Teori Evolusi Menurut Islam

Rasanya memang sulit jika kita harus membandingkan suatu hal yang dilihat dari ilmu pengetahuan (sains) dengan apa yang dilihat oleh agama. Seperti halnya teori evolusi yang diperkenalkan oleh Darwin yang mengatakan bahwa kera merupakan nenek moyang manusia. Sedangkan sebagaimana yang kita ketahui menurut agama, Adam merupakan manusia pertama yang Allah ciptakan dengan sempurna.

Penciptaan makhluk hidup oleh Allah merupakan sesuatu yang luar biasa dan tidak bisa dilakukan oleh manusia manapun. Dalam Islam kita tahu bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Berkehendak. Dia-lah yang bisa menghidupkan dan mematikan apapun dimuka bumi ini jika Ia menghendakinya.

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa lalu Dia bersemayam diatas Arasy. Dia menutup malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.

Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-A’raaf: 54)
Dengan melihat ayat tersebut tentu kita mengamini atau yakin jika Allah memang yang menghendaki segala-galanya.

Sebenarnya sebelum Darwin, teori evolusi sudah ditemukan terlebih dahulu oleh beberapa ahli filsafat Yunani Kuno. Kemudian setelah itu para ilmuwan muslim pun bermunculan untuk mengenalkan teori evolusinya. Salah satu ilmuwan muslim yang terkenal adalah Ibn Khaldun. Beliau menjadi terkenal karena memang hidup pada masa kejayaan atau keemasan Islam.

Dalam menjelaskan teorinya, beliau menjelaskan mengenai teori-teori yang sudah dikemukakan sebelumnya, yaitu berawal dari mineral kemudian berevolusi menjadi tumbuhan, kemudian teori evolusi hewan dan manusia.

Setelah kekalahan Islam, Islam mulai menolak teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin karena Darwin menganggap bahwa kehidupan muncul dengan sendirinya atau secara kebetulan. Padahal pengertian dari evolusi sendiri adalah perubahan suatu organism secara berangsur-angsur atau bertahap.

Baik sains dan agama tentu memiliki pendapat tersendiri dalam melihat sesuatu. Rasanya tidak bijak jika terus mencari-cari kesamaan diantara keduanya, karena memang sains dan agama punya jalan sendiri-sendiri yang tentu saja berbeda.