Optimalisasi Peran Pengkaderan dalam Mengemban Amanah ke-HMI-an

Sebagai salah satu wadah berhimpunnya mahasiswa Islam yang sentiasa menjalankan fungsi sebagai abdillah dan berperan sebagai khlifah. Dalam menjalankan fungsi dan peran tersebut. Himpunan Mahasiswa Islam mencoba mengejewantahkannya dalam sebuah gerak organisasi, fungsinya sebagai organisasi perkaderan dan perannya sebagai organisasi perjuangan. Yang secara sadar mengembangkan sebuah aktifitas yang berorientasi terhadap amanah ke HMI-an. Kini, dalam menyibak realitas ke  HMI-an ternyata mengalami kemerosotan akan adanya sebuah amanah yang ada dalam kepengaderan, tanggung jawab kepengaderan sampai saat ini ternyata belum mampu dimaksimalkan hal ini ditandai dengan kurangnya nilai kepengaderan yang dimiliki dan pada akhirnya menimbulkan degradasi ideologis yang dialami oleh kades. Meskipun himpunan mahasiswa Islam telah memiliki konsep dan pedoman perkaderan yang cukup baik, naum pelaksanaannya di lapangan belum cukup optimal. Kenyataan saat ini, konsepsi dan penyelenggaraan perkaderan hanya dapat dipahami oleh para pemandu, instruktur (pengkader) itu pun tidak merata dan bahkan peran kepengaderan kurang dijalankan sebagaimana mestinya sehingga jika keadaan sepeerti ini dipertahankan, mustahil perkaderan himpunan mahasiswa Islam akan mencapai tujuannya. Kalau himpunan mahasiswa Islam juga melaksanakan kegiatan-kegiatan lain selain latihan sering diarahkan untuk peningkatan kualitas anggota tetapi hanya sekedar kepentingan HMI saja secara sempit. Sebagai contoh, dalam konsep pengkaderan HMI, kepanitian di bentuk dengan  dua maksud, yaitu memberikan pengalaman konkrit kepada kader sehingga mampu meningkatkan tanggung jawab dan keterampilan managerlalnya dan yang kedua terselenggaranya sebuah kegiatan.

Pada kenyataannya maksud yang pertama sering diabaikan tidak pernah dirancang bagaimana sebuah kepanitian dapat menjangkau kedua-duanya akibat dari kurangnya memantau dan mengarahkan aktivitas dalam kepengaderan. Untuk itu, diperlukan adanya sebuah evaluasi, apakah cara-cara pelaksanaan dalam kepengaderan di HMI mampu memberi konstribusi dalam melahirkan kader masa depan?

HMI sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan yang di isyaratkan oleh HMI, terbinanya mahsiswa Islam menjadi insan ulul albab yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah swt. oleh karenanya semua aktivitas keorganisasian diupayakan mengarah pada tujuan tersebut, tidak terkecuali bagi kader HMI sebagai aktor utama. Jika tidak demikian mereka akan noda dalam medan juang HMI atau bisa menjadi musuh-musuh perkaderan dan perjuangan HMI. Kemudian implementasi cita kader ulul albab yaitu memilikki pemikiran yang luas, perasaan peka, daya pikir yang tajam, wawasan yang mendalam, pengertian yang tepat, dan kebijaksanaan dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil harus menjadi identitas dan karakter kader HMI dalam melakukan perjuangan. Dengan kualifikasi insan ulul albab itu maka diharapkan kader menjadi seorang mu’abid yaitu menjadi insan yang tekun beribadah, mulai dari ibadah yang terkait pada dirinya maupun terkait pada lingkungannya. Mujahid, yaitu memiliki semangat juang yang tinggi sehingga memiliki pemahaman dan kemampuan berjihad dalam garis agama. Mujtahid, yaitu mampu berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan pada pilihan sadar dari dalam dirinya. Mujadid yaitu menjadi harapan atas usaha organisasi yang memiliki kemampuan dalam melakukan pembaharuan di lingkugan sekitarnya.

Kriteria insan ulul albab merupakan fungsi ilmu, iman dan ikhsan, fungsi ini merupakan hak milik bagi khalifah yang Allah amanahkan di muka bumi. Memiliki pemahaman terhadap lingkungan dalam arti seluas-luasnya merupakan fungsi ilmu. Memiliki sikap membenarkan dan menerima merupakan fungsi dari iman. Dan memiliki sifat arif dan bijaksana dalam menilai sebagai fungsi dari ikhsan. Dan pembenahan sistem diri kita yang menjadi agenda awal perjuangan HMI dan langkah awal untuk melahirkan mujahid menjadi tugas mendasar. Implementasi cita kader ulul albab dalam perjuangan HMI perlu dilakukan lewat proses transfiguration terhadap karakter ulul albab kedalam amal sholeh dan masyarakat. Karya nyata dan pembuktian sosiologis atau amar ma’ruf merupakan simbol dan sekaligus sebagai kekuatan pembentuk tatanan sosial yang lebih baik.

Pengader sebagai salah satu komponen yang ikut terlibat dalam proses perkaderan himpunan, dituntut untuk mampu menjalankan peran pengaderannya dengan baik demi tercapainya akselerasi proses perkaderan. Sebab kalau tidak, maka akan mengalami hambatan serius dan bila terjadi ini akan berimplikasi lebih jauh pada kerja-kerja kelembagaan lainnya. Kemampuan pengkader untuk melakukan proses internalisasi dan pragmatisasi terhadap idealisasi kerja-kerja kepengaderan di himpunan diasumsikan sebagai insan yang mampu menunjukkan cita ideal sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid). Proses internalisasi maksudnya bahwa seorang pengader hendaknya melakukan pemahaman dan penghayatan yang tepat, terhadap asumsi ideak seorang pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid). Sementara itu, pragmatisasi maksudnya bahwa seorang pengader hendaknya dalam setiap tindak-tanduk dan tingkah lakunya merupakan aktualisasi dari asumsi ideal seorang pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid). Di himpunan  mahasiswa Islam haruslah menjadi pembawa dan penjaga nilai-nilai Islam dimanapun dan kapanpun dia berada. Pengader sebagai pendidik mampu menjadi contoh dalam menunjukkan konsistensi dalam pengalaman Islam dengan menjaga kesatuan kata yang diucapkan dengan perbuatan yang dilakukan. Dalam menyampaikan kebenaran dari nilai Islam, pengader himpunan mahasiswa Islam senantiasa menempatkan diri sebagai suri tauladan (uswah al hasanah) mengerjakan terlebih dahulu ajaran kebenaran itu pada dirinya sendiri sebelum menyampaikannya kepada orang lain sehingga orang lain akan tertarik dengan kebenaran yang dilakukan.  Ketika menjadi pendidik dalam pelatihan yang dilakukan oleh himpunan, para pengader selayaknya memperlakukan peserta didik sebagai subjek pelatihan yang memiliki hak dan kemerdekaan, dan hendaknya dinamika transformasi Islam berlangsung dengan manusiawi dalam proses yang tanpa kekerasan, kemudian sebagai seorang pemimpin, pengader hendaknya menempatkan diri sebagai penjaga ukhuwah islamiyah di kalangan anggota dan pengurus himpunan. Pengader mampu menjadi “integrator” bagi setiap dan fiksi yang terjadi di internal himpunan, sehingga mampu bersikap netral terhadap perbedaan-perbedaan yang ada dan secara dewasa mampu melepaskan diri dari stigma pengkotak-kotak berdasarkan friksi-friksi. Di samping itu, pengader di harapkan mapmpu menjadi pengamat terhadap perkembangan himpunan  dan mampu melakukan identifikasi masalah himpunan serta memberikan saran, usulan dan masukan penyelesaian masalah secara konsepsial serta mampu mengambil langkah antisipasi secara operasional bila di butuhkan. Seorang pejuang (mujahid) pengader hendaknya mampu menempatkan diri sebagai pelopor dalam penegakan amar ma’ruf nai munkar, baik secara internal himpunan maupun di tengah masyarakat. Kepeloporan ini di tunjukkan dengan menjadi pelopor pada kerja-kerja kemanusian dan amal sholeh.amar maruf ini dilaksanakan dengan seoptimal mungkin mengupayakan  untuk menggali potensi kreatif dari para kader himpunan maupun potensi kreatif umat dan diarahkan menjadi sebentuk amal shaleh, sementara itu, nahi mungkar dilakukan dengan secara serius berusaha membendung segala potensi destruktif yang muncul yang mungkin muncul, baik secara internal himpunan maupun di tengah-tengah masyarakat umum.

Bila profesionalisasi pengader berhasil mendorong para pengader himpunan untuk memadukan ketiga citra ideal pengader sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid), maka akan lahir sebuah sosok pengader yang bisa dipertaruhkan baik secara internal di himpunan maupun secara eksternal di tengah masyarakat. Sosok ini adalah pengader yang memiliki kesadaran ideologis yang tinggi, keikhlasan berjuang di jalan Allah yang  tidak diragukan lagi, istiqamah, serta memiliki keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan  tugasnya sebaga pengelolah latihan himpunan, terutama perkaderan model pendidikan latihan. Dalam perkaderan model pendidikan latihan, pengader berpossi sebagai penanggung jawab kopnsepsional. Olehnya itu keberadaan sosok pengader dalam proses perkaderan yang dilakukan oleh HMI tidak bisa di sepelekan. Untuk itu profesionalitas pengader menjadi prasyarat mutlak bagi sukses tidaknya sebuah pelatihan. Pengader profesional adalah yang mampu melaksanakan proses internalisasi dan pragmatasi sekaligus terhadap kerja-kerja kepengaderan himpunan. Dalam upaya untuk membangun perkaderan berbasis keilmuan, maka artikulasi peran pengader lebih dititikberatkan pada proses pragmatisasi. Artikulasi itu diwujudkan dalam diri seorang pengader dalam bentuk aktualisasi asumsi ideal seorang pengader sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang (mujahid)

Artikulasi peran pengader sebagai penanggung jawab konsepsional sebuah pelatihan yang merupakan bagian integral pengaderan HMI. Berbasis keilmuan, akan termaterialisasi pada kemampuan seorang pengader dengan tugasnya sebagai pengelolah latihan himpunan olehnya itu sosok pengader HMI selayaknya memiliki penguasaan wacana akademik secara kritis dan konstruktif yang memadai sebagai tuntutan dari perannya sebagai penaggung jawab konsepsional pelatihan himpunan.