Isu Kependudukan yang Berdampak Lingkungan

BAB I

PendahUluan

A. Latar belakang

Pengertian Lingkungan Hidup menurut Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah : kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup termasuk sumber daya alamnya baik secara global, regional maupun nasional dalam sejarah peradaban manusia telah memberikan dua makna bagi manusia. Disatu sisi, makna yang dirasakan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, sedangkan di bagian lain menyebabkan bencana dan sekaligus penurunan kualitas hidup manusia.

Jika seseorang ditanya akan memilih yang mana, tentu jawabannya : lingkungan hidup dan sumber daya alam yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan sekaligus meningkatkan kualitas hidupnya. Tapi tanpa kesadaran mendalam tentang pemanfaatan lingkungan secara bijak, apakah mungkin pilihan itu dapat didapatkan?

Dalam 2 dekade terakhir ini kesadaran global akan perlunya kebersamaan masyarakat dunia untuk bersatu padu menyelamatkan planet bumi dan mahluk hidup yang berada di dalamnya semakin menguat dan kongkrit dalam implementasinya. Karena disadari betul penyebab utama kerusakan bumi ternyata karena kecerobohan dan tidak bijaknya manusia di bumi dalam merencanakan dan mengendalikan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya bagi kepentingan yang mengatasnamakan “pengembangan wilayah” dan “meningkatkan kesejahteraan rakyat”.

Berkurangnya cakupan hutan, diversifikasi penggunaan lahan, meningkatnya hujan asam, meningkatnya kadar CO², penggunaan CFC, penipisan ozon, erosi, banjir, pemanasan global, kemiskinan, epidemi berbagai penyakit seperti AID/HIV, malaria dan lain sebagainya, ternyata merupakan jalinan yang saling kait-mengait yang ujung-ujungnya menyebabkan bencana kronis yang menyengsarakan manusia di planit bumi. Akibat kerusakan lingkungan hidup, sebagai contoh pemanasan global yang antara lain menyebabkan perubahan ilkim, ternyata dampak negatif yang ditimbulkan tidak mengenal apakah negara maju atau negara berkembang, miskin atau kaya, sukunya A atau B, agamanya C atau D, dan sebagainya. Semua terkena dampaknya.

Indonesia sendiri telah cukup banyak mengalami dampak negatif dari kerusakan lingkungan hidup tersebut seperti banjir, kekeringan, badai, pasang naik air laut, erosi, longsor yang berakibat menurunnya produktifitas di berbagai bidang kegiatan dan korban manusia yang tidak sedikit.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, yakni : apa sajakah isu kependudukan yang memberikan dampak sangat besar terhadap lingkungan?

C. Data DAN fakta

Bencana akibat kecerobohan dan sekedar mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek sebetulnya telah terjadi sejak lama dan bahkan sejak awal peradaban manusia. Sebagai contoh: punahnya manusia purba di Mesopotamia diyakini oleh para ahli karena lingkungan hidup yang rusak , penyakit minamata dan itai-itai di Jepang tahun 1950-an akibat pencemaran air di teluk Minamata karena limbah industri/ pertambangan yang mengandung air raksa (Hg) dan cadmium (Cd), meluasnya penyakit malaria seiring meluasnya penggunaan pestisida. Pada awalnya kesadaran untuk menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup hanya terbatas pada negara-negara industri yang di satu sisi menghasilkan keuntungan ekonomi tetapi di sisi lain ternyata industri juga menghasilkan limbah yang sangat merugikan bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Limbah yang merugikan bagi kehidupan manusia tidak hanya berasal dari industri tetapi juga dari rumah tangga. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk potensi pencemaran akibat limbah rumah tangga semakin tinggi. Hal ini dipicu oleh pengerukan sumber daya alam oleh berbagai oknum yang berujung pada peningkatan kesejahteraan hidup segelintir orang.

 

BAB II

Pembahasan

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.

Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.

Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.

Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.

Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Konsep ini mengandung dua unsur:

Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.

Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.

Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.

Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.

Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.

Beberapa isu kependudukan yang perlu mendapat perhatian besar untuk mendukung pembangunan yang tak mengesampingkan masalah lingkungan hidup adalah :

A. Keterbatasan pengetahuan lingkungan, keterampilan pengelolaan, dukungan teknologi, dan rendahnya kreativitas penduduk

Keterbatasan pengetahuan tentang lingkungan adalah masalah klasik yang hingga sekarang belum dapat teratasi. Sungguh tragis, di tengah perkembangan dunia informasi yang begitu pesat, penduduk secara umum ternyata masih memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kurang dari cukup. Hal ini akhirnya menimbulkan terhambatnya kreativitas penduduk untuk menciptakan teknologi ramah lingkungan dengan hasil yang memuaskan.

Salah satu contoh yang dapat diambil adalah tentang masuknya produk transgenik, yang telah menjadi kontroversi sejak tahun 70-an. Di Indonesia, produk ini nyaris luput dari pengawasan. Masyarakat tidak sadar bahwa makanan yang dikonsumsinya terbuat dari produk rekayasa genetik (PRG). Apalagi produk transgenik ini sebenarnya telah menjadi kontroversi dunia sejak tahun 70-an.

Situs Uni Sosial Demokrat (www.unisosdem.org) melansir bahwa kasus penanaman kapas Bt (Bacillus thuringiensis) di Sulawesi Selatan pada 2001 yang berakhir dengan kegagalan panen para petani kapas. Bibit hasil produk rekayasa genetika terbukti memberikan dampak signifikan dan memberikan peran yang buruk bagi perkembangan bidang pertanian. Kasus ini merupakan yang pertama di Indonesia yang menimpa banyak korban petani miskin.

Pemerintah melalui Keputusan Mentan, mengeluarkan izin untuk komersialisasi benih transgenik, jenis bollgard cotton yang diproduksi Monsanto pada Februari 2001, tanpa dilandasi kebijakan yang mendukung.

Pemerintah menganggap dampak lingkungan kalah penting dibandingkan kemajuan ekonomi yang dibawa oleh teknologi tersebut. Sementara masyarakat tidak menerima informasi yang jelas tentang kemungkinan dampak lingkungan dan kesehatan bagi manusia, bahkan 10% dari kapas yang ditanam tidak dapat tumbuh.

Di tingkat dunia, faktor keamanan produk transgenik ini masih menyisakan kisah tragis. Sebut saja yang terjadi di Kanada (kasus Schmeiser) soal pencemaran hayati yang mengancam pertanian organik. Di India, ratusan petani dan mereka yang menangani kapas transgenik Bt jatuh sakit dengan gejala alergi.

Selain itu, sekitar 1.800 domba mati karena reaksi toksik saat makan sisa tanaman kapas Bt di empat desa di negara bagian Andhra Pradesh, India. Penyakit serupa dan bahkan kematian juga menimpa penduduk di Mindanao selatan, Filipina, yang dikaitkan dengan pemaparan pada jagung Bt sejak 2003.

Fakta ini menunjukkan bahwa masuknya produk pangan transgenik di pasaran terjadi akibat lemahnya akses informasi untuk masyarakat. Hal ini tak hanya terjadi dalam masalah produk pangan transgenik, tapi juga untuk keseluruhan informasi dan pengetahuan tentang lingkungan. Juga terlihat bahwa dukungan teknologi yang tidak mumpuni dari pihak pemerintah.

Keterbatasan pengetahuan lingkungan, keterampilan pengelolaan, dukungan teknologi, dan rendahnya kreativitas penduduk ini menyebabkan sempitnya alternatif pengelolaan lingkungan untuk keluar dari krisis lingkungan.

B. Infiltrasi budaya konsumerisme dan hedonisme sebagai bagian dari reklame penyiapan pasar produksi baik di dalam atau pun luar negeri

Francois Brune, dalam makalahnya yang dimuat di majalah Le Monde Diplomatique, menulis, “Ekonomi modern sebelum memulai produksi baru, akan mengawalinya dengan propaganda, yaitu mempropagandakan kepada khalayak bahwa produk baru yang muncul akan memberikan kebahagiaan dan keuntungan bagi konsumen, padahal kenyataan yang terjadi adalah penundukan isi pikiran konsumen.”

Tidak diragukan lagi, konsumsi yang sebesar-besarnya merupakan tujuan utama dari propaganda produk. Prinsip utama yang dipegang oleh propaganda jenis ini adalah mendorong konsumen untuk membeli sebanyak-banyaknya produk sebuah pabrik. Semakin banyak konsumen membeli sebuah produk, produsen produk tersebut akan mendapatkan keuntungan yang semakin besar.

Produksi besar-besaran terhadap sebuah produk hanya akan memikirkan aspek keuntungan dengan mengesampingkan aspek lain termasuk pengelolaan lingkungan. Hal ini menyebabkan makin menipisnya komitmen untuk mengelola lingkungan hidup. Tentu saja hasil akhirnya adalah terjadinya kerusakan lingkungan karena eksploitasi yang tidak sesuai dengan aturan.

C. Persepsi negatif dan salah persepsi terhadap kearifan lokal (indegenous knowledge) sebagai aset yang berharga bagi pengelolaan lingkungan

Secara persuasif ada berbagai cara yang dapat ditempuh dalam mengelola masalah lingkungan hidup, baik yang bersifat pencegahan maupun penanggulangan. Berbagai usaha yang dimaksudkan antara lain melalui kegiatan penyuluhan dan pendidikan, penggunaan instrumen ekonomi berupa insentif dan disinsentif, serta penyelesaian masalah secara alternatif. Penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat dilakukan dalam kaitan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap peran penting lingkungan hidup bagi kehidupannya sekarang maupun generasi penerusnya di masa mendatang.

Penyuluhan dan pendidikan yang ditempuh akan efektif bilamana metode dan materi yang diterapkan dapat menyentuh dan sejalan dengan kebutuhan serta kearifan lokal yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat bersangkutan. Dengan kata lain, pendekatan top-down yang sinergis perlu dikembangkan dalam proses penyuluhan dan pendidikan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Insentif merupakan upaya memberikan keringanan seperti di bidang perpajakan dengan mengurangi pajak yang dibayar atau berupa pemberian subsidi serta keuntungan-keuntungan lainnya kepada penerima insentif. Dalam kaitan mengelola masalah lingkungan hidup, insentif diberikan dalam rangka mencegah terjadinya sengketa lingkungan hidup baik melalui berbagai kebijakan bantuan atau subsidi kepada kegiatan-kegiatan yang ramah lingkungan hidup maupun berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan bagi lahan-lahan yang ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau. Dalam pada itu, disinsentif berupa beban yang diwajibkan kepada suatu pihak untuk dilakukan sehingga memberatkan yang bersangkutan. Disinsentif biasanya berupa kenaikan pungutan baik berupa retribusi ataupun pajak kepada kegiatan-kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan konflik lingkungan hidup. Sebagai contoh, pembebanan pajak yang tinggi kepada import barang dari bahan plastik merupakan bentuk disinsetif.

Dalam konteks sistem sosial budaya, hampir tiap daerah di kepulauan Indonesia memiliki indigenous knowledge system masing-masing ketika memperlakukan lingkungan hidup. Misalnya, dalam tradisi masyarakat Sunda pedalaman terdapat tiga klasifikasi hutan (leuweung) yang dijelaskan secara gamblang oleh Kusnaka Adimiharja (1994) dan bermanfaat bagi arah gerak pembangunan.

Pertama, leuweung sampalan, yakni hutan yang telah mengalami konversi menjadi lahan yang ditanami dan dijadikan tempat penggembalaan oleh masyarakat. Kedua, leuweung geuledegan, semacam hutan yang tidak boleh dieksploitasi warga, karena alasan kepercayaan dalam sistem sosial kemasyarakatan. Ketiga, leuweung titipan, semacam hutan yang boleh dieksploitasi dan dimanfaatkan warga setelah mendapatkan izin dari pemimpin adat.

Dari tiga sistem pengetahuan tersebut, terdapat makna yakni pembangunan berkelanjutan dan berparadigma ekologis adalah sebuah keniscayaan. Sebab selama ini arah pembangunan kerap diinterpretasi dengan pendekatan ekonomi-sentris saja. Akibatnya, potensi alam banyak terdegradasi ketika terkena proyek pembangunan, misalnya peristiwa meluapnya Lumpur panas di Sidoarjo yang menelan kerugian besar ialah salah satu ekses negatif dari pembangunan yang tak berkaidah. Atau, meningkatnya suhu kota sebesar 34,5 derajat celcius pada musim kemarau adalah akibat dari pembangunan infrastruktur yang jarang memerhatikan lingkungan sekitar.

  1. D. Salah pilih teknologi produksi

Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup ataupun alam sekitar, mula-mula pengaruh manusia terhadap lingkungannya tidaklah terlalu besar. Dalam hal itu, alam masih sanggup membuat keseimbagnan baru terhadap perubahan yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun apa yang datang kemudian sangatlah mencemaskan kita semua. Manusia, karena evolusi kulturalnya, telah melahirkan ilmu dan teknologi yang kadang-kadang, sekalipun belum dikuasai sepenuhnya telah digunakan secara luas, sehingga bukan mustahil perbuatan manusia itu justru akan menghancurkan kemampuan alam untuk memulihkan dirinya. Hal ini akan membawa akibat lingkungan tidak dapat lagi mendukung kehidupan manusia di bumi.

Dengan ilmu dan teknologi yang ditemukannya, kemampuan manusia untuk mengubah lingkungannya semakin besar. Mulailah manusia seolah-olah bisa melepaskan dirinya dari ketergantungannya pada alam sekitarnya. Ia merasa bahwa alam diciptakan bagi manusia, dan karena itu alam haruslah dapat ditaklukkan untuk kepentingan manusia. Dalam kesempatan itu, manusia mencari makan bukan sekedar sebagai penawar lapar, berpakaian bukan sekedar melindungi diri dari panas dan dingin, melainkan ia ingin menikmatinya. Alat rumah tangga dan alat angkut diciptakannya demi kesenangannya dan kemudahan untuk hidupnya. di samping itu, manusia menggali berbagai jenis barang tambang, membangun berbagai bendungan, pabrik, serta pusat tenaga listrik, membakar beribu ton minyak dan bahan bakar lainnya untuk menggerakkan pabrik dan alat angkutnya. Pendek kata, tingkat pendidikan manusia telah membawa intervensi manusia terhadap lingkungannya makin dalam dan rumit.

Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli dan Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.

Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.

Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia.. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek rumah kaca.

Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam revolusi hijau mampu meningkatkan hasil pertanian,- karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu loncat.

Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (Iemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau abat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetrafluoroethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di stratosfer.

Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka.

Berkaitan dengan masalah lingkungan yang makin gawat, Deklarasi Stokhohn (T. Bachtiar Rifai, 1974 dalam S.S. Hutabarat dkk, 1976) menegaskan beberapa pedoman yang berkaitan dengan teknologi, diantaranya adalah ilmu dan teknologi, harus diterapkan terhadap pemecahan problema lingkungan demi kemaslahatan seluruh umat manusia. End-pipe technology (teknologi produksi dengan teknologi pengolahan limbah), atau zero emission technology (teknologi maju dengan emisi minimum atau tanpa emisi : cluster technology) mestinya memang dikembangkan dengan baik untuk menjaga kelestarian alam. Kini hal itu sudah hampir dapat terwujud, meski masih membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat dinikmati secara mudah oleh khalayak ramai. Perusahaan-perusahaan kendaraan misalnya, telah berusaha memproduksi mobil dengan teknologi ramah lingkungan.

BAB III

Kesimpulan

 

Daftar Pustaka

Ganjar, Ahmad, Drs. Pedoman Pembinaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Sekolah. Jakarta : Depdiknas. 2001

Maddatuang, Drs., M.Si. Mata Kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Makassar : FMIPA Universitas Negeri Makassar. 2005.

Wuryadi. Mata Kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) ; Perspektif dan Prospek Pengembangannya. Yogyakarta : FMIPA – UNY. 2004.

www.mashurin.com (diakses 20 Oktober 2009)

www.unisosdem.org (diakses 20 Oktober 2009)