Nyeri Sendi Pada Lansia | Patofisiologi Nyeri Sendi

Defenisi Nyeri Sendi. Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Nyeri yang dirasakan berlangsung lama/kronik dan menetap. Rasa sakit biasanya digambarkan sebagai rasa sakit yang berat dan membatasi mobilitas pasien. Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maksimumnya, karena mungkin sekali nyeri tersebut menjalar ketempat jauh merupakan keluhan karakteristik yang disebabkan oleh penekanan radiks saraf. (Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R, 1999).

Nyeri pada malam hari dan meningkat pada pagi hari terutama dirasakan sebagai suatu regangan, merupakan nyeri akibat peninggian tekanan intraartikuler akibat suatu nekrosis avaskuler atau kolaps tulang akibat reumatik yang berat. (Suyono, S., Waspadji, S., Lesmana, L., et al, 2001).

Pada awalnya, nyeri terjadi bersama gerakan, kemudian nyeri dapat terjadi pada saat istirahat. Peningkatan rasa nyeri diiringi oleh kehilangan fungsi secara progresif. Keseluruhan koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh sebagai hasil dari nyeri dan hilangnya mobilitas. (Stanley, M., & Gauntlett, P.,B, 1999).

Nyeri Sendi Pada Lansia

Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakkan sendi (worn off). Keadaan ini biasa akibat desakan cairan yang berada disekitar jaringan yang mengalami inflamasi. Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat.Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan keterbatasan gerak yang terjadi akibat perubahan struktural dalam sendi. (Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R, 1999).

 

Patofisiologi kerusakan jaringan sendi

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada Lansia. Meskipun memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi sampai kelainan multisistem yangn sistemik, semua nyeri sendi meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus. Sebaliknya, pada penyakit reumatik degeneratif dapat terjadi proses  inflamasi yang sekunder. Sinovitis biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar terlihat pada penyakit yang lanjut. (Smeltzer, S. C & Bare, B.G, 2001)