Cara Membuat Hujan Buatan

Ketika musim hujan datang, banyak orang yang mengeluh karena banjir musiman pun akan segera menggenang. Tapi, ketika musim berganti menjadi kemarau, malah kemudian orang-orang panik karena cuaca jadi gerah. Bahkan, tidak jarang pula terjadinya kekurangan pasokan air bersih untuk konsumsi. Pada akhirnya, terpaksa harus dilakukan hujan buatan.

Nah, tahukan Anda tentang hujan buatan? Dalam menciptakan peluang hujan dan mempercepat terjadinya hujan ini, dilakukan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Sejarah hujan buatan sendiri pertama kali terjadi di dunia pada tahun 1946, ketika ditemukan oleh Vincent Schaefer dan Irving Langmuir, serta dilanjutkan Bernard Vonnegut tahun 1947.

Dalam TMC, dilakukan dengan mempengaruhi proses yang terjadi di awan sebagai “dapur” pembuat hujan. Bahan yang digunakan, seperti glasiogenik berupa Perak Iodida (AgI) yang biasanya untuk membuat es, serta higroskopis berupa garam dapur (Natrium Chlorida/NaCl), atau CaCl2 dan Urea, yang berguna untuk menggabungkan butir-butir atmosfir di awan.

Orang-orang Indonesia ternyata juga bisa membuat hujan buatan ini. Yaitu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indonesia yang melakukannya, juga dengan metode TMC. Mereka akan membawa garam halus dengan pesawat untuk disemai ke dalam awan untuk mendorong proses pengumpulan butiran air.

Tapi, sebelum melakukan penyemaian garam di dalam awan tersebut, biasanya UPT Hujan Buatan BPPT Indonesia terlebih dahulu akan memantau potensi-potensi awan hujan yang akan disemai. Setelah itu, barulah mereka mengirim flight scientist dengan pesawat jenis Hercules yang mampu membawa 4 ton garam, atau jenis Casa yang bisa memuat 1,2 ton.

Cara ini dikenal dengan bahan sistem powder atau garam yang sudah dihaluskan dalam menambah curah hujan atau metode rain enhancement. Selain itu, bisa pula dilakukan dengan bahan sistem flare atau garam yang dipadatkan dan dikemas di dalam tabung. Dengan cara ini, biasanya dilakukan pembakaran selongsong untuk menyemburkan garam ke atmosfer.

Sistem flare sendiri bisa dilakukan dengan cara membakar selongsong di atas pesawat, atau di daratan di atas menara Ground Based Generator (GBG). Diharapkan, partikel garam yang menyembur tersebut bisa masuk ke dalam awan. Setelah penyemaian garam tersebut dilakukan, maka hujan pun akan segera turun dalam waktu hanya beberapa jam saja.