Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran Umat Islam

Pendidikan Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari perjalanan sejarah Islam sejarah umum. Hal ini disebabkan, karena mempelajari priodisasi sejarah pendidikan Islam  berarti mempelajari periode-periode sejarah Islam  itu sendiri.

Periodisasi sejarah Islam menurut Harun Nasution dibagi dalam tiga periode, yaitu periode kalsik, pertengahan dan modern.

Kemudian perinciannya dapat dibagi menjadi 5 masa, yaitu.

  1. Masa nabi Muhammad SAW. (571-750 M)
  2. Masa khulafaur rasyidin (abu bakar, umar dan ali di madina (632661 M)
  3. Masa kekuasaan umawiyah di damsyik (661-750 M)
  4. Masa kekuasaan abbasiyah di Bagdad (750-1250 M)
  5. Masa dari jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad tahun 1250 M sampai sekarang

Keadaan demikian berlangsung pada suatu saat bangsa-bangsa eropa berusaha untuk merembeskan kekayaan budaya Islam  ke barat, dan bersamaan waktunya dengan datangnya bangsa bangsa timur (bangsa moghut) untuk menghancurkan menghancurkan dan memusnakannya. Peristiwa mundurnya kaum kuslimin di Spanyol dan keruntuhan Bagdad dengan segala akibatnya. Adalah merupakan masa semakin mundurnya kebudayaan Islam.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka tulisan ini bertujuan mendiskripsikan tentang kemunduran Islam yang berimplikasi pada kemunduran pendidikan Islam dan ilmu-ilmu, namun berkembang ilmu-ilmu tertentu. Demikian pula eropa pada masa kemunduran Islam di timur.

Maka diharapkan pula tulisan ini dapat membuka cakrawala berpikir kita bahwa kaju mudurnya pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya tidak telepas dari maju mundurnya suatu pemerintahan atau dinasti. Dan tidak berlebihan jika hal itu jadikan sebagai pelajarn demi kemajuan pendidikan di tanah air kita.

Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran Umat Islam

Jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M. ke tangan bangsa Mongol bukan saja melenyapkan Khalifah Abbasiyah di sana, tetapi juga Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khasanah ilmu pengetahuan itu ikut pula di bumi hanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan

Penghancuran secara basar-basaran itu telah menghilangkan akar sejarah bagi kelangsungan Islam selanjutnya. Selain itu keadaan tersebut telah mengalihkan pandangan umat Islam yang mulai berpaham dinamis menjadi fatalis. Seuasana seperti itu, sangat disayangkan oleh para penganjur pembaharuan pemikiran Islam yang datang kemudian. Bagi mereka, sebab-sebab di atas dan lainnya yang mengakibatkan kebekuan pemikiran Islam yang berlangsung berabad-abad lamanya.

Terjadinya kemandengan dalam hampir seluruh bidang peradaban Islam mempengaruhi juga bidang kajian pendidikan Islam. Pengajaran Islam yang pada masa kemajuannya telah berhasil membangun suatu peradaban modern pada masa itu, akhirnya harus berhenti. Kuttab, masjid, rumah-rumah guru dan Khalifah serta madrasah sebagai lembaga-lembaga pendidikan formal saat ini dengan menjunjung tinggi kebebasan berfikir dan hasil penelitian telah meninggalkan identitasnya sebagai lembaga ilmiah. Muhamamd Abduh sebagai contoh –tentang berlaihnya –fungsi masjid menolak melanjutkan sekolahnya di masjid ahmadi (thanta) yang menggunakan sistem hafalan tanpa diperlukan pengertiandan pengetahuan apa yang dihafalkan. Keadaan tergambar tadi, tentang berubahnya fungsi masjid menolak melanjutkan sekolahnya di Masjid Ahmadi (thanta) yang menggunakan sistem hafalan tanapa diperlukan pengertian dan pengetahuan apa yang dihafalkan. Keadaan yang tergambar tadi, tentang  berubahnya fungsi masjid dari status lembaga ilmiah menjadi lembaga “hafalan”. Paling tidak inilah yang terjadi pada masa kemunduran Islam.

Demikian pula dengan lembaga-lembaga pendidikan non formal seperti Bait al-Hikmah, observatorium dan Rumah sakit serta perpustakaan tidak terdengar lagi, bahkan hilang gaungnya. Hal tersebut berbeda dari pendidikan formal lainnya, seperti Ribath dan Zawiyah. Kedua lembaga itu semakin marak dan terorganisir. Hanya pada kedua lembaga tersebut, seperti juga lembaga formal, mulai bergeser dari fungsinya semula. Bila saat kemajuan Islam, baik Zawiyah maupun Ribath keduanya masih mengajarkan ilmu-ilmu lainnya di simping latihan-latihan tarekat,  maka pada masa kemunduran ini nampaknya pelajaran hanya terbatas pada mencetak seorang sufi yang cenderung meyakini semua fatwa Syaikh sebagai suatu dogma.

Tidak hanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang mengalami disorientasi, literature Islam juga tidak lagi menonjolkan orisinalitasnya, tetapi hanya sekedar mengulang-mengulang apa yang ditulis oleh para pendahulunya. Hasil dari tulisan tadi diyakini sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat digugat. Pemikiran-pekiran ulama terdahulu (klasik) tidak didudukkan sebagai hasil penalaran ijtihad, tetapi telah berdiri sejajar dengan sumber ajaran Islam, Al-Quran dan Hadis.

Pada masa kemunduran ini ungkapan yang mengatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara aklamasi. Fazlurrahman menggabarkan akibat ditutupnya pintu ijtihad sejak abad ke-4 H/10 M, dan abad ke-5 H/11 M. telah membawa kepada kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual. Ilmu-ilmu intelektual yakin teologi dan pemikiran keagamaan sangat mengalami kemuduran, menjadi miskin. Kejadian itu pengucilan mereka yang disengaja dalam intelektualisme sekuler dan kemunduran yang disebut terakhir ini, khususya filsafat dan pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawah oleh sufisme.

Pelacakan sebab-sebab terjadinya kemuduran intelektualisme Islam, para pemikiran dan peneliti pada umumnya menyimpulkan bahwa walaupun didapati sebab-sebab yang amat kompleks, tasawuf dan sufismelah yang merupakan penyebab utama bagi kemunduran pemikiran Islam. Keadaan ini membuat hampir seluruh aliran modern dalam Islam mengambil sikap ekstra hati-hati terhadap sufisme.

Selanjutnya M. M. Syaraf juga menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa diantara sebab kemunduran  umat Islam adalah tumbuhnya pemikiran sufistik. Dia menambahkan bahwa pemikiran seperti itu dibawa oleh pendapat-pendapat al-Gazali yang tidak menyetujui pemandian ilmu, filsafat dan agama berhadapan dengan pendapat-pendapat Ibnu Rusyd yang bercorak rasional melalui metode ilmiah yang menghasilkan membenarkan-kebenaran ilmiah dibawah ke Eropa pada abad pertengahan.

Tudingan-tudingan terhadap tasawuf dan sufisme sebagai penyebab utama kemunduran Islam perlu ditinjau ulang kebenarannya. Bukankah ayat-ayat al-Quran juga mengandung ajaran-ajaran yang mendorong kepada pembentukan pribadi yang suci. Selain itu, Al-Qur’an dan hadis banyak juga menekankan nilai-nilai seperti kejujuran, menolong sesama, kesetiakawanan dan sebagainya yang kesemuanya menjadi tekanan prinsip ajaran-ajaran tasawuf. Selama ajaran-ajaran itu dipahami secara benar, sudah pasti mempunyai hubungan erat dengan pendidikan akhlak sebagai salah satu tujuan pendidikan Islam.

Sejak awal, dalam Islam memang dikenal dua pola pengembangan pemikiran, yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengembangan pola pendidikan umat Islam. Pemikiran yang bersifat tradisional selalu mendasarkan diri pada wahyu, kemudian berkembang menjadi pola keterbelakangan dan kemunduran itu adalah berkembangnya khurafat dan telah menjauhnya kaum muslim dari ajarannya yang asli.  Karena itu, jaka mereka ingin meraih kembali kejayaan yang pernah mereka miliki pada masa-masa sebelumnya, mereka harus kembali ke pangkal yakni, mengikis segala khurafat dan bid’ah, serta kembali kepada Al-Qur’an dan sunah (al-ruju’ ila al-kitab wal al-sunnah). Gerakan ini kemudian di kenal sebagai gerakan purifikasi, seperti yang dilakukan oleh wahabiah di Hijaz dan persis di Indonesia. Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran Umat Islam.

Baca juga artikel tentang Peranan Pendidikan dan Teori Keteladanan dalam Pendidikan.