Prinsip-prinsip Ekonomi Islam – Menurut Mannan, sedikitnya ada tujuh langkah untuk merumuskan perkembangan pengetahuan ekonomi Islam, yang kesemuanya saling terkait, yaitu :
- Mengidentifikasi problem atau masalah
- Mencari prinsip pedoman yang terdapat dalam syariat secara eksplisit maupun implicit, untuk memecahkan problem yang dipersoalkan tersebut. Prinsip-prinsip ini yang dapat diambil dan dideduksi dari kitab suci Al-Qur’an maupun hadias nabi, dimana Al-Qur’an dapat dipandang abadi dalam kebenarannya.
- Di tingkat operasional, ilmu pengetahuan yang mendasari prinsip atas asas itu perlu dirumuskan dan dibuatkan konsepnya terlebih dahulu. Disinilah mulanya proses perumusan teoriti problem itu, yaitu titik tolak ilmu pengetahuan pada ilmu ekonomi Islam
- Penentuan penentu kebijakan atau perumusan kebijakan yang mana tak boleh lepas dari syariat
- Kebijakan yang tercapai melalui analisis teoritik harus dialami
- Perlunya lembaga yang memadai dalam melaksanakan kebijakan tersebut, karena tanpa lembaga kebijakan ide takkan terpenuhi.
- Diperlukan peninjauan kembali pada prinsip-prinsip yang digunakan ini juga memerlukan perlu adanya rekonstruksi dari teori dan kebijakan ekonomi Islam. Rekonstruksi ini memberikan peluang bagi pemikir untuk menguji kebenarannya.
Terdapat perbedaan penting antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, khususnya paham kapitalis dalam memandang apa sesungguhnya yang menjadi permasalahan ekonomi pada kehidupan manusia. Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalahan ekonomi sesungguhnya adalah kelangkaan barang dan jasa. Hal ini karena setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak terbatas, sementara sarana pemuasnya (barang dan jasa) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan (need) dan keinginan (want) terbatas, sebab menurut pandangan ini pengertian antara kebutuhan dan keinginan ada dua hal yang sama, yakni kebutuhan itu sendiri. Dan dalam hal ini sistem ekonomi kapitalis tersebut hanya membahas masalah yang menganut aspek-aspek yang bersifat materi dari manusia.[1]
Selanjutnya hal ini dperkuat oleh An Nabhawi dengan kesimpulannya bahwa sistem kapitalis itu dibangun atas tiga kerangka dasar yaitu;
- Kelangkaan barang dan jasa
- Nilai (volume) barang yang dihasilkan
- Harga (price) yang maka dimanknanya dalam produksi, konsumsi, dan distribusi
Berbda dengan ekonomi Islam yang menetapkan bahwa permasahan ekonomi utama dalam masyarakat adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan ditengah masyarakat atau dengan kata lain komitmen Islam yang demikian mendalam terhadap permasalahan Islam yang demikian mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejahteraan (falak) bagi semua umat manusia sebagai suatu tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini meliputi kepuasan fisik mental, kedamaian, dan kebahagiaan hanya dapat digapai melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani dari personalitas manusia. Karena itu maksimumkan output harus dibelakangi dengan adanya jaminan bagi adanya usaha-usaha yang ditujukan pada kerekatan rohani yang terletak pada batin manusia, keadilan suatu perdamaian yang fair pada setiap interaksi manusia dalam masyarakat.
Sistem Ekonomi Berlandaskan Etika
Islam tidak membedakan antara ekonomi dan etika, sebagaimana juga Islam tidak membedakan antara ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika, dan lain-lain sehingga dalam mengarungi kehidupan seorang muslim haruslah memiliki budi pekerti dan akhlak yang mulia seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad saw manusia sebagai individu maupun sebagai kelompok disatu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun disisi lain, ia terikat dengan iman dan etika, sehingga ia tidak bebas mutlak dalam permasalahan ekonomi untuk menginvestasikan modalnya untuk membelanjakan hartanya, yang akan dapat merugikan bagi orang lain.
Masyarakat muslim juga tidak bebas tanpa kendali dalam memproduksi sumber daya alam yang dapat berakibat merusaknya mendistribusikannya atau mengkonsumsikannya. Ia terikat dengan ikatan akidah dan etika mulia, disamping juga dengan hukum-hukum Islam.
Sebagai contoh dalam memandang minuman keras, Islam dengan jelas dan tegas menyebutkan dalam Al-Qur’an. Minuman keras atau khamar, dari sisi ekonomi mungkin saat menguntungkan[2] seperti dapat membuka lapangan pekerjaan, akan tetapi larangan tersebut sifatnya sudah final dan secara kompleks dan menyeluruh, yaitu larangan bagi pembuatnya (produsennya), pengukirnya, orang yang mengantarkan barang tersebut, orang yang menjualnya orang yang membelikannya, dan orang yang menuangkannya. Bahkan lebih lanjut dari ayat tersebut dengan minuman keras tersebut sebagai pembuka untuk dilakukannya bentuk-bentuk kejahatan yang baik seperti, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.
Jelaslah bahwa ekonomi Islam yang berlandaskan etika ini diakui tidak hanya secara harfiah melarang sesuatu itu hanya mutlak untuk sesuatu sesaat juga, tetapi lebih umum untuk kemaslahatan dunia dan akhirat. Sistem ekonomi ini yang berlandaskan etika ini diakui juga oleh beberapa pakar ekonnomi dari eropa, yang dikutip oleh Qardhawi antara lain; jeck austri, seorang Prancis dalam bukunya “Islam dan pengembangan ekonomi” . mengatakan bahwa Islam adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis dan sumber etika mulia. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan dari sini sebetulnya orang Islam tidak dapat menerima paham ekonomi yang kapitalis yang lebih condong kepada kduniaan saja tanpa memikirkan akhirat. Dan ekonomi yang kekuatannya berlandaskan wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang berdasarkan pada etika”.
Sistem Ekonomi yang Bercirikan Kemanusiaan (sosial)
Tujuan ekonomi Islam adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahatera. Dengan demikian dalam ekonomi Islam, manusia dan factor kemanusiaan merupakan faktor utama. Faktor kemanusiaan dalam ekonomi Islam terdapat dalam kumpulan etika, yang ada pada Al-Qur’an, hadis serta ijma[3] para ulama yang mencakup etika, kebebasan, kemanusian, keadilan, sikap moderat dan persaudaraan sesama manusia. Etika Islam menjajarkan dan mengajukan manusia untuk menjalin kerjasama, tolong menolong dan menjauhi sikap iri, dengki dan dendam.
Islam juga menganjurkan kasih sayang kepada sesama manusia terutama pada kaum lemah, anak yatim, miskin, papa dan yang terputus dalam perjalanan (musafir), para janda-janda tua renta.
Sistem Ekonomi yang Bersifat Pereangahan
Salah satu cirri ekonomi Islam adalah sifatnya yang pertengahan (keseimbangan), cirri ini merupakan jiwanya, sebagiamana manusia memiliki jiwa untuk hidup.
Jiwa domain dalam Islam keseimbangan yang adil. Hal ini terikat jelas pada sikap Islam terhadap hak individu dan masyarakat. Kedua hal ini diletakkan dalam keseimbangan yang adil (pertengahan) antara dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan.
Ekonomi Islam yang moderat ini tidak menzalimi khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis, Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, terutama komunis, tetapi ditengah-tengah antara keduanya.
[1] Pemikiran-pemikiran ekonomi Islam yang berkembang dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang problem perekonomian
[2] Dalam lapangan ekonomi atau bisnis
[3]Pendapat para ulama yang merujuk pada Al-Qur’an dan hadis dimana permasalahan tersebut belum terjadi pada zaman Rasulullah Prinsip-prinsip Ekonomi Islam