. (Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim).
  3. “Dari Ibn Abbas, berkata ia : ??? ,  ???,  ? dan yang seumpamanya adalah sumpah yang Allah bersumpah dengannya dan merupakan nama-nama Allah juga”. (Dikeluarkan oleh Ibn Jarir dan lainnya dari jalan Ali Ibn bin Abi Talhah)

Ada pendapat mengatakan bahwa huruf-huruf itu adalah nama-nama bagi Al-Qur’an, seperti al-Furqan dan al-Zikir. Pendapat lain mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut adalah pembuka bagi surat-surat Al-Qur’an sebagaimana halnya qasidah sering diawali dengan kata  ?? dan ?? .

Dikatakan juga huruf-huruf ini merupakan peringatan-peringatan (tanbihat) sebagaimana hamnya dalam panggilan (nid’). Akan tetapi, di sini tidak digunakan kata-kata yang biasanya digunakan dalam bahasa Arab, seperti ??? dan ???  karena kata-kata ini termasuk lafal yang sudah biasa dipakai dalam percakapan. Sedangkan Al-Qur’an adalah kalam yang tidak sama dengan kalam biasa sehingga digunakan Alif (?).

Sebagai peringatan (tanbihat) yang belum pernah digunakan sama sekali sehingga lebih terkesan kepada pendengar.

Dalam hubungan ini sebagian ulama memandangnya peringatan (tanbih) kepada Rasul agar dalam waktu-waktu kesibukannya dengan urusan manusia berpaling kepada Jibril untuk mendengarkan ayat-ayat yang akan disampaikan kepadanya. Sebagian yang lain memandangnya sebagai peringatan (tanbih) kepada orang-orang Arab agar mereka tertarik mendengarkannya dan hati mereka menjadi lunak kepadanya. Tampaknya, pandangan yang pertama kurang tepat karena Rasul sebagai utusan Allah dan yang terus menerus merindukan wahyu tidak perlu diberi peringatan. Sedangkan pandangan yang kedua adalah lebih kuat karena orang-orang Arab yang selalu bertingkah, keras hati dan enggan mendengarkan kebenaran perlu diberi peringatan (tanbih) agar perhatian mereka tertuju kepada ayat-ayat yang disampaikan.

Di katakan juga bahwa Thaha (??) dan Yasin(??)   berarti hai laki-laki atau hai Muhammad atau hai manusia. Pendapat lain memandang kedua Thaha (??) dan Yasin(??)   sebagai nama Nabi Muhammad Saw.

Di samping itu, terdapat pula berbagai penafsiran dan pemahaman yang dilakukan oleh kaum Syi’ah, Sufi dan orientalis. Sebagian ulama Syi’ah telah menyusun huruf-huruf pembukaan surat-surat Al-Qur’an dengan mengesampingkan perulangannya menjadi suatu kalimat yang berbunyi :    ???? ??? ?? ????? “Jalan yang ditempur Ali adalah kebenaran yang kita pegangi”.

Tampaknya pemahaman ini bertujuan untuk memperkuat dakwaan mereka bahwa Ali sebagai imam mereka. Karena itu pula, sebagian ulama Sunni membantahnya dengan menyusun kalimat yang mengandung pengertian yang memihak kepada Sunni dari huruf-huruf yang sama :  ?? ????? ?? ?????  “Telah benar jalanmu bersama Sunnah”.

Penafsiran seperti ini dilakukan melalui hisab yang dikenal dengan sebutan “add ab jd”. Ibn Hajar Al-Asqalani (wafat 582 H) menegaskan bahwa cara pemahaman seperti ini batal dan tidak dapat dipegangi. Sebab, terdapat riwayat yang shahih dari Ibn Abbas tentang laranganya menggunakan add ab jd  dan isyaratnya memasukkan yang demikian kepada sihir serta tidak mempunyai dasar dalam syari’at.

Sebagai seorang tokoh sufi, Muhyiddin Ibn Arabi (wafat 638 H) mengemukakan penafsiran lain. Shubhi Al-Salih mengutip keringkasan pendapat Ibn Arabi dari tafsir Al-Alusi sebagai berikut :

“Ketahuilah bahwa awal-awal surat yang majhullah (tidak diketahui), hakikatnya hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dapat memahami makna dari bentuk-bentuk yang dipahami dengan akal. Allah menjadikan permulaan-permulaan surat-surat yang tidak diketahui itu pada 29 surat. Ini adalah kesempurnaan bentuk, (dan Kami tetapkan bagi bulan-bulan Manzilah-manzilah), dan yang ke-29 adalah sumbu falak dan merupakan illat wujudnya dan itulah surat Ali Imran (Alif Lam Min, Allah). Sekiranya tidak demikian, tentulah tidak yang 28 itu. Jumlahnya mengulangi huruf-huruf tersebut adalah 78 huruf. Maka yang delapan ini merupakan hakikat Al-Bidh yang terdapat dalam sabda Nabi SAW : “Al-Iman Bidh wa Sab’un”, dan huruf –huruf ini 78. Karena itu, tidak seorang hamba pun dapat menyempurnakan rahasia-rahasia iman sehingga ia mengetahui hakikat huruf-huruf itu pada surat-suratnya … “.

Demikianlah penafsiran-penafsiran yang diberikan Ibn Arabi di samping keterangan-keterangan lanjutannya yang juga dikutip Shubhi Al-Shalih dan T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie.

Sedangkan orientalis Jerman, Nolkede adalah orang pertama mengemukakakn dugaan bahwa huruf-huruf Muqatta’ah itu merupakan penujukan nama-nama para pengumpulnya. Misalnya Sin sebagai kependekan dari nama sahabat Sa’ad Ibn Abi Waqash, Mim dari nama Al-Mughirah, Nun dari nama Usman bin Affan dan Ha’ dari nama Abu Hurairah. Kemudian ia sendiri meninggalkan pandangan ini dan dalam artikel-artikelnya yang belakangan ia mengemukakan pandangan huruf-huruf itu merupakan simbol-simbol yang tidak bermakna, mungkin sebagai tanda-tanda magis atau tiruan-tiruan dari tulisan kitab samawi yang disampaikan kepada Nabi Muhammad. Pandangan senada dengan pendapat Nolkede pertama juga dianut oleh Hirschfeld. Akan tetapi, dalam memberikan kepanjangan kepada huruf-huruf tertentu ia berbeda dengan Nolkede. Misalnya untuk nama Usman, Hirschfeld mengenakan huruf Mim dan untuk nama Al-Mughirah gabungan huruf Alif Lam Mim.

Syubhi Al-Shalih setuju dengan pendapat Rasyid Ridha yang memandang huruf-huruf muqatta’ah sebagai tanbih meskipun sebelumnya pendapat ini telah dikemukakan oleh Al-Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan, As-Suyuti dalam Al-Itqan, Ibn Jarir dan Ibn Katsir dalam tafsirnya masing-masing.

  1. C. Pendapat Para Ulama tentang Huruf Hijaiyah Pembuka Surat

Para ulama yang membicarakan masalah ini ada yang berani menafsirkannya, di mana huruf-huruf ini merupakan rahasia yang hanya Allah sendiri yang mengetahui-Nya.

  1. Az-Zamakhsari berkata dalam tafsirnya “Al-Qasysyaf” huruf-huruf ini ada beberapa pendapat yaitu :
    1. Merupakan nama surat
    2. Sumpah Allah
    3. Supaya menarik perhatian orang yang mendengarkannya
  2. As-Suyuti menukilkan pendapat Ibnu Abbas tentang huruf tersebut sebagai berikut :

Adh Dahak berpendapat bahwa ???  ialah??? ???? ???? ?    ????    .  Dikatakan pendapat hanyalah dugaan belaka. Kemudian As-Suyuti menerangkan bahwa hal itu merupakan rahasia yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.

  1. Al-Quwaibi mengatakan bahwasanya kalimat itu merupakan tanbih bagi Nabi, mungkin pada suatu saat Nabi dalam keadaan sibuk, maka Allah menyuruh Jibril untuk memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan kepadanya.
  2. As-Sayid Rasyid tidak membenarkan Al-Quwaibi di atas, karena Nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu.

Rasyid Ridha berpendapat sesuai dengan Ar-Razi, bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang Musyrik Mekkah dan Ahli Kitab Madinah. Karena orang-orang kafir apabila Nabi membacakan Al-Qur’an satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya.

Disebutkan dalam surat Fushilat ayat 26 :

Artinya : “Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka)” (Q.S. Fussilat : 26).

  1. Ulama salaf berpendapat bahwa “Fawatihus Suwar” telah disusun sejak zaman azali sedemikian rupa supaya melengkapi segala yang melemahkan manusia dari mendatangkannya seperti Al-Qur’an.

Oleh karena i’tiqad bahwa huruf-huruf ini telah sedemikian dari azalinya, maka banyaklah orang yang tidak berani menafsirkannya  dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf-huruf itu. Huruf-huruf itu dipandang masuk dalam golongan mutasyabihat yang hanya Allah sendiri yang tahu artinya.

Huruf-huruf itu, sebagaimana pernah ditegaskan oleh Asy-Syabi, ialah rahasia dari pada Al-Qur’an ini.

Ali ibn Abi Thalib pernah berkata :

Artinya : “Sesungguhnya bagi setiap kitab ada saripatinya, sari pati Al-Qur’an adalah huruf-huruf Hijaiyah”.

Abu Bakar Ash-Shiddiqie pernah berkata :

Artinya : “Pada setiap kitab ada rahasianya, dan Rahasia dalam Al-Qur’an ialah permulaan surat-suratnya”.

Dalam hal ini Prof. Hasbi Ash-Shiddiqie menegaskan bahwa dibolehkannya mentakwilkan huruf-huruf tersebut asal tidak menyalahi penetapan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam pada itu yang lebih baik kita serahkan saja kepada Allah.