Eksistensi Perwakafan Dalam Menghadapi Kehidupan Ekonomi Global

Dewasa ini, penduduk Indonesia diperkirakan 87 % beragama Islam. Jumlah penduduk muslim yang besar itu mempunyai arti banyak. Pada jumlah penduduk yang besar ini berarti beban kependudukan sejalan dengan jumlah penduduk, pemerintah harus senantiasa meningkatkan produksi pangan. Pemerintah juga harus selalu berusaha meningkatkan pendapatan nasional yang cukup tinggi, maka kesejahteraan penduduk akan merosot seperti yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan nasional perkapita.

Umat Islam di Indonesia telah memiliki tradisi pendidikan yang cukup lama, baik melalui pesantren, madrasah, sekolah umum maupun kejuruan. Berbagai pesantren juga telah menyelenggarakan sekolah umum di dalam pesantren. Tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa banyak anggota keluarga muslim yang telah mencapai tingkat pendidikan tertinggi di dalam maupun di luar negeri.

Itu semua merupakan modal bagi upaya pengembangan mutu sumber daya manusia. Program pengembangan ekonomi umat Islam dapat dimulai dengan menyelenggarakan industri sumber daya manusia.

Eksistensi Islam (perwakafan) memang relevan bagi kehidupan global. Menanggapi pernyataan ini,  seorang sarjana non muslim, Ernest Gellner berpendapat bahwa di antara tiga agama monoteis, Yahudi, Kristen dan Islam, Islam adalah yang paling dekat kepada modernitas. Hal ini disebabkan oleh adanya doktrin Islam mengenai universalisme, skripturalisme (doktrin yang mengajarkan bahwa kitab suci dapat dibaca dan dipahami oleh siapa saja dan yang mendorong tradisi membaca dan menulis), egalitarianisme spiritual yang meluaskan partisipasi dalam masyarakat kepada semua umatnya dan yang mengajarkan sistematisasi rasional kehidupan sosial.[1]

Dalam era globalisasi, pembangunan ekonomi merupakan suatu prioritas. Oleh karena itu, dalam pembangunan ekonomi, kaum muslim mengembangkan misi ganda. Pertama adalah mengentaskan masyarakat muslim dari kemiskinan. Kedua, membangun kekuatan ekonomi. Menetapkan syariat atau sistem ekonomi dalam perekonomian.[2]

Kehidupan global atau modern menghadapkan berbagai problem yang semakin kompleks termasuk di dalamnya kehidupan ekonomi. Aktifitas ekonomi yang tadinya begitu sederhana kini semakin rumit. Pemanfaatan ilmu pengetahuan yang termanifestasi dalam bentuk teknologi semakin mengantar umat manusia kepada hidup yang lebih nyaman karena berbagai fasilitas dapat diwujudkan. Tetapi tidak selamanya benar demikian. Norma agama tetap dibutuhkan untuk menjadi kendali agar pemujaan akal tidak berlebihan. Di dalam kehidupan ekonomi global, perwakafan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mensejahterakan umat manusia. Aktifitas ekonomi global yang membutuhkan dana dapat dibantu oleh institusi ini.

Untuk merealisasikan semua cita-cita yang telah dideskripsikan, maka eksistensi perwakafan masih sangat dibutuhkan. Dengan menggunakan manajemen kontemporer  dalam proses pengelolaan obyek-obyek perwakafan dan hasil dari obyek wakaf tersebut dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.


[1]Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Cet.III; Jakarta : Paramadina, 1995), h. 467-468

[2] M.Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi (Cet. I; Jakarta : Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), h. 153-154