BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Kegiatan belajar dapat dihayati (dialami) oleh orang yang sedang belajar. Di samping itu, kegiatan belajar juga dapat diamati oleh orang lain. Kegiatan belajar yang berupa perilaku kompleks tersebut telah lama menjadi objek penelitian ilmuwan. Kompleksnya perilaku belajar tersebut menimbulkan berbagai teori belajar.
Seorang pebelajar (siswa) harus menghayati apa yang dipelajarinya karena erat hubungannya dengan usaha pembelajaran, yang dilakukan oleh pembelajar (guru). Pada satu sisi, belajar dialami oleh pebelajar terkait dengan petumbuhan jasmani yang siap berkembang. Pada sisi lain, kegiatan belajar yang berupa perkembangan mental tersebut juga didorong oleh tindakan pendidikan atau pembelajaran. Dengan kata lain, belajar ada kaitannya dengan usaha atau rekayasa pembelajaran. Dari segi siswa, belajar yang dialaminya sesuai dengan pertumbuhan jasmani dan perkembangan mental, akan menghasilkan hasil belajar sebagai dampak pengiring, selanjutnya, dampak pengiring tersebut akan menghasilkan program belajar sendiri sebagai perwujudan emansipasi siswa menuju kemandirian. Dari segi guru, kegiatan belajar siswa merupakan akibat dari tindak mendidik atau kegiatan mengajar. Proses belajar siswa tersebut sebagai dampak pengajaran.
Skiner memandang perilaku belajar dari segi perilaku teramati. Oleh karena itu, ia mengemukakan pentingnya program pembelajaran. Gagne memandang kondisi internal belajar dan kondisi eksternal belajar yang bersifat interaktif. Oleh karena itu guru seyogianya mengatur acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki. Piaget berpendapat bahwa belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu dengan lingkungan sehingga terjadi di antaranya adalah fase operasi formal, di mana siswa telah dapat berpikir abstrak sebagai orang dewasa. Oleh karena itu ia menyarankan empat langkah acara pembelajaran, yang didalamnya terdapat kegiatan prediksi, eksperimen, dan eksplantasi.
Demikian pula Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dalam pembelajaran. Prinsip itu adalah bahwa pembelajar memiliki kekuatan menjadi manusia, belajar hal bermakna, menjadikan begian yang bermakna bagi diri, bersikap terbuka, berpartisipasi secara bertanggung jawab, belajar mengalami secara berkesinambungan dan dengan penuh kesungguhan. Ia menyarankan agar dalam acara pembelajaran, siswa memperoleh kepercayaan diri untuk mengalami dan menemukan secara bertanggung jawab. Hal itu terjadi bila guru bertindak sebagai fasilitator.
Bagi individu belajar yang terjadi pada individu merupakan perilaku kompleks, tindak interaksi antara pebelajar dan pembelajar yang bertujuan. Oleh karena berupa akibat interaksi, maka belajar dapat didinamiskan. Pendinamisasian belajar terjadi oleh pelaku belajar lingkungan pebelajar. Dinamika pebelajar yang bersifat internal, terkait dengan peningkatan hierarki ranah-ranah konitif, afektif, maupun psikomotorik, kesemuanyan itu terkait dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan dinamisasi dari luar dapat berasal dari guru atau pembelajar di lingkungannya. Usaha guru mendinamisasikan belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan siswa menghadapi bahan belajar, penciptaan suasana belajar yang menyenangkan, mengoptimalkan media sumber dan sumber belajar, dan memaksimalkan peran sebagai pembelajar, sehingga akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang tinggi.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR AN ASAS PEMBELAJARAN
Banyak para ahli yang meneliti tentang gejala-gejala belajar yang kemudian mereka menemukan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar. Di antara prinsip-pinsip belajar yang penting berkenaan dengan (1) Perhatian dan motivasi belajar siswa. (2) keaktifan belajar, (3) keterlibatan dalam belajar, (4) pengulangan belajar, (5) tantangan semangat, (6) adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar. Perhatian dapat memperkuat kegiatan belajar, menggiatkan perilaku untuk mencapai sasaran belajar. Perhatian berhubungan dengan motivasi sebagai tenaga penggerak belajar. Motivasi belajar dapat bersifat eksternal dan internal, maupun intrinsik atau ekstrinsik. Kondisi perhatian dan motivasi pebelajar (internal, eksternal, intrinsik, ekstrinsik) tersebut mempengaruhi rekayasa acara pembelajaran siswa. Dewasa ini para ahli memandang bahwa siswa adalah seorang individu yang aktif. Oleh karena itu, peran guru bukan sebagai satu-satunya pembelajar, tetapi sekedar pembimbing, fasilitator dan pengarah.
Pembelajaran tidak mengabaikan karateristik pebelajar dan prinsip-prinsip belajar. Oleh karena itu, dalam program pembelajaran guru perlu berpegang bahwa adalah “primus motor” dalam belajar. Dengan demikan guru dituntut memusatkan perhatian, mengelolah, menganalisis, dan mengoptimalkan hal-hal yang berkaitan dengan (1) perhatian dan motivasi belajar siswa, (2) keaktifan siswa, (3) optimalisasi kerterlibatan siswa, (4) melakukan pengulangan-pengulangan belajar, (5) pemberian tantangan agar siswa bertanggung jawab, (6) memberikan balikan dan penguat terhadap siswa, dan (7) mengelola proses sesuai dengan perbedaan individual siswa.
BAB III
MOTIVASI BELAJAR
Pada diri si pebelajar terdapat kekuatan mental penggerak belajar. Perilaku belajar dilakukan oleh si pebelajar. Kekuatan mental yang berkeinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita itu disebut motivasi belajar. Komponen utama motivasi tersebut adalah kebutuhan, dorongan, dan tujuan si pebelajar. Motivasi belajar sangat penting dipahami oleh siswa maupun guru. Beberapa ahli menitikberatkan segi-segi tertentu dari motivasi.
Maslow membedakan lima tingkat kebutuhan yang meliputi kebuthan-kebutuhan fisiologis, perasaan aman, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Mc Cleland mengemukakan tiga jenis kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan kekuasaan, berafiliasi, dan berprestasi.
Sedangkan Hull menunjukkan pentingnya kebutuhan organisme dalam perkembangan motivasi. Havighust menunjukkan bahwa kekuatan mental seharusnya sejalan dengan tugas-tugas perkembangan manusia pada tahap bayi. Bahkan menurut Monks kekuatan motivasi tersebut dapat terpelihara, diperkuat, dan dikembangkan dengan program pendidikan yang intensif.
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder. Adapun sifat motivasi dibedakan menjadi motivasi internal dan eksternal. Disamping itu ada ahli yang membedakan adanya motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Maslow dan Rogers misalnya, mengakui pentingnya motivasi intrinsik dan ekstrinsik bagi acara pembelajaran.
Adanya pandangan beberapa ahli menekankan segi-segi tertentu pada motivasi tersebut justru mengisyaratkan guru bertindak taktis dan kreatif dalam mengelola motivasi belajar siswa. Motivasi belajar dihayati, dialami, dan merupakan kekuatan mental dalam belajar. Dari siswa, motivasi tersebut perlu dihidupkan terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan dijadikan dampak pengiring, yang selanjutnya menimbulkan program belajar sepanjang hayat, sebagai perwujudan emansipasi kemandirian tersebut terwujud dalam cita-cita atau aspirasi siswa. Kemampuan siswa, kondisi siswa, kemampuan siswa mengatasi kondisi lingkungan negatif, dan dinamika siswa dalam belajar. Dari sisi guru, motivasi belajar berada pada lingkup program dan tindak pembelajaran. Oleh karena itu guru berpeluang untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memelihara motivasi belajar dengan optimalisasi (i) terapan prinsip belajar (ii) dinamisasi perilaku pribadi siswa seutuhnya, (iii) pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa, (iv) aspirasi dan cita-cita, serta (v) tindakan pembelajaran sesuai rekayasa pedagogis. Dengan demikian, motivasi belajar pada siswa, yang harus diidentifikasi oleh guru, seyogianya dikelola dalam pembelajaran sehingga menghasilkan pembelajaran yang maksimal.
BAB IV
PENDEKATAN CBSA DAN PENDEKATAN KETERAMPILAN
Pelaku utama belajar adalah siswa atau pebelajar. Dalam kegiatan pembelajaran, mengingat sifat interaksi dapat diketahui adanya dua pelaku, yaitu guru dan siswa, atau pembelajar dan pebelajar. Adanya dua pelaku tersebut menimbulkan salah mengerti bahwa pelaku utama adalah guru semata. Hal ini ditinggalkan dan diperbaiki dengan pendekatan CBSA. Dengan pendekatan CBSA berarti aturan pembelajaran mengoptimalisasikan pelibatan intelektual emosional-fisik siswa dalam pemerolehan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan. Aturan pembelajaran CBSA tersebut bermaksud membina “Masyarakat belajar” yang berwawasan pendidikan masa seumur hidup.
Dalam pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang keduanya mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar dengan serupa. Kadar CBSA dalam interaksi tersebut berbeda-beda. Raka Jhoni mengemukakan bahwa pembelajaran yang ber CBSA baik berciri (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar, (3) orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang, (4) pengelolaan pembelajaran menekankan pada kreativitas siswa dan, (5) pelaksanaan penilaian tertuju pada kegiatan dan kemajuan siswa. Optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogram dalam desain instruksional (persiapan mengajar) guru.
Pembelajaran CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar CBSA tinggi. Faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran berupa, (1) karakteristik tujuan, (2) karakteristik mata pelajaran/bidang studi, (3) karakteristik lingkungan/ setting pembelajaran, (4) karakteristik siswa, (5) karakteristik guru dan, (6) karakteristik bahan/alat pembelajaran. Dari keenam faktor tersebut dapat diketahui bahwa penentu utama pembelajaran ber CBSA adalah guru yang memahami kelima karakteristik faktor yang lain.
Pembelajaran ber-CBSA tersebut dapat, dilakukan guru dengan pendekatan keterampilan proses (PKP) yaitu anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan dasar yang telah ada dalam diri siswa. Dengan PKP siswa akan (1) memperoleh pengertian yang tepat tentang hakikat pengetahuan, (2) memperoleh kesempatan bekerja dengan ilmu pengetahuan dan merasa senang, dan (3) memperoleh kesempatan belajar proses memperoleh dan memproduk ilmu pengetahuan.
Dengan adanya kebaikan atau kelebihan pada PKP tersebut maka seyogianya calon guru belajar PKP secara keilmuan untuk dijadikan modal dasar menjadi guru yang profesional.
BAB V
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Dimana saja dan kapan saja belajar dapat dilakukan. Ia tidak mengenal tempat khusus dan waktu yang khusus pula. Cepatnya informasi lewat radio, televisi, film, wisatawan, surat kabar, majalah, dapat mempermudah belajar. Meskipun informasi dengan mudah dapat diperoleh, tidak dengan sendirinya seseorang terdorong untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dari padanya. Guru profesional memerlukan pengetahuan dan keterampilan pendekatan pembelajaran agar mampu mengelola berbagai pesan sehingga siswa berkebiasaan belajar sepanjang hayat (Pembelajaran seumur hidup).
Pendekatan dalam pembelajaran dapat berarti anutan pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengelolaan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Dalam belajar tentang pendekatan pembelajaran tersebut, orang dapat melihat (1) pengorganisasian siswa, (2) pembelajaran secara kelompok, (3) pembelajaran secara klasikal. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut tujuan pengajaran, peran guru dan siswa, program pembelajaran, dan disiplin belajar berbeda-beda. Pada ketiga pengorganisasian siswa tersebut seyogianya digunakan untuk membelajarkan siswa yang menghadapi kecepatan informasi masa kini.
Berkaitan dengan posisi guru, siswa dalam pengolahan pesan guru dapat menggunakan strategi ekspositori, strategi discovery dan strategi inkuiri. Strategi ekspositori masih berpusat pada guru; oleh karena itu seyogyanya dikurangi. Strategi discovery dan inkuiri terpusat pada siswa. Dalam kedua strategi ini siswa dirancang aktif belajar, sehingga ia dapat menemukan, bekerja secara ilmu pengetahuan, dan merasa senang. Pada tempatnya guru menggunakan strategi discovery dan inkuiri yang sesuai dengan pendekatan CBSA (Cara belajar siswa aktif).
Dalam pembelajaran pada pebelajar terjadi peningkatan kemampuan. Semula, ia memiliki kemampuan pra belajar, dalam proses belajar pada kegiatan belajar hal tertentu, ia meningkatkan tingkat atau memperbaiki tingkat ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keputusan tentang perbaikan tingkat ranah tersebut didasarkan atas evaluasi guru dan unjuk kerja siswa dalam pemecahan masalah. Dari sisi guru, proses pemerolehan pengalaman siswa atau proses pengolahan pesan tersebut dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Pengolahan pesan secara deduktif dimulai dari generalisasi atau suatu teori yang benar, pencarian data, dan uji kebenaran generalisasi atau teori tersebut. Pada pengolahan pesan secara induktif kegiatan bermula dari adanya fakta atau peristiwa khusus, penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta, kemudaia disusun generalisasi atas dasar konsep-konsep. Dalam usaha pembelajaran guru dapat menggunakan pengolahan pesan secara deduktif atau induktif tergantung pada karakteristik bidang studinya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengolahan pesan secara deduktif dimulai dengan (1) guru mengemukakan generalisasi, (2) penjelasan berkenaan dengan konsep-konsep, dan (3) pencarian data yang dilakukan oleh siswa.