Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

A.  Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Istilah pertumbuhan dan perkembangan sering digunakan secara bergantian atau secara bersama dalam arti yang sama. Namun demikian, sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda, walaupun keduanya mempunyai aspek yang sama, yaitu terjadinya perubahan dan pertambahan. Untuk jelasnya dapat kita lihat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli.

Dr. Kartini Kartono mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam passage (peredaran waktu) tertentu.[1]

Drs. Muhiddin Syah mengemukakan bahwa:

“Pertumbuhan berarti perubahan-perubahan kualitatif yang mengacu pada jumlah, besar dan luas yang bersifat konkret.”.[2]

Drs. H. Abu Ahmadi, mengemukakan bahwa:

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan . . . , Pertumbuhan

itu tidak hanya berlaku pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, karena tidak selamanya material itu kuantitatif. Material dapat terdiri dari bahan-bahan kuantitatif misalnya atom, sel, kromosan, rambut dan lain-lain, dapat pula material terdiri dari bahan-bahan kualitatif misalnya kesan, keinginan, ide, gagasan, pengetahuan, nilai, dan lain-lain.[3]

Dari uraian di atas, dapatlah kita rumuskan arti pertumbuhan sebagai perubahan kuantitatif pada material pribadi sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Material pribadi seperti sel, kromoson, rambut, butiran darah, tulang, adalah tidak dapat dikatakan berkembang, melainkan bertumbuh. Begitu juga material pribadi seperti kesan, keinginan, ide, pengetahuan, nilai, selama tidak dihubungkan dengan fungsinya. Jadi pertumbuhan meliputi pertambahan material, baik yang pertumbuhan yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif, sepanjang tidak berhubungan dengan fungsinya.

Selanjutnya untuk pengertian perkembangan, dapat kita lihat dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

Drs. Tadjad mengemukakan bahwa:

“Perkembangan adalah perubahan dan pertambahan yang bersifat kualitatif dari setiap fungsi-fungsi kejiwaan dan kepribadian”.[4]

Sejalan dengan itu Drs. Muhiddin Syam mengemukakan bahwa:

Perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu  pada mutu

fungsi organ-organ jasmaniah, bukan organ-organ jasmaniahnya itu sendiri. Dengan kata lain, perekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.[5]

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan itu adalah perubahan dan pertambahan kualitatif daripada setiap fungsi disebabkan adanya proses pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi itu, di samping itu juga disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar. Jadi kita dapat merumuskan pengertian perkembangan pribadi sebagai perubahan kualitatif dari setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan belajar.

Dari beberapa pengertian pertumbuhan dan perkembangan yang telah dikemukakan di atas, dapat kita simpulkan bahwa pertumbuhan mengandung arti yang berbeda dengan pribadi yang berkembang. Dalam pribadi manusia, baik yang jasmaniah maupun yang rohaniah, terdapat dua bagian yang berbeda sebagai kondisi yang menjadikan pribadi manusia berubah menuju kesempurnaan. Dua bagian yang kuantitatif dan bagian pribadi fungsional yang kualitatif. Pribadi material yang kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan pribadi fungsional yang kuantitatif mengalami perkembangan.

B.  Faktor-faktor  Yang  Mempengaruhi  Pertumbuhan  dan  Perkembangan Anak

Setelah membahas pengertian pertumbuhan dan perkembangan di atas, kita akan membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, memang tidak dapat dihindari adanya beberapa faktor yang mempengaruhi organ tubuh anak, antara lain:

  1. Faktor sebelum lahir, yaitu adanya gejala-gejala tertentu yang terjadi sewaktu anak masih di dalam kandungan. Contoh: Adanya gejala kurungan nutrisi pada ibu atau janin, terkena infeksi oleh bakteri syphilis, dan lain-lain.
  2. Faktor pada waktu lahir, yaitu terjadinya gangguan pada saat anak dilahirkan. Contoh: Dinding rahim terlalu sempit hingga terjadi tekanan yang kuat dan mengakibatkan pendarahan pada kepala, dan lain-lain.
  3. Faktor sesudah lahir, yaitu peristriwa-peristiwa tertentu yang terjadi setelah anak lahir, terkadang menimbulkan terhambatnya peertumbuhan anak. Contoh: Kekurangan gizi atau vitamin, adanya benturan di kepala, dan lain-lain.
  4. Faktor psikologis, yaitu adanya kejadian-kejadian tertentu yang menghambat berfungsinya psikis terutama yang menyangkut perkembangan intelegensi dan emosi anak yang berdampak pada proses pertumbuhan anak. Contoh: Kurangnya perawatan jasmani, atau rohani, kurangnya kasih sayang dan perhatian, dan lain sebagainya.[6]

Jadi pada dasarnya peertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh keempat faktor di atas, kekurangan nutrisi pada ibu atau janin, perdarahan di bagian kepala yang disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim waktu dilahirkan,  ataupun pengalaman  traumatik karena terjatuh, dapat menyebabkan

pertumbuhan bayi dan anak menjadi terganggu.

Di samping itu dapat kita lihat, bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dari golongan sosial ekonomis yang rendah pada umumnya tumbuh lebih kecil daripada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dari kelas menengah dan tinggi. Hal ini disebabkan karena kekurangan gizi dan kurang sempurnanya perawatan kesehatan.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi perkembangan seorang anak, menurut Kartini Kartono, antara lain:

  1. Faktor herediter (warisan sejak lahir), bawaan).
  2. Faktor lingkungan, yang menguntungkan atau yang merugikan.
  3. Kematangan fungsi-fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis.
  4. Aktivitas anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, kemampuan sosial, bisa menolak atau menyetujui, punya emosi, serta usaha membangun diri sendiri.[7]

Setiap gejala perkembangan anak merupakan hasil kerjasama dan pengaruh timbal balik antara potensi hereditas dengan faktor-faktor lingkungan. Oleh karena itu bakat dan potensi anak patut diperhitungkan. Perkembangan setiap anak pada batas tertentu sangat ditentukan oleh bibit dari setiap potensi psiko-psiko anak. Dan kualitas alami tersebut mempengaruhi cara bereaksi atau respon anak terhadap segala pengaruh dari lingkungan.

Kualitas-kualitas  bawaan akan tampak pada  penampakan ciri-ciri fisik

yang karaktereistik, misalnya:  penampakantubuh, warna rambut, bentuk  hidung, dan lain-lain. Hal ini juga tampak pada ciri-ciri psikis yang ber-karakteristik, misalnya: kecverdasan atau intelegensi, ketekunan, minat, dan lain-lain.

Pertumbuhan dan perkembangan anak kemudian diikuti dengan usaha belajar. Dan setiap pengalaman anak sejak masa lahirnya akan cenderung mendorong maju perkembangannya. Jelaslah bahwa impuls untuk tumbuh dan berkembang pada anak itu sangat kuat. Implus ini dimanfaatkan oleh anak untuk mencoba setiap bakat dan kemampuannya, dengan caranya sendiri. Oleh karena itulah maka anak disebut sebagai subyek yang aktif.

Menurut Tadjad pada garis besarnya ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak, yaitu:

  1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, yang berasal dari keturunan dan pembawaan.
  2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak, yang berasal dari pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.[8]

Pada dasarnya, faktor-faktor tersebut di atas sama dengan yang dijelaskan sebelumnya, yaitu bahwa faktor keturunan atau pembawaan dari anak dan  juga  faktor  dari  lingkungan   sekitarnya   sangan   mempengaruhi   proses

pertumbuhandan perkembangannya, tidak terlepas dari pembawaan dan lingkungannya.

C.  Teori Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Suatu sistem pengertian atau konseptualisasi yang diorganisasikan secara logis, dan diperoleh melalui jalan (pendekatan) yang sistematis, biasanya disebut sebagai teori. Adapun yang menyangkut teori-teori tentang pertumbuhan dan perkembangan anak dari para ahli sangat beragam. Menurut Tadjad ada tiga teori tentang pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, yaitu:

  1. Teori Nativisme, berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki sifat dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya. Sedangkan pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja.
  2. Teori Empirisme, berpendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa. Seluruh pertumbuhan dan perkembangan semata ditentukan oleh faktor di luar, yaitu lingkungan, pengalaman dan pendidikan yang diterimanya.
  3. Teori Konvergensi, berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak itu adalah sebagai akibat interaksi antara faktor intern dan ekstern. Anak dilahirkan dengan membawa sifat-sifat dasar atau benih-benih tertentu yang berasal dari keturunan (herediter), namun sifat dasar benih tersebut baru bisa tumbuh dan berkembang setelah mendapatkan pengaruh dari lingkungan dan pendidikan yang tepat.[9]

Selain dari teori yang telah disebutkan di atas, Drs. H. Abu Ahmadi menuliskan dalam bukunya beberapa teori perkembangan anak sebagai berikut:

1Teori Empirisme

Teori Empirisme, berpendapat bahwa pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran. Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih seperti meja lilin (tabularasa), maka pengalaman (empiris) anaklah yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak.  Dengan demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran anak pasti berhasil membentuk perkembangan atau pengajaran anak pasti berhasil membentuk perkembangannya. Teori ini biasa juga dikenal sebagai:

  1. Teori Optimisme (paedagogik optimisme) dengan alasan karena teori ini sangat yakin dan optimis akan keberhasilan upaya pendidikan dalam membina kepribadian anak.
  2. Teori yang berorientasi lingkungan, karena lingkungan lebih banyak menentukan corak perkembangan anak.
  3. Teori Tabularasa, karena faham ini mengibaratkan anak lahir dalam kondisi putih bersih seperti meja lilin (tabula/table: meja, rasa, lilin).
    1. 2. Teori Nativisme
    2. Teori Nativisme mengemukakan  bahwa anak lahir telah  dilengkapi pemba-
    3. pembawaan bakat alami (kodrat). Dan pembawaan inilah yang akan menentukan wujud kepribadian seorang anak. Pengaruh lain dari luar tidak akan mampu merubah pemba2waan anak. Dengan demikian, maka pendidikan bagi anak adalah sia-sia tidak perlu dihiraukan. Tokoh utamanya adalah Shopenhauer dari Jerman
    4. Teori Passimisme (paedagogik passimisme), karena teori ini  menolakdan pasimis terhadap pengaruh dari luar.
    5. Teori Biologis, karena teori ini menitikberatkan faktor biologis, faktor keturunan (genetic) dan keadaan psikofisik yang dibawa sejak lahir.
      1. 3. Teori Konvergensi.

Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh dua faktor yang saling menopang, yakni faktor bakat dan faktor pengaruh lingkungan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, seolah-olah memadu dan bertemu dalam satu titik (converge). Di sini dapat dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila dibina oleh suatu pendidikan (pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat yang merupakan pembawaan lahir. Tokoh utama yang mempelajari teori ini adalah sepasang suami isteri Williams Stern dan clara Stern.

4.  Teori Rekapitulasi

Rekapitulasi  berarti  ulangan, yang  dimaksudkan di sini adalah bahwa

perkembangan jiwa anak adalah merupakan hasil ulangan dari perkembangan seluruh jenis manusia. Disimpulkan bahwa seorang manusia akan mengalami tingkatan masa sebagai berikut:

  1. Masa berburu (merampok) sampai umur kurang lebih 8 tahun, rupa kegiatannya antara lain menangkap binatang.
  2. Masa penggembala, umur 8 – 10 tahun seorang anak senang memelihara binatang, ikan, kambing dan lain-lain.
  3. Masa bertani, umur 10 – 12 tahun anak suka berkebun memelihara dan menanam tanaman, bunga dan lain-lain…
  4. Masa berdagang, umur kurang lebih 12- 14 tahun anak gemar bermain pasar-pasaran, tukar-menukar perangko, tukar gambar, dan lain-lain.
  5. Masa industri, umur 14 tahun ke atas anak mulai mencoba berkarya sendiri, membuat mainan, membuat kandang merpati, dan lain-lain.

Pernyataan terkenal dari teori ini adalah onogenese recapitulatie philogenesa (perkembangan suatu jenis makhluk adalah mengulangi perkembangan seluruhnya). Tokoh utama teori ini adalah Haekal yang kemudian diikuti oleh Stanley Hall.

5. Teori Psikodinamika

Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosioafektif, yakni ketegangan yang ada di dalam diri seseorang ikut menentukan dinamika di tengah-tengah lingkungannya. Maka teori ini pun menekankan pada peranan lingkungan di dalam perkembangan anak. Yang termasuk pendukung teori ini adalah K. Homey, E. From dan juga Sigmund Freud.

6.  Teori Kemungkinan Berkembang

  1. Anak adalah makhluk manusia yang hidup
  2. Waktu dilahirkan anak dalam kondisi tidak berdaya, sehingga membutuhkan perlindungan.
  3. Dalam perkembangannya, anak melakukan kegiatan yang bersifat pasif (menerima) dan aktif (eksplorasi).

Yang menyampaikan teori ini adalah salah seorang ilmuan dari Belanda yaitu Dr. M.J. Langeveld.

7.  Teori Interaksionisme

Menurut teori ini perkembangan jiwa atau perilaku anak banyak ditentukan oleh adanya dialektif dengan lingkungannya. Maksudnya, adalah bahwa perkembangan kognitif seorang anak bukan merupakan perkembanan yang wajar, melainkan ditentukan oleh interaksi budaya. Pengaruh yang datang dari pengalaman dalam berinteraksi budaya, serta dari penanaman nilai-nilai lewat pendidikan (disebut transmisial) itu diharapkan mencapai suatu stadium yang  disebut  ekulibrasi,  yakni  keseimbangan  antara asimilasi dan  akomodasi

pada diri anak.[10]

Dalam ajaran Islam, sifat dasar yang berasal dari keturunan tersebut biasa disebut fitrah. Atas dasar fitrah itulah manusia diciptakan (ditumbuh- kembangkan). Namun merupakan tugas pendidik dan orang tua untuk mengajar, mendidik dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan potensi dari fitrah tersebut agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sempurna.


[1]Kartini Kartono, Psikologi Anak Psikologi Perkembangan (Cet. V; Bandung: Mandar Maju, 1995), h. 18.

[2]Muhiddin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru (Cet. I; Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h. 41.

[3]H. Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Pengembangan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 5.

[4]Tadjad, Ilmu Jiwa Pendidikan (Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 19.

[5]Muhiddin Syah, loc. cit.

[6]H. Abu Ahmadi, op. cit., h. 31.

[7]Kartini Kartono, op. cit., h. 21.

[8]Tadjad, op. cit., h. 20.

[9]Ibid., h. 20-21.

[10]Disadur dari H. Abu Ahmadi, op. cit., h. 20.