Kebangkitan Islam dan Tajdid di Indonesia

Dalam buku sejarah peradaban Islam disebutkan bahwa kebangkitan umat Islam di Indonesia terjadi pada abad ke-20 masehi sebagai kelanjutan abad pembaruan di abad sebelumnya. Dimana bangkitnya Islam di Indonesia ditandai dengan munculnya organisasi Islam baik bersifat keagamaan maupun yang bersifat politik. Organisasi-organisasi tersebut antara lain:

  1. Jamiyatul khair di Jakarta pada tahun 1905 sebagai tempat pendidikan dan mengembangkan generasi muda penerus perjuangan Islam
  2. Muhammadiyah tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta di bawah pimpinan K. H. A. Dahlan. Organisasi Muhammadiyah merupakan pelopor pembaharu yang tidak menghendaki adanya bid’ah, takhayul, khurafat, dan taklid. Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran-ajaran Islam pada sumber pokoknya Al-Qur’an dan sunah rasul.
  3. Nahdatul Ulama (kebangkitan para ulama) di Surabaya. Tanggal 16 Rajab 1349 H (31 Januari 1926). Jami’yah Nahdhatul Ulama (NU) merupakan wadah  persatuan para ulama di dalam tugas memimpin Islam menuju cita-cita Izzul Salam wal muslimin (kejayaan Islam dan umatnya). Nahdhatul Ulama berpegang teguh pada salah satu mazhab empat, yaitu Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi

Dengan adanya kebangkitan Islam baik yang bersifat internasional ataupun lokal, khususnya di Indonesia didahului oleh adanya upaya tajdid (pembaruan). Bermula dari soal ubudiyah, paham gerakan tersebut berusaha mengubah paham tradisional, termasuk di dalamnya takhayul dan khurafat. Adapun faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan ini:

  1. Tidak bersih dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia
  2. Tidak efisiensinya lembaga-lembaga pendidikan agama Islam
  3. Meningkatnya aktivitas misi-misi katolik dan protestan
  4. Sikap acuh tak acuh golongan intelgensia terhadap Islam
  5. Pengaruh kolonialisme terhadap keadaan politik, ekonomi, sosial umat Islam di Indonesia.

Di samping faktor-faktor tersebut, ada pula faktor-faktor lain yang datang dari luar negeri, bahwa dalam abad ke XIX perhubungan antara Indonesia dan Mekah menjadi lebih cepat dengan adanya kapal api. Banyak orang Indonesia menunaikan ibadah haji dan berkenalan dengan pikiran-pikiran pada masa itu di tanah Arab dan timur tengah. Dengan demikian masuklah paham pembaruan Ibnu Taimiyah yang dilancarkan oleh Ibnu Abdul Wahab, Jamaluddin al Aghani, Muhammad Abduh dan lainnya. kondisi umat Islam Indonesia terutama di Minangkabau yang kuat melaksanakan adat, dinilai oleh mereka yang baru pulang dari timur tengah itu tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Karena tujuan utama dari aktivitas gerakan pembaruan di Indonesia ini adalah membersihkan Islam dari berbagai khurafat dan bid’ah, maka program-program  yang digarap untuk mencapai tujuan itu, meliputi berbagai aspek, seperti:

  1. Mensucikan Islam dari pengaruh bid’ah
  2. Pendidikan yang lebih tinggi dari kaum muslimin
  3. Pembaruan rumusan ajaran Islam menurut alam pikiran modern
  4. Pembelaan Islam terhadap pengaruh barat (sekuler) dan ajaran Kristen

Di Indonesia, gerakan pembaruan dipelopori oleh ulama Sumatera Barat, Haji Miskin, Haji  Paibang dan Haji Sumanik, mereka menyebarkan paham atau aliran Wahabi yang dibawanya dari Mekkah. Untuk memberantas adat istiadat dan hal-haly dipandang sebagai bid’ah, mereka membentuk persatuan harimau non salapan, terdiri dari 8 orang pimpinan. Persatuan tersebut mendapat tantangan hebat dari golongan adat dengan meminta bantuan kepada Belanda. Maka timbul perang Padri pada tahun 1821-1837.

Latar Belakang Timbulnya Tajdid

Yang menjadi latar belakang timbulnya tajdid menurut Drs. Syaikhul Hadi Permana MA adalah keterbelakangan kondisi umat Islam sejak abad ke-12 sampai dengan abad ke-19, bahkan sampai dengan sekarang. Faktor-faktor penyebab keterbelakangan umat Islam sepanjang sejarah berbeda-beda dan tidak hanya satu faktor, tetapi beberapa faktor secara kumulatif akan tetapi faktor-faktor itu tidak lepas dari hal-hal sebagai berikut:

  1. Ambisi perebutan kekuasaan (perpecahan politik)
  2. Kemorosotan moral terutam pada penguasa yang melenyapkan identitas muslim, korupsi, kemewahan hidup, sistem feudal yang menguasai tanah yang sangat luas
  3. Politik adu domba yang dilancarkan pihak lain
  4. Kurang atau tidak mengamalkan ajaran agamanya (lemah iman)
  5. Kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kesemuanya itu kalau diringkas ada 3 penyebab, yaitu perpecahan, dekadensi moral dan kebodohan. Untuk itu perlu adanya toleransi internal, peningkatan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang sains dan teknologi.

Rumusan tajdid menurut cendekiawan mungkin memilih nuansa yang berbeda satu sama lain, akan tetapi perbedaan tersebut tidak menimbulkan pertentangan satu sama lain. Rumusan yang baku dan mendasari adalah memulihkan sesuatu kepada keadaan semula, dan bukan berarti mengganti sesuatu yang lain, yang baru, maksud rumusan tersebut di atas merupakan upaya mengembalikan pemahaman agama kepada kondisi semula sebagai masa nabi. Tajdid dalam konteks ini diberi makna pembaruan, atau mondernisasi.

Pada prinsipnya pembaruan berintikan pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan pembaruan yang terdiri dari 3 unsur yaitu liberation, reformation, dan modernization. Dalam kajian lebih mendalam dan meluas, pembaruan ternyata memiliki 2 fungsi yaitu konservasi dan dinamisasi.

DAFTAR PUSTAKA

A. Munir, Drs. & Sudarsono, Drs. S.H. Desember 1994, Aliran Modern dalam Islam. PT. Rineka Cipta. Jakarta.