Golongan Darah pada Lansia dengan Hipertensi

Golongan Darah pada Lansia dengan Hipertensi. Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan ilmu kesehatan makin pesat, mulai dari sarana dan prasarana  kesehatan, maupun sumber daya manusia yang makin ahli dalam bidang masing-masing. Namun bukan berarti bahwa hal itu sudah cukup untuk menjawab segala permasalahan dalam kesehatan itu sendiri, hal ini disebabkan manusia pada kodratnya yang tidak sempurna.

Ilmu kesehatan berkembang atas dasar adanya penyakit. Kebutuhan akan penyembuhan penyakit, menyebabkan timbulnya orang-orang  yang mencoba mengatasi penyakit dengan mencari cara pengobatan beserta obat-obatannya (Slamet, 2009)

Golongan Darah pada Lansia dengan Hipertensi

Salah satu penyakit yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas baik di dunia khususnya di Negara-negara berkembang adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit epidemi di Amerika Serikat. Sekitar 6 juta orang Amerika terkena beberapa penyakit jantung atau pembuluh darah. Penyakit Kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika Serikat: setiap tahunnya, hampir 1 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskuler (Price& Lorraine, 2005)
Kesederhanaan yang tampak jelas pada sistem kardiovaskuler ternyata sangat kontradiktif dengan struktur dan fungsi sirkulasi yang rumit dan berdiri sendiri. Setiap bagian sistem kardiovaskuler diadaptasi secara unik untuk berperan dalam respon kardiovaskuler yang sangat terintegrasi terhadap proses penyakit. Banyak penyakit yang dapat muncul akibat dari gangguan sistem kardiovaskuler antara lain : penyakit jantung koroner, aterosklorosis, angina pectoris, infark miokard, dan hipertensi.
Di dalam masyarakat baik masyarakat menengah ke atas maupun menengah ke bawah penyakit yang paling sering kita temukan adalah penyakit hipertensi. Data dari Joint National Commite-7 (JNC-7) pada tahun 2003, memperkirakan sekitar 50 juta individu di Amerika dan 1 milyar individu di dunia menderita Hipertensi. Angka kejadian hipertensi pada tahun 2004 sebesar 26,4%, dimana akan diperkirakan akan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025 di Amerika. Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Data dari Framinghan Heart Study menunjukkan bahwa individu berusia 55 tahun dengan tekanan darah normal memiliki risiko sebesar 90% untuk mendapatkan hipertensi (Kusuma, 2010).  
Data di atas, tidak berbeda jauh dengan data dari AHA (American Heart Association) di Amerika, Tekanan darah tinggi ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya mengetahui keadaanya dan hanya 61% medikasi (Muhammadun As, 2010).
Data dari hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008.  Kejadian prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 31,7 persen dari total penduduk dewasa.  Sedangkan prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan pada tahun 2007 yaitu 20,9% dan tahun 2008 pasien hipertensi rawat jalan di rumah sakit yaitu 28,9% dan rawat inap yaitu 20, 64%.
Dalam artikel Muhammad Badrussalih disebutkan bahwa angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan  masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan  kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan  pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian  besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan.  Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa  Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian  Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi (Badrushalih, 2007).
Sekitar 20% dari semua orang dewasa menderita tekanan darah tinggi dan menurut statistik angka ini terus meningkat. Sekitar 40% dari semua kematian di bawah usia 65 tahun adalah akibat tekanan darah tinggi. Dan sekitar 40% dari semua orang yang pensiun dini adalah akibat penyakit-penyakit kardiovaskuler, dimana tekanan darah tinggi sering menjadi penyebabnya (Wolf, 2006).
Dari beberapa literatur hipertensi sering dibahasakan dengan sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Insitut Nasional Jantung, Paru, dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit ini menempati rangking pertama sebagai penyebab stroke, dan serangan jantung serta merupakan faktor utama dalam gagal jantung kongestif. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Framingham. Dalam sebuah penelitian terus-menerus yang dimulai pada tahun 1949, kota Framingham, Massachusetts, suatu wilayah pinggiran Boston, diuabah menjadi laboratorium populasi untuk menyelidiki efek berbagai faktor pada system kardiovaskuler pada lebih dari 5.000 orang. Ditemukan bahwa pada kelompok umur yang sama, risiko gagal jantung kongestif enam kali lebih besar bagi pengidap hipertensi daripada orang dengan tekanan darah normal (Wolf, 2006).     
Dari data yang memprihatinkan tersebut, banyak para ilmuwan mencoba untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan kejadian hipertensi. Seperti yang dilakukan oleh Fahad Nazir dkk peneliti dari India yang mencoba menghubungkan antara golongan darah dengan hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh Fahad Nazir, Robina Shaheen and Yasmin Lodhi di kota Lohore dengan judul penelitian Study of Prevalence and Possible Relation between ABO, Rhesus Blood Groups & Hypertension, menyebutkan bahwa adanya hubungan antara golongan darah dengan kejadian hipertensi. Dimana didapat bahwa golongan darah B telah ditemukan sebagai kelompok yang lazim ( 36.6%), yang diikuti oleh golongan darah O ( 27.1%), kemudian golongan darah A ( 24.5%) dan golongan AB ( 8.8%).
Secara teoritis penyebab hipertensi untuk dikalangan perkotaan, hampir semua orang telah mengetahuinya, namun kadang kala tidak menyadari bahwa telah menggerogoti tubuh mereka. Dalam buku “Keperawatan Medikal Bedah” disebutkan bahwa penyebab hipertensi antara lain gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan obat-obatan yang merangsang dapat berperan dalam meningkatkan tekanan darah tinggi, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan (Brunner & Suddarth, 2001).
Dalam menghadapi persoalan hidup, kita semestinya tidak menunjukkan sikap pesimis dalam hal apapun. Seperti dalam persoalan penyakit yang menimpa diri kita ataupun keluarga karena melalui hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya :
Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia menurunkan juga obat untuk penyakit itu “, (Hr Bhukari ,10/134 no.5678).
Maksud dari hadits diatas apabila ditimpa penyakit, bagi hamba yang mempunyai pemahaman akan hadits di atas, maka hatinya menjadi lembut dan akan merasa kuat disamping rasa harap dan optimis dalam menantikan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jangan merasa enggan untuk berobat dan selalu berupaya untuk mencari sebab-sebab kesembuhan, seperti mencari dokter, pengobatan
Melalui dari multifaktor penyebab hipertensi diatas, peneliti tertarik untuk meneliti faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian hipertensi yaitu dari factor keturunan, aspek golongan darah yang dikalsifikasikan oleh Karl Landsteiner  dan Alfred Von Decastello kedalam 4 golongan A, B, O dan AB.  Dalam hal ini, untuk melihat gambaran kedua hal tersebut, peneliti memilih lansia sebagai subyek penelitian. Golongan Darah pada Lansia dengan Hipertensi
Baca juga artikel saya mengenai penanganan pasien stroke, penatalaksanaan hipertensi