Pengertian
Pengertian Kasih Sayang
“Yang dimaksud dengan kasih sayang (attachment) adalah suatu ikatan emosional yang erat antar orang satu dengan yang lain atau dalam hal ini antara bayi dengan orang tua atau pengasuhnya”.[1]
Sedangkan pengertian kasih sayang menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1998) adalah “suatu ungkapan perasaan cinta dan suka yang tulus tanpa mengharap imbalan. Seperti kasih sayang orang tua ke anaknya”.[2]
Pada dasarnya, semua orang yang normal akan menyayangi anaknya. Namun dalam prakteknya kualitas dan intensitas kasih sayang orang tua itu bisa berbeda. Salah satu unsur dominan yang mempengaruhi kualitas kasih sayang. Menurut Vasta Et al (1992) adalah kepekaan orang tua. Jika orang tua berhasil mengekspresikan kasih sayangnya kepada anak secara wajar. Maka kasih sayang orang tua yang kuat dapat meningkatkan ketrampilan sosial dan kognitif anak.
Pengertian Kreativitas
Kreativitas pada dasarnya merupakan suatu istilah yang mudah diucapkan dan sulit didefinisikan secara pasti, namun para ahli mencoba mengembangkan pengertian kreativitas dalam bentuk pengertian populer dan makna psikologis.
Kreativitas dapat dipahami sebagai apa saja yang telah tercipta sebagai sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang telah ada sebelumnya.[3]
Kreativitas itu juga merupakan suatu proses yang unik, suatu proses yang diperlukan tidak untuk tujuan yang lain, kecuali untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan asli.
Kreativitas itu mencerminkan keunikan individu dalam pikiran – pikiran dan ungkapan – ungkapan. Hal ini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa merupakan ekspresikan tertinggi individualitas manusia.
“Kreativitas sebagai proses yaitu bersibuk diri secara kreatif yang menunjukkan kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam berfikir”.[4]
Secara umum kreativitas adalah sebagai kemampuan berfikir, bersikap dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang baik dan bermanfaat.
Peranan Kasih Sayang Orang Tua dalam Memacu Kreativitas Pendidikan Anak di SD.
Peranan Seorang Ibu dalam Mendidik Anak
Mendidik anak adalah tugas yang sangat mulia. Seorang ibu memegang peranan penting dalam mendidik anak di lingkungan rumah tangga, sebab ibulah yang hampir setiap hari berada dirumah. Lingkungan keluarga adalah sebuah sekolah. Seorang ibu harus menjadi seorang tokoh utama didalam pekerjaan mendidik anak-anaknya teristimewa ketika mereka masih kecil, maka seorang ibu haruslah senantiasa menjadi pendidik dan teman mereka yang baik pula, dengan memberi perhatian dan kasih sayang kepada anak.
“Bahwa Tuhan memerintahkan supaya keluarga menjadi tempat pendidikan yang paling ampuh dan penting dari semangat”.[5] Didalam rumah tangga pendidikan anak harus dimulai. Karena inilah sekolah yang pertama. Disini Bapak dan Ibu sebagai gurunya, maka anak itu harus belajar segala pelajaran yang akan memimpinnya sepanjang hidupnya, yaitu pelajaran-pelajaran tentang penghormatan, pengaturan, pengendalian diri dan kejujuran. Ini adalah mata pelajaran dasar yang perlu diajarkan seorang ibu didalam runah tangga.
Cara yang paling baik untuk mendidik anak supaya menghormati orangtuanya dalam rumah tangga / keluarga adalah memberi teladan kepada mereka, bagaimana orangtua menyatakan kasih sayang mereka serta penghormatan antara satu dengan yang lain akan memberi teladan yang mendalam dan berarti kepada pikiran dan hati anak itu.
Pengendalian diri adalah salah satu pelajaran penting lain yang perlu diajarkan seorang ibu kepada anaknya didalam rumah tangga / keluarga. Seorang perlu membimbing anaknya untuk mwngwndalikan diri maka kelak ia bertingkah laku melalui pendidikan yang dimulai dalam keluarga. Sebab anak yang tidak di didik pola tingkah laku dan tidak mampu mengendalikan diri, maka kelak ia akan mengalami kesulitan hubungan sosialnya dalam pergaulan di masyarakat.
Sejak dari buaian, anak-anak perlu dididik untuk mempraktekkan pengendalian diri dan kejujuran, karena kejujuran adalah salah satu prinsip utama dalam membentuk tabiat.
Dapat dikatakan bahwa pelajaran pertama dalam kejujuran dimulai kira-kira pada saat seorang anak merangkak dan berusaha hendak menyelidiki sesuatu yang dapat dipegangnya.[6]
Jikalau seorang ibu sudah mendidik anak-anaknya tentang bagaimana menghormati, menuruti, mengendalikan diri dan mempunyai tabiat jujur, berarti seorang ibu sudah mempersiapkan anak didik yang tangguh dan berkepribadian yang tulus dan ikhlas. Berpendidikan yang luhur dan siap bergaul, dalam masyarakat, atau dimanapun ia berada, sehingga dapat menjadi kebanggaan keluarga, sebagai generasi penerus yang dapat mengabdikan dirinya dalam pelayanan kepada sesama manusia dan menyiapkan diri untuk hidup jujur dan bijaksana.
Oleh karena itu pengaruh hubungan antara ibu dan anak perlu mendapat perhatian agar kita dapat mengetahui pengaruh hubungan tersebut terhadap pendidikan anak di sekolah.
Peranan Seorang Ayah dalam Mendidik Anak
Suatu kenyataan yang kita hadapi sekarang ini adalah bahwa jutaan kaum bapak/ayah tidak mau tahu soal intern rumah tangga demikian juga pendidikan anak-anaknya ribuan kaum ayah ternyata tidak bisa bergaul akrab dengan anak-anaknya, terutama sekali dengan anak-anak yang lelaki. Banyak kaum ayah yang beranggapan bahwa urusan dalam keluarga hanyalah tugas yang enteng, dapat dikerjakan setiap orang, siapa saja bisa mengerjakannya. Hal ini uang kadang-kadang membuat kaum ibu menjadi patah hati, tidak bersemangat lagi dan sangat mendongkol.
Ikut sertanya seorang ayah mendidik dan merawat anak-anaknya bukan hanya persoalan dari segi keadilan yang harus dipikul bersama dengan sang ibu, khususnya bila sang isteri itu juga adalah seorang pekerja pencari nafkah jadi seorang ibu mengharapkan suaminya harus menganggap bahwa semua pekerjaan itu penting. Bermanfaat dan merupakan tantangan baginya, serta sama nilainya dengan pekerjaan di kantor atau bisnis apapun bentuknya.
Seorang ayah sungguh diharapkan agar mempunyai kesadaran bahwa ia juga perlu turut bertanggung jawab dalam perawatan, pengajaran, pendidikan dan bimbingan anak-anaknya bersama-sama dengan sang ibu.
Kewajiban ayah/bapak kepda anak-anaknya tidak dapat dipindahkan kepada sang ibu. Kalau ibu melakukan kewajibannya sendiri, iapun mempunyai tanggung jawab untuk dipikul. Hanya bekerja sama antara ayah dan ibu, sehingga dapat melaksanakan pekerjaan mereka dengan baik dan memuaskan.[7]
Jelaslah bahwa para ayah tidak patut berdian diri saja dalam tugas mendidik anak-anaknya. Ia sebagai ayah harus mengambil bagian dalam kewajiban yang mulia. Adapun kesulitan seorang ayah dalam tugas-tugasnya sehari-hari, kalau dia pulang kerumah harus dengan wajah yang cerah dan gembira serta dengan suara yang lemah lembut.
Semua anggota keluarga berpusat kepada ayah, dialah yang membuat peraturan dan menegakkan disiplin dalam keluarga. Seorang ayah adalah figur terakhir yang memberikan keputusan terpenting dan terakhir bila terjadi suatu masalah dalam keluarga, bila sang ibu dan anggota keluarga lainnya telah memberikan pendapat-pendapat masing-masing untuk menjaga kelancaran tugas rutin dalam rumah tangga setiap hari, seorang kepala keluarga berkewajiban membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota keluarga, termasuk sang ayah itu sendiri.
Kedudukan sebagai seorang ayah sama-sama menyenangkan dengan kedudukan sebagai seorang ibu, namun seorang ayah dapat mewujudkan keunggulan yang luar biasa memiliki pengalaman hidup yang lebih mempesonakan karena dia ikut memberikan keturunan baru.[8]
Hal ini mencakup kesempatan untuk membina watak si anak, mendidik mempengaruhi perkembangan tabiatnya, melindungi anak yang masih hijau dan membantu anak memantapkan kedudukannya dalam pergaulan dengan masyarakat. Salah satu kepuasan terbesar yang dapat diperoleh seorang ayah, ialah pengakuan dan rasa cinta dari anak-anaknya, ini merupakan umpan balik yang diberikan kepadanya.
Seorang ayah wajib memahami watak dan pembawaan anak-anaknya hal ini memang wajar, seorang ayah patut memahami tingkah laku dan watak anak sejak kecil sampai dewasa. Namun mungkin karena kesibukannya di luar rumah, sehingga tidak sempat memahami pembawaan anaknya. Seorang ayah harus berupaya dalam mencari cara-cara yang lebih praktis, sehingga anak-anak bisa di awasi dalam pekerjaan yang berguna sesuai dengan tingkah laku yang beraneka ragam.
Seorang ayah dapat memelihara pergaulan yang akrab dengan anak-anaknya dalam pekerjaan dan permainan di rumah. Adalah sesuatu hal yang wajar kalau seorag ayah mengikut sertakan putra-putrinya, manfaatkanlah sebagian dari waktu yang senggang untuk anak.
Jelaslah bahwa memelihara, menjaga dan mendidik anak-anaknya dalam keluarga sama mulianya dengan tugas yang ada diluar rumah. Tugas seorang ibu sama prosuktif dan kreatifnya dengan tugas seorang ayah dikantor maupun dalam bisnis lain.
Cara – cara yang Dilakukan Orang tua dalam Mempengaruhi anak untuk memacu Kreativitas Pendidikannya.
Tampak sangat sulit untuk memilih-milih cara apa yang harus ditempuh untuk mengetahui prilaku-prilaku apa yang secara khusus di pengaruhi oleh lingkungan keluarga dan dan prilaku-prilaku apa yang dipengaruhi oleh lingkungan-lingkungan lainnya, secara teoritis kita bisa saja merumuskan formulasi matematis untuk menghitung bobot pengaruh dari setiap lingkungan tersebut. Namun, secara praktis kita akan sulit untuk mengisi formulasi matematis tersebut.
Namun demikian, bila dilihat dari proses dan materi interaksi yang terjadi pada masing-masing lingkungan, secara logis dapat diperkirakan prilaku-prilaku apa yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan tertentu. Dalam hal ini perkembangan kognitif anak, misalnya lingkungan, sekolah cenderung lebih banyak memberikan pengaruh langsung daripada lingkungan keluarga. Tapi tanpa peran keluarga dalam hal ini orang tua, maka pendidikan anak disekolah tidak akan mengalami kemajuan. Lingkungan keluarga lebih bersifat dukungan. Baik penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Sebaliknya dalam hal pembentukan prilaku, sikap, kebiasaan, pemahaman nilai dan prilaku-prilaku sejenisnya dalam lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh kuat dan sifatnya secara langsung.
Keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral dan ketrampilan. Selanjutnya, Radin (Selfert dan Hoffnung, 1991) menjelaskan enam kemungkinan yang dilakukan orang tua dalam mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut :
Permodelan Prilaku
Baik disengaja atau tidak orang tua dengan sendirinya akan menjadi model bagi anaknya. Cara dan gaya orang tua berprilaku akan menjadi sumber objek imitasi bagi anak.
Memberikan ganjaran dan hukuman
Orang tua mempengaruhi anaknya dengan cara memberi ganjaran terhadap prilaku tertentu yang dilakukan oleh anak dan memberi hukuman terhadap beberapa prilaku lainnya.
Perintah Langsung
Dengan diberikannya perintah secara langsung anak akan sering mengambil pelajaran tertentu sehingga bisa lebih memahami harapan-harapan dan keinginan orang tuanya.
Menyatakan Peraturan-Peraturan.
Secara berulang-ulang orang tua sering menyatakan peraturan-peraturan umum yang berlaku dirumah, meskipun itu sering dinyatakan secara tidak tertulis sebagai contoh orang tua berkata: “kalau sudah dari kamar kecil tutup pintunya dan matikan lampunya”. Dengan cara ini anak didorong untuk melihat prilakunya apakah sudah benar atau belum, melalui perbandingan dengan perantaraan tersebut.
Nalar
Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa mempertanyakan kapasitas anak untuk menggunakan nalarnya, dan cara itu digunakan orang tua untuk mempengaruhi anaknya, misalnya orang tua bisa mengingatkan anaknya tentang kesenjangan prilaku dengan nilai – nilai yang di anut melalui pertanyaan berikut : “Apakah teman memukul teman itu merupakan perbuatan yang baik”.
Menyediakan Fasilitas atau Bahan-Bahan dan Adegan Suasana
Orang tua dapat mempengaruhi prilaku anak dengan mengontrol fasilitas atau bahan-bahan adegan suasana.
Dari keenam cara di atas, dapat kita lihat bagaimana hubungan orang tua berbeda dari guru dan atau yang lainnya, bukan hanya terletak pada cara mempengaruhi anak. Tetapi juga tergantung kepada bagaimana orang tua dan anak memandang hubungan itu. Di sinilah pentingnya ada kesamaan persepsi antara orang tua dan anak tentang hubungan yang berlangsung itu.
Orang tua merupakan pengamat yang terpenting untuk anaknya, orang tua memperhatikan kepentingan anak dalam merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga dan itu sendiri, termasuk dalam pendidikan anak. Untuk itu orang tua harus mempunyai cara-cara untuk memacu kreativitas pendidikan anak diantaranya, yaitu : orang tua harus dapat mengatur suasana emosional dalam keluarga agar dapat merangsang anak untuk belajar dan mengembangkan kemampuan kecerdasannya yang sedang tumbuh.
Gaya pengasuhan orang tua adalah cara-cara orang tua berinteraksi secara umum dengan anaknya.[9]
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kasih Sayang Orang Tua Dalam memacu kreativitas pendidikan anak.
Dinamika kehidupan yang terus berkembang membawa konsekuensi tertentu terhadap kehidupan keluarga. Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga serta bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peran anggota keluarga menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga, struktur, pola hubungan dan gaya hidup keluarga banyak mengalami perubahan. Kalau dahulu biasanya seorang ayah berperan sebagai pencari nafkah tunggal dan ibu sebagai pengelola ulama kehidupan dirumah, maka sekarang tidak lagi seperti itu. Begitu pula kebiasaan hidup lama dalam keluarga besar, sekarang mereka hidup dalam keluarga kecil.
Terlepas dari bentuk dan wujud perubahan-perubahan yang terjadi, pergeseran-pergeseran tersebut membuat semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dialami keluarga yang pada gilirannya akan memberikan dampak tertentu terhadap perkembangan anak untuk dapat berkembang secara sehat dan sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dengan sendirinya anak perlu melakukan penyesuaian.
Ragam dan jenis permasalahan keluarga tentunya sangat bermacam-macam yang merupakan dampak penghambat kasih sayang orang tua terhadap anak. Adapun permasalahan utama yang lazim dialami, yakin masalah orang tua yang bekerja dan perceraian.
Orang Tua yang Bekerja
Disamping adanya tuntutan ekonomi (bagi sebagian keluarga) pergeseran pandangan tentang peran wanita telah mendorong banyak ibu rumah tangga sekarang yang turut bekerja mencari nafkah. Hal tersebut menarik di bahas karena berkaitan dengan kepentingan pendidikan dan perkembangan anak.
Ayah yang tidak bekerja akan menimbulkan masalah-masalah yang sangat serius bagi keluarga. Studi-studi tentang para ayah yang tidak bekerja menunjukkan bahwa mereka sangat stress, cemas, berfikiran kacau, depresi serta mengalami susah tidur dan cendrung mudah tersinggung dan berlaku kasar, baik terhadap, istri maupun terhadap anak.
Pada saat yang sama, ibu dan anak juga lazimnya ikut cemas tentang masa depan ekonomi keluarga sehingga semua anggota keluarga juga ikut gelisah. Pada mereka juga kadang-kadang tumbuh sikap-sikap negatif terhadap si ayah. Ibu menjadi kesal dan jengkel melihat ayah yang phanya luntang lantung, begitu juga anak-anak, kehilangan figur ayah yang dapat dibanggakan. Lebih jauh lagi, kondisi tersebut bisa menyebabkan kurangnya kebanggaan anggota keluarga terhadap keluarganya sendiri, terutama disaat bercerita dengan tetangga, teman atau dengan anggota masyarakat lainnya.
Ayah yang bekerja lazimnya lebih memperlihatkan rasa harga diri. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dan menyibukkan diri dengan pekerjaan dan tugas-tugasnya dikantor sehingga mereka melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dan menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab untuk mendidik anak kepada seorang ibu.
Dalam kasus ibu yang bekerja dan bentuk persoalannya manjadi lain bagaimanapun pekerjaan yang menuntut sebagian waktu dan tenaga yang dimiliki ibu sehingga porsi waktu dan tenaga untuk keluarga menjadi berkurang. Bagi ibu yang tidak bisa mengatur waktu dan tenaganya secara profesional hal tersebut dapat membuat tidak terkontrolnya lagi kondisi rumah dan prilaku anak-anak bisa merasa tidak di perhatikan dan kurang kasih sayang seharian prilakunya mungkin menjadi liar, dan pendidikan anak pun akan bermasalah kesehatan anak juga mungkin kurang terawat dan begitu pula proses perkembangannya bisa mengalami banyak hambatan. Permaslahan-permasalahan tersebut sangat mungkin terjadi dan tidak jarang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Orang Tua yang Bercerai
Walaupun perceraan itu tidak diharapkan, namun sebagian keluarga mangalaminya. Tentunya banyak faktor dan alasan yang bisa memaksa pasangan dalam sebuah keluarga untuk bercerai, namun pada intinya hal itu disebabkan oleh ketidaksesuaian atau perselisihan yang tidak bisa didamaikan lagi.
Terlepas dari faktor dan alasan yang menyebabkan sebuah keluarga bercerai, peristiwa perceraian dapat mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi serius terhadap keluarga yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan prilaku anak. Bukan hanya ikatan perkawinan yang akan berantakan, tetapi anak juga yang menjadi korban.
Perceraian orang tua dapat merupakan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan shock dan konflik berat bagi anggota keluarganya. Perceraian menlahirkan perubahan drastis yang bisa membingungkan dan memunculkan berbagai konflik, baik bagi orang tua maupun bagi anak.
Persoalan lain yang muncul karena perceraian adalah dialaminya tekanan-tekanan psikologis. Dengan bercerai orang tua harus mengatur dan mengurus keluarga sendirian. Ia mungkin harus mengerjakan hampir segenap pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya tidak dilakukan. Kadang – kadang orang tua menjadi sibuk dan kondisi rumah tangga menjadi semrawut.
Beberapa orang tua yang bercerai kadang-kadang merasa sangat terisolasi dari teman-temannya yang biasa dekat dengannya. Para orang tua yang bercerai sering dihantui oleh rasa stress dengan perkawinannya. Mereka kadang-kadang menyesali peristiwa itu tetapi tak dapat berbuat banyak dalam menghadapinya. Emosi mereka kadang tidak stabil, mudah marah diliputi kesedihan, tidak riang dan sebagainya.
Berbagai persoalan yang dihadapai orang tua tersebut di atas, pada akhirnya terekspresikan disaat berinteraksi dengan anak, mereka mungkin mengisolasi diri secara diri secara emosional terhadap diri anak, mudah marah dan berprilaku agresif terhadap anak, berupaya mempengaruhinya supaya lebih dekat dengan diri mereka dari pada bekas pasangan mereka, kurang bisa merawat dan memperhatikan sebagimana layaknya dan sejumlah persoalan lainnya pendeknya mereka tidak mampu lagi menjalankan tugas-tugas keorang tuanya secara efektif.
Lebih parah lagi apa yang di ekspresikan oleh orang tua tersebut dapat berdampak lebih jauh terhadap pembentukan prilaku anak disamping sekaligus menjadi model tentang ketidak mampuan orang tua dalam menghadapi masalah-masalah sosial. Sebagaimana orang tua. Anak juga mengalami tekanan psikologis. Mereka mungkin merasa tidak diperhatikan lagi sehingga menyebabkan mereka merasa kesepian dan terisolasi.
Kondisi dan iklim yang kurang harmonis di atas, pada akhirnya bisa berdampak lebih jauh terhadap pembentukan prilaku dan pribadi anak, serta peningkatan kreativitas pendidikan anak. Bila dibandingkan dengan anak yang lebih muda atau yang lebih tua disaat perceraian orang tua terjadi. Kelompok anak ini memperlihatkan kecendrungan yang lebih rendah dalam fungsi-fungsi internal (integrasi, psikologi, stabilitas, emosi, ketangguhan struktur, defenisif dan penimbangan realitas). Kompetensi sekolah dan salam hubungan sosial. Selain itu, kelompok anak tersebut sering menutupi ketidak bahagiaan mereka tentang hubungan masa kini dan masa yang akan datang dengan memperhatikan konfomitas terhadap harapan-harapan sosial. Singkatnya, seluruh anggota keluarga, baik terhadap orang tua lebih-lebih terhadap anak, karena seorang anak akan merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya sehingga mereka merasa tersisih bahkan yang lebih parah mereka tidak peduli pada dirinya sendiri dan pendidikannya, karena kehilangan motivasi pada mereka.
[1] Ibid. hal.125
[2] Ibid.
[3] Proyek Pendidikan Guru SD, Perkembangan dan Belajar Peserta Didik (Jakarta, 1998), hal.19
[4] Santrock Yussen dan Harlock, Op.cit., hal. 201
[5] Elleng White, Peranan Ibu Bapak dalam Mendidik Anak (Bandung, 1973), hal. 15
[6] Ibid, hal. 23
[7] Ibid, hal, 30
[8] Ibid, hal. 36
[9] Santrock Yussen dan Harlock, Loc.cit.,hal.226