Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah – Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasyiah,sebagaimana disebutkan,melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,dari tahun 132 H (750 M) s/d 656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1]
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa Bani Abbas telah melakukan usaha perebutan kekuasaan. Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.[2]
Orang-orang Abbasiyah,sebut saja Bani Abbas merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[3]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Bani Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua dinasti ini berlatar belakang agama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah, menjelang akhir Daulah Amawiyah I, terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
- Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
- Merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
- Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan terang-terangan.[4]
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Amawiyyah. Gerakan ini menghimpun[5]
a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M tumbanglah Daulah Amawiyah dengan terbunuhnya Marwan ibn Muhammad, Khalifah terakhir. Dengan terbunuhnya Marwan mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya Khalifah pertama, Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun [132-136 H/750-754 M].[6]
Pada awalnya kekhalifahan Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu as-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan. Sehingga dapatlah dikelompokkan masa daulah Abbasiyah menjadi lima periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal- usul penguasa selama masa 508 tahun Daulah Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian penguasa. Yaitu Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Saljuk. Adapun rincian susunan penguasa pemerintahan Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut.
Bani Abbas [132-232 H/750-847 M]
- Abul Abbas As-Saffah (133-137 H/750-754 M)
- Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H/754-775 M)
- Al-Mahdi (159-169 H/775-785 M)
- Musa Al-Hadi (169-170 H/785-786 M)
- Harun Al-Rasyid (170-194 H/786-809 M)
- Al-Amin (194-198 H/809-813 M)
- Al-Ma’mun (198-318 H/813-933 M)
- Al-Mu’tasim (833-845 M)
- Al-Watiq (223-228 H/842-847 M)
- Al-Mutawakkil (233-297 H/847-861 M)
Bani Buwaihiyyah (932-1055 M)
- Muizz al-Daulat (932-949 M)
- Azad al-Daulat (949-983 M]
- Syafar al-Daulat (983-989 M)
- Samsam al-Daulat (989-998 M)
- Bahaud Daulat (998-1012 M)
- Sultan Daulat [1012-1024 M]
- Imad al-Daulat [1024-1048 M]
- Khusru Firuz Malik al-Rahim [1048-1055 M]
Bani Saljuk [1037-1157 M]
- Tughril Bek (1037-1063 M)
- Alp Arselan (1063-1072 M)
- Malik Syah (1072-1092 M)
Adapun periodisasi dalam Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut :
Periode Pertama (132-232 H/750-847 M)
Periode pengaruh Persia pertama
Sebagaimana diketahui Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas. Dikatakan demikian, karena dalam Daulah Abbasiyah berkuasa dua dinasti lain disamping Dinasti Abasiyah. Ternyata dia tidak lama berkuasa, hanya empat tahun. Pengembangan dalam arti sesungguhnya dilakukan oleh penggantinya, yaitu Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M). Dia memerintah dengan kejam, yang merupakan modal bagi tercapainya masa kejayaan Daulah Abbasiyah.[8]
Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah masih menekankan pada kebijakan perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah ini telah diletakkan dan dibangun oleh Abu Abbas as-Safak dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa khalifah al-Mahdi (775-785 M) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M). zaman keemasan telah dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah Al-Ja’far, dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya….[9]
Periode Kedua (232-334 H/847-945 M)
Masa pengaruh Turki pertama
Kebijakan Khalifah Al-Mukasim untuk memilih anasir Turki dalam ketentaraan kekhalifahan Abbasiyah dilatarbelakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa Al-Makmun dan sebelumnya.Khalifah Al-Mutawakkil (842-861 M) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang lemah.[10]
Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan Zanj di dataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berkuasa di Bahrain. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode adalah. Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Periode Ketiga (334-447 H/945-1055 M)
Masa kekuasaan dinasti Buwaihi,disebut juga masa pengaruh Persia kedua
Posisi Daulah Abbasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri utama periode ketiga ini. Keadaan khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya, lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah al-Ahwaz, Wasith, dan Baghdad. Baghdad dalam periode ini tidak sebagai pusat pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz di mana berkuasa Ali bin Buwaihi.[11]
Periode Keempat (447-590 H/1055-1194 M)
Masa kekuasaan Bani Saljuk,disebut juga masa pengaruh Turki kedua
Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah. Kehadirannya atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai orang-orang Syiah. [12]
Periode Kelima (590 H/1199 M-656 H /1258 M)
Masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,tapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad
Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/1256 M.[13]
[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010) h.49
[2] Abu Su’ud, Islamologi, Cet. I, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2003), h. 72.
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Cet.I,(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), h. 143.
[4] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Cet. I (Bogor: Prenada Media, 2003), h. 47.
[5] Ibid, h. 48.
[6] Ibid. h. 48
[7] Abu Su’ud, Islamologi, Cet. I, (Jakarta: PT.Asdi Mahasatya, 2003 ), h. 73-74.
[8] Ibid, h 74.
[9] Ibid , h. 78.
[10] Ibid, h. 79.
[11] Abu su’ud, Op. cit,h. 80.
[12] Ibid. h.80
[13] Ibid. h.81 Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah