Penyakit pada Lansia | Pandangan Agama terhadap Lansia

Penyakit yang umum terjadi pada lanjut usia. Menurut Stieglitz (1945) yang dikutip dalam Buku Keperawatan Gerontik mengemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua, yakni:

    1. Gangguan sirkulasi darah seperti hipertensi, kelainan pembulu darah, gangguan pembulu darah di otak dan ginjal

 

  • Gangguan metabolisme hormonal, seperti diabetes mellitus, klimakterium, dan ketidaksimbangan tiroid.

 

 

  • Gangguan pada persendian, seperti osteoarthritis, gout arthritis.

 

 

  • Berbagai penyakit neoplasma

 

 

Penyakit pada Lansia

Menurut The National  Old People’s Welfare Council  di Inggris (2000) dikutip dalam buku Keperawatan Gerontik (2008) mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam yakni:Depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, ansietas/kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes melitus, osteomalasia, dan hipotiroidisme, gangguan pada defekasi.

Sedangkan di Indonesia penyakit yang sering dijumpai pada lansia meliputi; penyakit sistem persarafan, penyakit kardiovaskuler dan pembulu darah, penyakit pencernaan makanan, penyakit urogenital, penyakit gangguan metabolik, penyakit persendian dan tulang,dan penyakit-penyakit akibat keganasan (Nogroho, W. 2008).

Pandangan Agama tentang Lansia

Seperti halnya masyarakat usia produktif, lansia juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosial dan spiritual. Ini adalah tugas yang harus dijalankan oleh perawat. Lansia adalah orang tua yang harus dirawat, dihormati, dan dimuliakan. Hal ini sangat dianjurkan bahkan diwajibkan dalam syariat Islam.

Seperti yang disebutkan dalam Q.S. Al Isra/17 :23 – 24 yang berbunyi :

Terjemahan:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (23)

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”.(24)

Ayat 23 diatas menyatakan Dan TuhanMu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu-telah menetapkan dan memerintahkan supaya kamu, yakni engkau, Nabi Muhammad dan seluruh manusia, jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbakti kepada kedua orang tuamu, yakni Ibu-Bapak kamu, dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai ketuaan, yakni berumur lanjut atau dalam keadaan lemah sehingga mereka terpaksa disisimu, yakni dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ’ah’ atau suara dan kata yang mengandung makna kemarahan/pelecehan/kejemuan- walau sebanyak dan sebesar apapun pengabdian dan pemeliharaanmu kepadanya dan janganlah engkau membentak keduanya menyangkut apapun yang mereka lakukan-apalagi melakukan yang lebih buruk dari membentak dan ucapkanlah kepada keduanya sebagai ganti membentak, bahkan dalam setiap percakapan dengannya, perkataan yang mulia, yakni perkataan yang baik, lembut, dan penuh kebaikan serta penghormatan. (Shihab, M. Quraish, 2002)

Keyakinan akan keesaan Allah serta kewajiban mengikhlaskan diri kepada-Nya adalah dasar yang padanya bertitik tolak segala kegiatan. Nah, setelah itu kewajiban bahkan aktivitas apapun harus dikaitkan denganNya serta didorong olehNya. Kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban mengesakan Allah SWT dan beribadah kepada Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua.

Ayat 24 masih lanjutan tuntunan bakti kepada ibu-bapak. Tuntunan kali ini  melebihi dalam peringkatnya dengan tuntutan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak bahwa dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah yakni berdoalah secara tulus, ”wahai Tuhanku, yang memelihara dan mendidik aku antara lain dengan menanmkan kasih kepada ibu bapakku, kasihilah mereka keduanya disebabkan karena atau sebagaimana mereka berdua telah melimpahkan kasih kepadaku antara lain dengan mendidikku waktu kecil.” (Shihab, M. Quraish, 2002)

Redaksi ayat (Janah) pada mulanya berati sayap dan terdapat tambahan kata (adz-dzull) yang berarti kerendahan. Dalam konteks keadaan burung, binatang ini mengembangkan sayapnya pada saat ia takut untuk menunjukkan ketundukkannya kepada ancaman. Nah, disini sang anak diminta untuk merendahkan diri kepada orang tuanya terdorng oleh penghormatan dan rasa takut melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kedudukan ibu bapaknya.

Ayat-ayat diatas memberi tuntutan kepada anak dengan menyebut tahap demi tahap secara berjenjang keatas. Ia dimulai, dengan janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ”ah” yakni jangan menampakkan kejemuan dan kejengkelan serta ketidaksopanan kepadanya. Lalu disusul dengan tuntunan mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi tingkatannya dari pada tuntutan pertama karena ia mengandung pesan menampakkan penghormatan dan pengagungan melalui ucapan-ucapan. Selanjutnya, meningkat lagi dengan perintah untuk berperilaku yang menggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan di hadapan kedua orang tua itu. Perilaku yang lahir dari rasa kasih sayang, yang menjadikan mata sang anak tidak lepas dari orang tuanya, yakni selalu memperhatikan dan memenuhi keinginan mereka berdua. Akhirnya sang anak dituntun untuk mendoakan orang tua sambil mengingat jasa-jasa mereka lebih-lebih waktu sang anak masih kecil dan tak berdaya. Kini kalau orang tuapun telah mencapai usia lanjut dan tidak berdaya, sang anak pun suatu ketika pernah mengalami ketidakberdayaan yang lebih besar dari pada yang sedang dialami orang tuanya. (Shihab, M. Quraish, 2002)

Dari ayat diatas mengingat bahwa kita sebagai seorang anak harus berbakti kepada orang tua. Sebagaimana pada saat kita masih bayi hingga dewasa orang tua dengan tulus dan ikhlas memberikan bimbingan, kasih sayang dan perhatiannya kepada anaknya. Merawat buah hatinya tanpa mengharapkan imbalan apapun. Dan hingga kita beranjak dewasa kasih sayangnya tiada batas apapun. Dan merupakan suatu kewajiban bagi seorang anak untuk merawat dan menghormati orang tuanya tatkala mereka menginjak usia lanjut.

Menghormati orang tua bukan hanya budaya, namun bagian dari akhlak mulia dan terpuji yang diseru oleh Islam. Hal ini dilakukan dengan cara memuliakannya dan memperhatikan hak-haknya. Terlebih, bila umurnya yang sudah tua, juga lemah fisik, mental, dan status sosialnya. Terkhusus kepada anak dan keluarga, memelihara orang tua merupakan kewajiban. Selama anak dan keluarga masih hidup, hendaknya merekalah yang memelihara orang tua, setidak-tidaknya sebagai perwujudan bakti kepada orang tua. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya

“Barangsiapa tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami maka bukan termasuk golongan kami.” (HR.Bukhari, Ensiklopedi Muslim, 2007).

Hadist ini menjelaskan betapa pentingnya perang orang tua dalam agama islam dan merupakan ancaman bagi orang yang meremehkan hak orang tua dan salah satunya dengan tidak menghormati hak orang tua. Dan orang tersebut tidak termasuk golongan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.