Amsal dalam Al-Qur’an

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu keunikan Al-Qur’an ialah segi metode pengajaran dan penyampaian pesan-pesannya ke dalam jiwa manusia. Metode Al-Qur’an menyampaikan pesan-pesan tersebut adalah metode yang paling singkat, mudah dan jelas. Dan salah satu metode pengajaran Al-Qur’an yakni penyampaian melalui ungkapan matsal (perumpamaan; jamak amsal)[1]

Al-Qur’an mengajak kepada umat manusia untuk mempertahankan dan mendengarkan amsal-amsal, sebab dengan amsal akan ditemukan suatu kebenaran yang hakiki mengenai kekuasasan Allah swt. Di samping itu, amsal juga berguna sebagai sarana  untuk menginterpretasikan permasalahan atau peristiwa yang belum dipahami oleh umat manusia.

Manusia dapat menelaah dan mengamalkan ajarannya sebagaimana pesan Al-Qur’an. Menurut Sayyid Qutub, terutama terletak pada kesempatan bahasa yang digunakannya. Bahasa Al-Qur’an menjanjikan  kenyataan yang realistis, peristiwa masa lalu yang tekstual, kisah-kisah yang dituturkan turun temurun, perumpamaan-perumpaman yang tepat dan kena sasaran, pemandangan mengenai hari kiamat, gambaran yang kontras antara kenikmatan dan siksaan, keteladanan dan kesetiakawanan antara sesama manusia, semuanya terpadu menyatakan antar alam pikiran dengan kenyataan serta menyentuh dalam hati nurani.[2]

Mengenai pesona bahasa ini sering dikaitkan dengan kemu’jizatan Al-Qur’an. Letak kemu’jizatannya itu salah satu diantaranya ialah pada “amsalnya”. Terdapat sejumlah amsal dalam Al-Qur’an, dibentangkan supaya manusia senantiasa berpikir dan berzikir.

Ayat-ayat amsal merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam kehidupan sehari-hari terutama kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan keimanan, di dalam ayat-ayat amsal dapat ditemukan berbagai karakter umat manusia yang dianalogikan seperti bintang.

Dengan demikian pemakalah memfokuskan pembahasan mengenai amsal Al-Qur’an dengan permasalahan sebagai berikut :

  1. Apa pengertian amsal Al-Qur’an
  2. Bagaimana macam-macam amsal Al-Qur’an
  3. Apa faedah amsal Al-Qur’an

PEMBAHASAN

Pengertian Amsal Al-Qur’an

Amsal Al-Qur’an terdiri dari dua kata yakni amsal dan Al-Qur’an. Amsal berasal dari (masa-yamsilu-amsal) yang berarti sama, serupa, atau perumpamaan.[3]

Amsal juga berarti   artinya contoh atau teladan, dan amsal juga bermakna yang berarti kesamaan atau penyempurnaan.[4]

Adapun definisi amsal adalah : menonjolkan sesuatu makna yang abstrak dalam bentuk indrawi agar menjadi indah dan menarik.[5]

Dalam ilmu sastra masal adalah suatu ungkapan, perkataan yang dihikayatkan dan sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan.[6] Maksudnya ialah menyerupakan sesuatu (seseorang atau keadaan) dengan apa yang terkandung dalam perkataan itu misalnya  ?? ???? ??? ???  (berapa banyak lemparan-panah yang mengena tanpa sengaja). Artinya betapa banyak lemparan panah yang mengenai sasaran itu dilakukan seseorang pelempar yang biasanya tidak tepat lemparannya. Orang pertama yang mengucapkan masal ini adalah al Hakam Bin Yagus an Angari. Masal ini ia katakan kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat benar  atas dasar-dasar ini masal harus mempunyai maurid (sumber) yang kepadanya sesuatu yang lain diserupakan.

Kata masal digunakan pula untuk menunjukkan arti “keadaan” dan “kisah yang menakjubkan”. Dengan pengertian inilah ditafsirkan kata-kata “masal” dalam sejumlah besar ayat. Misalnya firman Allah :

Artinya : (Apakah) masal syurga yang didalamnya ada sungai-sungai dasar liar yang tiada berubah rasa dan baunya…(Muhammad (47): 15). Maksudnya : kisah dan sifat syurga yang sangat menakjubkan.

Zamakhsyar telah mengisyaratkan akan ketiga arti dalam kitabnya, al Kasysyaf, ia berkata : Masal menurut asal perkataan mereka berarti al misl dan an-Nazir (yang serupa, yang sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku, populer, yang menyerupakan sesuatu (orang, keadaan dan sebagainya) dengan maurid atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut masal. Mereka tidak menjadikan sebagai masal yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan dari beberapa segi. Dan katanya lebih lanjut “masal’ dipinjam (dipakai secara pinjaman) untuk menunjukkan keadaan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap penting dan mempunyai keanehan.

Dengan demikian, maka amsal Al-Qur’an tidak dapat diartikan etimotologis, Asy-Syabih dan an-Nadzir. Juga tidak tepat diartikan dengan pengertian yang disebutkan dalam kitab-kitab dalam keabsahan yang dipakai oleh para penggubah masal-masal, sebab amsal Al-Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. Juga tidak dapat diartikan dengan arti masal menurut ulama bayan, karena diantara amsal Al-Qur’an ad yang bukan isti’arah dan penggunaannya pun tidak begitu populer. Oleh karena itu, maka definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian amsal Qur’an, yakni menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).

Ibnu Qayyim mendefinisikan amsal Al-Qur’an dengan menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi (konkret mahsus), atau mendekatkan salah satu dari dua maksud dengan yang lain dan menganggap salah satu sebagai yang lain.[7]

Menurut pendapat lain: amsal Al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa baik dalam tasybih maupun majaz mursal.[8]

Dari beberapa pengertian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa amsal Al-Qur’an adalah suatu perumpamaan atau ungkapan-ungkapan dengan gaya bahasa yang indah yang diberikan oleh Allah swt melalui Al-Qur’an berupa ungkapan singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai ibarat teladan yang baik dalam rangka  meningkatkan iman kita kepada Allah swt.

Macam-Macam Amsal dalam Al-Qur’an

Dalam memahami macam-macam amsal, ulama telah berusaha untuk mengklasifikasikannya sehingga amsal dapat dibagi tiga macam, amsal musarraha, amsal kaminah dan amsal mursalam.[9]

Amsal Mursalah

Amsal mursalah ialah yang didalamnya dengan lafaz amsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.[10] Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam Al-Qur’an diantaranya :

(+) Firman Allah mengenai orang munafik

“Perumpamaan (masal) mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat kembali (ke jalan yang benar) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sampai dengan sesungguhnya Allah atas segala sesuatu.”

Di dalam ayat-ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (masal) bagi orang munafik; masal yang berkenaan dengan api (nari) dalam firman-Nya “adalah seperti orang yang menyalakan api. Karena di dalam api terdapat unsur cahaya; dan masal yang berkenaan dengan api (maai) atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit…” Karena  di dalam air terdapat materi kehidupan dan wahyu yang turun dari langit bermaksud untuk menerangi dan menghidupkannya. Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan; mengingat mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun disisi lain Islam tidak memberikan pengaruh ‘nur’Nya terhadap hati mereka.  Karena Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada dalam api itu. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan unsur “membakar” yang ada padanya. inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.

Mengenai masal mereka yang berkenaan dengan air (maai) Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga bahwa Al-Qur’an dengan salah peringatan, perintah larangan dan khitabnya bagi mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar menyambar.

(+)  Allah menyebutkan dua macam masal, maid an nari (misalnya) Allah telah menurunkan air hujan dari langit, maka mengalirlah air itu di lembah menurut ukurannya. Banjir membawa buah yang menggembleng. Dan dari (benda) yang mereka lebur dalam api, untuk dibuat perhiasan dan barang-barang keperluan lain, terdapat pula buah seperti itu. Begitulah Allah membuat perumpamaan kebenaran dan kepalsuan. Adapun buah itu bagai barang yang tiada berharga, sedang apa yang berguna kepada manusia tinggal tetap  dimuka bumi. Demikianlah Allah telah membuat perumpamaan-perumpamaan.[11] (ar-Rad 913: 17)

Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk kehidupan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkannya untuk kehidupan bumi dan tumbuh-tumbuhan. Dan hati diserupakan dengan lembah, arus air yang mengalir di lembah, membawa buah dan sampah. Begitu pula hidayah dan jika bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwat, dengan menghilangkannya. Inilah masal maai dalam firmannya, ‘Dia telah menurunkan air hujan) dari langit…”

Demikianlah  Allah membuat masal bagi yang hak dan yang bathil

Amsal Kaminah

Amsal kaminah ialah ayat didalanya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik dalam kepadanya redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.[12]

Perumpamaan yang tersirat pada amsal kaminah bersifat pada makna dan penuh pesona bahasa, sehingga dapat memberikan perumpamaan yang lebih tepat pada sasaran yang diperbandingkan dan kesannya pun akan lebih mudah diserap.

Ada beberapa contoh mengenai hal ini diantaranya ayat-ayat ilahi yang bertendensikan pada pembentukan cara hidup dalam batas-batas kewajaran misalnya:

(+)  Ayat-ayat yang senada dengan perkataan  (sebaik-baiknya urusan adalah pertengahannya)

Contohnya QS al Baqarah (2) : 68

Terjemahnya :   Sapi betina yang ada tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu ……

(+) Ayat uang senada dengan perkataan (khabar tidak sama dengan menyaksikan sendiri) contohnya QS al Baqarah (2) : 260

Terjemahnya : Allah berfirman : Belum yakinkah kamu? “Ibrahim menjawab : “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”.

(+) Ayat yang senada dengan perkataan  (sebagaimana kamu telah mengutangkan, maka kamu akan dibayar).

Contohnya QS. An Nisa (4) 123

Terjemahnya :   “Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain dari Allah”

(+) Ayat yang senada dengan perkataan (orang mukmin tidak akan disengat dua kali dari lubang yang sama)

Contohnya QS. Yusuf (12) : 64

Terjemahnya :      “Bagaimana aku akan mempercayainya (Bunyamin) kepadaku, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada dahulu.

Amsal Mursalat

Mursalat berarti ungkapan lepas yang tidak terkait dengan lafadz tasybih, tetapi ayat-ayat itu digunakan seperti penggunaannya peribahasa.

Secara selintas, ciri utamanya adalah sama dengan ciri utama peribahasa, ungkapan atau kalimatnya ringkas; berisikan perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.

Ada beberapa contoh :

Katakanlah ! Tiap orang berkarya sesuai profesinya….

Bukankah subuh itu sudah dekat

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.,…..

Tidak sama yang buruk dengan yang baik

Dalam masalah amsal mursalah ulama berbeda pendapat tentang apa dan bagaimana hukum menggunakannya sebagai masal dalam uraian ini ada 2 pendapat :

(+) Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang mempergunakan amsal mursalah telah keluar dari adab Al-Qur’an. Alasannya adalah karena Allah telah menurunkan Al-Qur’an bukan untuk  dijadikan masal tetapi untuk direnungkan dan diamalkan isi  kandungannya. Salah satu contoh amsal mursalah dalam Al-Qur’an yang menjadi kontraversi dalam penggunaan amsal mursalah adalah ayat yang berbunyi :

Ayat ini dapat dijadikan sebagai masal dalam membela, membenarkan perbuatannya, ketika ia meninggalkan agama, padahal yang demikian itu telah dilarang.[13]

(+) Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak ada halangan bila seseorang mempergunakan Al-Qur’an sebagai masal dalam keadaan sungguh-sungguh. Misalnya ada seseorang diajak untuk mengikuti ajarannya, maka ia bisa menjawab  bagimu agamamu dan bagiku agamaku

Faedah Amsal dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang bisa  dijadikan petunjuk mengenai apa faedah dan kegunaan amsal itu, diantaranya al Hasyr (59) : 21, supaya manusia berpikir, al Ankabut (29) : 43, orang-orang yang berilmu menggunakan akal untuk menganalisisnya, dan az Zumar (39) : 27, supaya manusia berzikir. Ada kesamaan yang bisa terlihat dalam ketiga ayat tersebut, yaitu bahwa amsal itu untuk manusia. Kemudian terlihat pula tiga fungsi jiwa manusia yang terkait dengan amsal itu, yatafakkar, ya’kil, dan yatadzakkar. Ini menunjukkan saat tertentu. Manusia berpikir, amsal yang terdapat dalam Al-Qur’an bisa menjadi sasaran pemikirannya. Di saat lain amsal bisa menjadi sasaran analisis atau bahan untuk analisis. Dan juga membimbing seseorang berzikir.[14] Sedang dari As Sunnah terdapat riwayat  yang ditakhrij oleh al Baihaki dari Abu Huraerah Rasulullah saw mensabdakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam lima rupa: halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amsal, maka diperintahkan untuk mengamalkan yang halal, meninggalkan yang haram, mengikuti yang muhkam, mengimani yang mutasyabih dan beri’tibar (mengambil pelajaran) pada amsal.

Al Qattan menunjukkan beberapa faedah amsal Al-Qur’an dimaksudkan untuk memudahkan penggunaannya, yaitu :

(+) Menonjolkan sesuatu yang ma’qul (abstrak) ke dalam bentuk yang konkret sehingga dapat dirasakan atau mudah dihayati oleh manusia. Misalnya, Allah membuat masal bagi keadaan orang yang memanfaatkan harta dengan riya’ seperti amsal pada QS. Al Baqarah (2) : 264

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).

(+) Menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang  tidak tampak seakan-akan tampak atau transparansi menjadikan yang gaib seakan dapat langsung disaksikan. Seperti amsal dalam QS. Al Baqarah (2) : 275 :

Terjemahnya :   Orang-orang yang makan (mengambil) riba’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan (tekanan) penyakit gila.

(+) Memberi motivasi pada hal-hal yang disenangi, dan berbuat lebih banyak dalam usaha menghindari sesuatu yang dibenci atau mendorong orang-orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Seperti amsal pada QS. Al Baqarah (2) : 261:

Terjemahnya :   Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji.

(+) Untuk memuji orang yang diberi masal. QS. Al Hujrat (28) : 29

Terjemahnya : Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya

(+) untuk menggambarkan bahwa yang dijadikan objek dalam amsal memiliki cacat yang cukup berarti

Terjemahnya : “..maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.

(+) Amsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat lebih kuat dalam memberikan peringatan dan  lebih memuaskan hati.[15]

Terjemahnya :   Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.

Demikian beberapa contoh amsal Al-Qur’an yang mewakili sasaran kegunaan amsal, dari sekian banyak kegunaan, baik yang belum mampu yang tidak akan pernah diketahui oleh manusia.

KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan di atas bahwa amsal Al-Qur’an suatu perumpamaan dalam arti ungkapan-ungkapan dengan gaya bahasa yang indah yang diberikan oleh Allah swt. Melalui Al-Qur’an berupa ungkapan singkat, jelas dan padat untuk dijadikan sebagai ibarat tauladan yang baik agar supaya dapat ditingkatkan iman kepada Allah swt.

Amsal Al-Qur’an akan ditemukan suatu kesan yang amat mendalam bagi pemanfaatan akal manusia untuk lebih aktif  dalam memahami ayat-ayat Allah, yang pada gilirannya akan melahirkan keseimbangan antar piker  dan zikir yang didasari pada kekaguman terhadap kekuasaan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Mannan. Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an. Cairo: Maktabah Wahbah, 1997.

Al-Qattan, Manna Khalil. Studi-studi Islam Al-Qur’an. Cet. III; Bogor Pustaka Litera Antar Nusa, 1996.

Al-Sayuti, Jalaluddin. Al-Itqon fi Ulumil Qur’an, Juz II. Beirut : Daar al Ifkar, t.th.

Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an. Cet. II; Bandung: Mizan, 1998.

Fahruddin H.S., Ensiklopedi Al-Qur’an, Jilid II. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1992

Munawwir, Ahmad Warison. Kamus Al Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Qutub, Sayyid. Al Tsawit al Fanni fi Al-Qur’an. Beirut: Dar al Surq, 1982.

Syadili, Ahmad. Ulumul Qur’an. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.


[1]Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an (Cet. II; Bandung: Mizan, 1998), h. 156.

[2]Sayyid Qutub, Al Tsawit al-Fanni Fi Al-Qur’an (Beirut: Dar al Surq, 1982), h. 241.

[3]Ahmad Warison Munawwir, Kamus Al Munawwir Arab Indonesia Terlengkap (Surabaya; Pustaka Progressif, 1997), h. 1309.

[4][4]Ibid

[5]Mannan  Al Qattan, Mahabis fi Ulum Al-Qur’an (Cairo: Maktabatah Wahbah, 1997), h. 276.

[6]Ibid

[7]Manna Khalil Al-Qattan, Studi-studi Islam Al-Qur’an (Cet. III; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996), h. 40.

[8]Ahmad Syadili, Ulumul Qur’an (Cet. I; Bandung Pustaka Setia, 1997), h. 35.

[9]Mannan Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 44.

[10]Ibid

[11]Fahruddin HS., Ensiklopedia Al-Qur’an, Jilid II (Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), h. 284

[12]Mannan al Qattan, op.cit., h. 279.

[13]Ibid.

[14]Jalaluddin Al Sayuti, Al Itqon fi Ulumil Qur’an, Juz II (Beirut ; Daar al Ifkar, t.th)

[15]Ibid