Ekologi Energi dan Industri

Ada yang perlu kita ketahui dan diperhatikan saat ini lingkungan fisik disekitar kita telah berubah dengan cepat, dan mungkin sebagian daripadanya tidak dapat diperbaiki lagi kerusakan yang sangat hebat. Penurunan kualitas lingkungan ini merupakan hasil dari empat faktor yang sedang hangat diperbincangkan yaitu pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan cepat, tingkat kesejahteraan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya urbanisasi.

Perhatian terhadap isu lingkungan bukan merupakan hal yang baru. Masalah hubungan ekologi dengan politik telah diperbincangkan sejak dulu. Seperti konsep determinasi lingkungan. Studi tentang hubungan antara politik dengan lingkungan ini dapat dibagi kedalam komponen-komponen sebagai tujuan-tujuan politik, hal yang berpengaruh, proses-proses dan akibat-akibatnya.

Isu Ekologi

Dibuatnya kebijakan mengenai lingkungan adalah sebuah keputusan besar dan langkah awal bagi perbaikan lingkungan  fisik yang rusak. Keputusan-keputusan mengenai lingkungan untuk mencapai tujuan-tuuan yang diharapkan. Seperti perlindungan cagar alam, membersihkan sungai-sungai yang tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga, mengurangi poluasi udara, perbaikan lahan yang terkikis oleh aktivitas pertanian yang tidak bertanggung jawab, dan sebagainya dibahas dalam agenda nasional.

Kasus lingkungan awalnya bukan merupakan wacana yang menarik dalam geografi politik. Akan tetapi, setelah banyak korban diberbagai negara, maka menjadi masalah dunia. Apalagi dampak lingkungan yang tidak mengenal batas, wilayah negara, kawasan lingkungan menjadi bagian dari instrumen dalam tatanan politik internasional.

Menyadari pentingnya isu lingkungan, maka negara-negara maju mendengungkan persyaratan ekolabel terhadap sejumlah negara-negara produsen yang umumnya adalah negara berkembang. Dampak positif dari ekolabel terhadap negara produsen adalah terjaminnya standar produk dan standar lingkungan. Sedangkan dampak negatif dari ekolabel terhadap negara produsen yaitu akan terjadi monopoli oleh negara-negara maju dan ketatnya pendistribusian produk, sehingga prodyk yang tidak berekolabel tidak dapat dipasarkan.

Negara produsen atau negara berkembang mempunyai ciri penduduknya miskin, dan tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan yang rendah akan membuat pengetahuan yang dimiliki penduduk di negara tersebut terbatas, sehingga tidak  dapat mengikuti perkembangan teknologi yang semakin maju. Indonesia adalah negara berkembang, dimana sebagian besar penduduknya miskin dan kurang mempunyai pengetahuan bagaimana cara mengolah lingkungan dengan baik, sehingga timbul salah satunya perilaku menebang pohon sembarangan di hutan tanpa memperhatikan akibat buruk yang akan didapatkan. Oleh karena asal menebang pohon, maka kayu yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan ekolabel, yaitu terjaminnya standar produk dan standar lingkungan. Sehingga, produk kayu tidak layak dipasarkan dalam perdagangan internasional.

Lembaga ekolabel Indonesia (LEI), merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya mengembangkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia yang bekerja secara mandiri, terbuka, memiliki kredibilitas tinggi, objektif, transparan dan demokratis dengan berlandaskan pada berkelanjutan fungsi lingkungan hidup yang telah memperoleh pengakuan internasional, dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga riset dan universitas di berbagai negara.

Isu Energi

Energi sangat dibutuhkan dan harus senantiasa tersedia, karena energi merupakan salah satu sumber kehidupan. Energi dapat berasal dari tenaga nuklir, tenaga air, minyak bumi, gas alam, panas bumi, batubara dan lain-lain.

Akhir-akhir ini isu-isu energi semakin kuat. Hal ini disebabkan oleh pemborosan dan tingkat pemakaian yang sangat tinggi untuk keperluan pembangkit listrik, petanian, perindustrian, transportasi kedokteran dan untuk keperluan rumah tangga.

Untuk itu, beberapa negara maju atau negara industri telah mencoba mengembangkan metode dan teknologi dalam rangka memanfaatkan sumber-sumber energi alternatif, terutama sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan.

Isu energi yang paling utama adalah besarnya konsumsi minyak bumi. Minyak bumi merupakan sumber energi hasil pengolahan senyawa hidrokarbon yang diperoleh dari bahan fosil hewan laut (plankton) yang terpendam di dalam bumi selama jutaan tahun, dan kini semakin tipis keberadaannya.

Krisis minyak bumi yang terjadi pada tahun 1973-1974 membuat panik negara-negara barat. Politik minyak telah muncul sejak tahun 1950-an dan 1960-an yang hasilnya melahirkan sebuah pemikiran baru bagi perindustrian di seluruh dunia. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah perambatan pada krisis lainnya. Negara-negara  barat terutama Amerika Serikat, melancarkan upaya pengawetan energi, mengadakan penelitian dan pencarian sumber energi alternative, akan tetapi upaya pencarian sumber energi alternative berjalan dengan sangat lambat, bahkan hampir berhenti yang  pada akhirnya diambil langkah untuk menguasai negara-negara yang mempunyai banyak persediaan minyak bumi, terutama negara-negara di Timur Tengah seperti Iran, Afghanistan, Irak dan Saudi Arabia.

Menurut Shoelhi (2007), sebagai salah  satu bentuk upaya Amerika Serikat untuk dapat memperoleh minyak bumi adalah dengan merekayasa tragedy runtuhnya gedung World Trade Centre (WTC) untuk membuka legalitas Amerika Serikat agar dapat menyerang Afghanistan dan mengeruk minyak bumi di sana.

Di sini kita lebih menekankan energi pada minyak bumi karena minyak bumi merupakan bahan bakar dunia yang paling penting dalam perdagangan internasional dalam rangka perluasan dunia saat ini, serta akan berlangsung dalam waktu yang lama.

Untuk mengatasi krisis energi minyak bumi, banyak negara yang melirik tenaga nuklir sebagai sumber energi alternative. Teknologi nuklir dimulai pada perlombaan senjata di antara negara-negara besar pada perang Dunia II yang berakhir dengan luluh lantahnya dua kota industri di Jepang, yaitu Hiroshima, dan Nagasaki pada tahun 1945 oleh senjata nuklir Amerika Serikat. Akibat tragedy kemanusiaan tersebut, timbullah keinginan masyarakat internasional untuk menciptakan dunia yang bebas dari senjata pemusnah massal. Namun selama kurang 60 tahun terakhir, nuklir mulai diliri kembali dengan tujuan untuk kesejahteraan.

Teknologi nuklir mempunyai banyak kegunaan dibidang sipil, non militer yang dipergunakan untuk pembangkit listrik bertenaga nuklir, aktivitas industri, pertanian, menunjang dibidang kedokteran dalam proses diagnosis dan penyembuhan beberapa jenis penyakit.

Isu Relokasi Industri

Peningkatan jumlah penduduk telah memberi tekanan terhadap sumber daya yang terbatas, yaitu lahan dan penggunaannya telah mencapai pada tingkat keprihatinan dan pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Maksudnya, pemilikan lahan diseluruh negara di dunia telah menjadi suatu permasalahan yang upaya pemecahannya mungkin tidak dapat dilakukan dengan segera.

Salah satu dari masalah yang paling penting dalam penggunaan lahan adalah mengenai penetapan wilayah. Di beberapa daerah lama yang telah menjadi pusat kota, semakin tidak dapat menanggulangi situasi-situasi baru. Peran pesat kota telah diambil alih oleh daerah pinggiran yang umumnya dijual dengan harga murah. Pada akhirnya, daerah pinggiran kota menggantikan peranan pusat-pusat kota juga mengitari pusat kota lainnya.

Dilihat dari sudut pandang politik, penentuan wilayah menyebar dengan cepat dalam suatu negara. Suatu kawasan pinggiran yang umumnya masih lahan pertanian dapat beralih fungsi menjadi kawasan industri. Alih fungi lahan ini dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dapat diperoleh adalah berkurangnya pengangguran, karena industrialisasi akan menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Dampak negatifnya berupa semakin menyempitnya lahan pertanian sehingga para petani tidak mempunyai pekerjaan untuk menggarap lahan. Mereka beralih profesi pada pekerjaan lain dan memutuskan untuk berurbanisasi ke kota demi memperoleh pekerjaan yang lebih baik.

Pada bagian yang lain, selain membutuhkan lahan juga membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang banyak dan juga cepat tersedia. Untuk menyediakan bahan baku yang murah dengan pasar yang lebih luas maka muncul gagasan relokasi industri di negara-negara berkembang.

Relokasi industri adalah perpindahan atau pemindahan lokasi industri dari negara maju ke negara berkembang dengan alasan menekan upah buruh. Negara maju yang biasa melakukan relokasi industri adalah Amerika serikat, jerman, Jepang, Perancis, Korea dan sebagainya. Sedangkan negara yang menerima relokasi industri adalah Cina, India, Indonesia, Thailand, Vietnam, Meksiko dan lain-lain.

Dampak negatif dan positif bagi negara maju yang melakukan relokasi industri lain adalah:

  1. Industri kecil yang dipindahkan menjadi lambat berkembang;
  2. Lapangan pekerjaan semakin berkurang karena adanya pemindahan lokasi pabrik tanpa disertai pemindahan pekerja;
  3. Pendapatan negara maju akan berkurang;
  4. Lokasi pemasaran untuk memasarkan produk baik barang maupun jasa akan semakin meluas;
  5. Usaha bisnis yang melakukan relokasi akan semakin luas dan maju; dan
  6. Membayar upah buruh yang lebih murah daripada negara asal.

Sedangkan dampak positif dan negatif bagi negara berkembang yang menerima relokasi industri antara lain:

  1. Lapangan kerja bertambah;
  2. Modal secara langsung;
  3. Pendapatan negara dari pajak pendapatan per kapita penduduk dari upah atau gaji bertambah;
  4. Alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang
  5. Menimbulkan persaingan yang akan mematikan industri yang sama di dalam negeri;
  6. Masuknya budaya baru yang bertentangan dengan budaya lokal; dan
  7. Sebagian besar keuntungan yang diperoleh bisnis asign tersebut akan lari ke luar negeri.

Relokasi industri sebenarnya memiliki niatan yang baik juga, yaitu adanya usaha alih teknologi. Menurut Gunadi (2001), investasi dan alih teknologi  antar negara dapat berdimensi ganda, yaitu dapat menimbulkan dampak positif dan sekaligus berdampak negatif. Hal yang positif, relokasi industri dapat mendorong kemajuan, kemakmuran, dan modernisasi yang berbasis investasi pada ateknologi dan komunikasi di seluruh  belahan dunia. Namun pada sisi negatifnya dapat menimbulkan gangguan terhadap tataran sosial dan politik serta prasarana kebudayaan pada komunitas masyarakat tertentu, misalnya di bidang ekonomi dapat membangkrutkan perusahaan kecil dan petani lokal yang tidak mampu bersaing di pasar internasional.

Dalam praktiknya, memang terjadi ketidakseimbangan antara kepentingan-kepentingan negara kaya dan industri besar di satu pihak dan kepentingan negara berkembang dan rakyatnya  di lain pihak. Hal ini menimbulkan frustasi dan munculnya berbagai ekses akibat relokasi industri secara global.

Karena relokasi industri dan juga globalisasi tidak dapat dihindari, respons yang terbaik untuk menyongsong globalisasi tersebut adalah bagaimana masyarakat dunia ketiga dapat belajar dari negara-negara maju ketika mereka merelokasi modalnya di negara dunia ketiga, seperti dengan ikut magang atau praktek serta meningkatkan kompetensi, kinerja dan produktivitas. Menurut Gunadi (2001) kira-kira  30 sampai 50 tahun silam, Taiwan dan Singapura termasuk negara dunia ketiga. Kedua negara memanfaatkan kebutuhan Barat akan lokasi industri. Taiwan dan Singapura giat meningkatkan pendidikan dan taraf kompetensi warganya untuk beroperasi di dunia internasional. Sekarang boleh dikatakan Taiwan dan Singapura berada diambang dunia maju. Produk teknologi canggih yang dihasilkan Taiwan dan Singapura sudah setaraf bahkan kadang-kadang melebihi yang dihasilkan oleh AS atau Eropa.