Pengaruh Pemberian Informasi dari Institusi Formal tentang Bahaya Napza Terhadap Peningkatan Pengetahuan Siswa

Pengaruh Pemberian Informasi dari Institusi Formal tentang Bahaya Napza Terhadap Peningkatan Pengetahuan Siswa. Setelah sebelumnya kita membahas banyak hal mengenai hipertensi, kini kita akan membahas mengenai NAPZA. Sebagai pilar pembangunan dan pemilik masa depan bangsa dan negara yang akan menentukan nasib bangsa kelak, maka generasi muda yang berkualitas itu mutlak diperlukan.

Namun makin lancarnya hubungan dan komunikasi antar bangsa di dunia sebagai dampak globalisasi ternyata di satu sisi membawa dampak negatif bagi remaja, mereka sering mencoba berbagai perilaku yang dianggap modern tetapi tidak selalu mengarah kepada kebaikan. Masalah penyalahgunaan narkoba saat ini menjadi perhatian serius di berbagai kalangan. Tidak saja di Indonesia, tetapi di berbagai Negara di belahan dunia telah menyatakan perang terhadap narkoba (Ahmadi, 2007).

Salah satu masalah pelik yang sedang dihadapi oleh bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia yakni penyalahgunaan Narkotika Psikotripika dan Zat Adiktif Lain (NAPZA). Penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA dari tahun ketahun semakin meningkat. Sementara fenomena NAPZA itu sendiri bagaikan gunung es yang tampak hanya dibagian atas permukaan. Penelitian yang dilakukan oleh Hawari,dkk (1998) menyebutkan bahwa angka sebenarnya adalah 10 kali lipat dari angka resmi atau dengan kata lain bila ditemukan 1 (satu) orang pengguna artinya ada 10 0rang lainnya yang tidak terdata resmi (Junaidi, 2006).
Posisi geografis, sifat kepulauan, dan ketidakstabilan ekonomi, sosial, politik, dan keamanan membuat Indonesia rentan penyelundupan, peredaran gelap dan penyalahgunaan Napza. Peredaran Narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional(BNN) tahun 2004, ditemukan1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau 3,2 juta orang adalah pecandu Narkotika.
Semakin memilukan sekaligus sangat mengkhawatirkan kita ternyata para korban penyahgunaan tersebut adalah anak-anak yang menjadi penerus kelangsungan bangsa ini. Di Indonesia penyalahgunaan Narkoba menjadi perhatian berbagai kalangan. Mulai dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, bahkan masyarakat juga turut serta membicarakan tentang bahaya Narkoba. Hampir semuanya mengingatkan sekaligus mengiginkan agar masyarakat Indonesia, khususnya kaum remaja (generasi muda) untuk tidak sekali-kali mencoba dan mengkomsumsi ”barang haram” yang disebut Narkoba (Martono, 2005).
Khusus di wilayah Sulawesi Selatan, penyalahgunaan narkoba  menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan, hal ini terbukti dengan banyaknya kasus yang masuk di pengadilan negeri yang ada di Sulawesi Selatan selama tahun 2010. Adapun kasus narkoba terbanyak masuk di Pengadilan Negeri Makassar dengan jumlah 288 kasus, pengadilan negeri yang tercatat kedua adalah Kabupaten Gowa dengan 27 kasus, Pengadilan Negeri Palopo tercatat terbanyak ketiga dengan jumlah 19 kasus, dan yang menempati terbanyak keempat adalah pengadilan Negeri Pare-pare dengan jumlah 14 kasus. Jumlah kasus narkoba di Sulawesi Selatan ini belum terhitung seluruhnya, karena masih banyak kasus yang belum terhitung dari pengadilan negeri di sejumlah Kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan (Dadang,2010).
Kepala pelaksana harian Badan Narkotika Nasional (BNN), Made Mangku Pastika menyatakan kekhawatiran dengan angka-angka temuan penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar. Pastika menilai ini sudah menjadi permasalahan serius bagi bangsa Indonesia. Apalagi penyalahgunaan Narkoba itu sudah mulai marak di tingkat pendidikan dasar. Pastika mengingatkan, tingginya angka penyalahgunaan Narkoba di tingkat usia dini ini sangat mengagetkan. Namun kalau tidak dilakukan upaya pencegahan bersama-sama, dalam waktu dekat akan menjadi marak di sekitar kita dan kemudian menjadi hal yang lumrah (Dadang, 2010).
Menurut Pastika, angka yang paling banyak penyalahgunaan Narkoba terjadi ditingkat SLTA. Sampai bulan Juni 2010 saja penyalahgunaan pada tingkat ini sudah mencapai angka 74.411 kasus, sementara di tingkat pelajar SLTP angka penyalahgunaan Narkoba mencapai 27.921 kasus. Urutan peringkat penyalahgunaan narkoba berikutnya adalah pada anak-anak sekolah dasar, yakni 12.302 kasus. Angka kasus penyalahgunaan Narkoba di tingkat SD ini jauh lebih banyak dibanding tingkat penyalahgunaan di tingkat perguruan tinggi, dimana penyalahgunaan Narkoba di tingkat perguruan tinggi hanya tercatat 4.751 kasus, dimana kasus ini terhitung dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 (Dadang, 2010).
Berdasarkan jenis kelamin, kasus pengguna berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 30.860 sedangkan pengguna berjenis kelamin wanita hanya 9.409 kasus. Dilihat dari segi usia, di bawah 16 tahun ada 104 ribu, usia 16 sampai 19 tahun ada 203 ribu, umur 20 sampai 24 tahun ada 30.046 kasus, dan usia 25 sampai 29 ada 30.243 kasus. Adapun usia di atas 29 tahun ada 48.649 kasus (Dadang, 2010).