Pembelajaran Kooperatif Berbasis Kasus

Pembelajaran kooperatif berbasis kasus merupakan perpaduan antara pendekatan pembelajaran berbasis kasus dengan model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model kooperatif dimodifikasi sesuai karakteristik dari pembelajaran berbasis kasus, menghasilkan sebuah langkah-langkah baru yang merupakan langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif berbasis kasus. Berikut langkah-langkah pembelajaran kooperatif berbasis kasus:

Langkah-langkah pembelajaran pembelajaran kooperatif berbasis kasus

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

  1. Menginformasikan kepada siswa pokok bahasan yang akan dibahas, tujuan pembelajaran dan model pembelajaran yang akan digunakan.
  2. Memperhatikan dan mencatat seperlunya informasi yang disampaikan oleh guru.
  3. Melakukan apersepsi
  1. Memotivasi siswa, memberi penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi ini dengan mengemukakan manfaat materi himpunan dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Memperhatikan dan mencatat seperlunya apersepsi dari guru.
  3. Memperhatikan penjelasan dari guru dengan sangat antusias.

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Fase 2: Menyajikan informasi yang berawal pada sebuah kasus nyata

  1. Memulai pembelajaran dengan menyajikan materi yang akan diajarkan melalui kasus-kasus nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks (Buku siswa).
  2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehubungan dengan materi yang diajarkan.
  3. Antusis memperhatikan pen-jelasan guru, tekun membaca buku siswa yang telah dibagikan dan mencatat informasi yang diperoleh.
 

  1. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang diajarkan.

Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

  1. Membagi siswa ke dalam kelompok belajar sesuai dengan aturan kooperatif.

 

  1. Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok dan meminta siswa mengerjakan dan mendiskusikan kasus dalam LKS dengan bekerja sama dalam kelompoknya masing-masing.
  2. Siswa duduk bersama kelompok kerja masing-masing dengan disiplin dan bertanggung jawab untuk saling membantu dan bekerja sama.
  3. Siswa dengan tekun bekerja sama dan saling membantu mengerjakan setiap soal yang terdapat dalam LKS, proaktif berpartisipasi dalam diskusi untuk menyelesaikan kasus-kasus yang diberikan.

Fase 4: Membantu kerja kelompok dalam belajar

  1. Membimbing setiap kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan kasus-kasus yang diberikan.
  2. Mengorganisasikan pelajaran di seputar kasus yang diberikan dengan mengarahkan siswa agar   selalu berada dalam kelompoknya dan bekerja sama dalam mengerjakan LKS.
  3. Siswa dengan tekun dan antusias memperhatikan arahan dari guru.
 

  1. Siswa dengan displin tetap mengerjakan dan berdiskusi untuk menyelesaikan kasus-kasus yang diberikan.

 

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Fase 4: Membantu kerja kelompok dalam belajar

  1. Sebagai fasilitator, guru memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam mem-bentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka.
  2. Siswa dengan penuh tanggung jawab membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajaranya.
 
  1. Guru menunjuk salah satu kelompok untuk mendemonstrasi-kan hasil diskusi kelompok dalam bentuk suatu produk atau kinerja dan meminta kelompok lain menanggapi.

 

  1. Kelompok yang ditunjuk, dengan kreatif mendemonstrasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk suatu produk atau kinerja, kelompok lain dengan disiplin dan antusias memperhatikan dan memberikan tanggapan terhadap kelompok yang tampil.
  2. Guru mengarahkan siswa untuk berdiskusi jika terdapat perbedaan pendapat antar kelompok
  3. Guru meminta siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil diskusi
  4. Siswa dengan toleransi memberikan dan menghargai pendapat siswa lain saat berdiskusi.
  5. Siswa dengan tekun dan disiplin membuat kesimpulan dari hasil diskusi.

Fase 5: Evaluasi

  1. Guru memberikan kuis kepada siswa
  2. Guru memeriksa pekerjaan siswa
  3. Siswa mengerjakan kuis
  4. Siswa menunggu hasil kerja mereka

Fase 6: Memberikan penghargaan

Memberikan penghargaan kepada kelompok-kelompok yang mampu mendemonstrasikan hasil diskusinya dengan baik.Memperoleh penghargaan dari hasil kerjanya baik individu maupun kelompok.

Fase 7: Penutup

  1. Membimbing siswa membuat rangkuman.
  2. Guru memberi latihan mandiri (PR) untuk pemahaman konsep lebih lanjut.
  3. Siswa dengan tekun membuat rangkuman.
  4. Siswa mencatat dengan penuh tanggung jawab untuk menyelesaikan soal-soal tersebut.

Hubungan model kooperatif, pendekatan pembelajaran berbasis kasus dan metode pembelajaran dengan materi pembelajaran

Model kooperatif dan pendekatan pembelajaran berbasis kasus memiliki kesesuaian antara lain masing-masing menggunakan kelompok-kelompok kecil, pembelajaran berpusat pada siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya.

Agar siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri, tentunya penerapan model dan pendekatan tersebut harus didukung oleh metode yang sesuai dengan karakteristik model dan pendekatan yang dipilih. Metode yang digunakan merupakan metode yang berpusat pada siswa yaitu metode diskusi, metode tanya-jawab, metode penemuan terbimbing, dan metode pemberian tugas. Penggunaan metode pembelajaran juga harus disesuaikan dengan karakteristik materi yang akan diajarkan terutama dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Pemahaman Konsep Himpunan

Menurut Soedjadi (2000) ”Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan

untuk menggolongkan atau mengklasifikasi sekumpulan objek”. Dan Himpunan adalah segala koleksi benda-benda tertentu yang dianggap sebagai satu kesatuan. Adapun pengertian yang lain, himpunan adalah kumpulan benda atau objek yang terdefinisi dengan jelas.

Pemahaman adalah ”proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan” (Depdiknas, 2006). Jadi pemahaman konsep himpunan adalah proses atau perbuatan memahami ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasi sekumpulan objek yang telah terdefinisikan dengan jelas.

Kualitas Desain Pembelajaran Matematika

Dilihat dari segi proses pembelajaran

Disadari bahwa bagaimanapun bagus dan idealnya suatu rumusan kompetensi yang ingin dicapai melalui kegiatan pembelajaran, pada akhirnya keberhasilannya sangat tergantung pada pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan. Menurut ivor K. Devais (Sanjaya, 2009), bahwa salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah “belajarnya siswa” dan “bukan mengajarnya guru”.

Kualitas desain pembelajaran dilihat segi proses adalah tingkat keterlaksanaan proses pembelajaran yang dapat diukur melalui indikator-indikator keaktifan siswa, baik secara individual, kelompok, maupun klasikal. Indikator-indikator tersebut antara lain: antusiasme siswa (sebagai cerminan dari motivasi yang tinggi), rajin, tekun, disiplin, kreatif, proaktif, berpartisipasi, bekerja sama, saling membantu, dan seterusnya, dalam suasana belajar.

Dilihat dari segi hasil belajar

Hasil  belajar  tidak  dapat  dipisahkan  dari  apa  yang  terjadi  dalam  kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa, baik di kelas (sekolah) maupun di luar sekolah. Apa yang dialami siswa berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuanya merupakan manifestasi dari apa yang diperolehnya. Pengalaman tersebut diperoleh melalui proses belajar yang didukung oleh faktor-faktor seperti kualitas belajar, interaksi antar siswa, guru dan karakteristik siswa pada saat proses mendapatkan pengalaman tersebut. Upaya untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai bahan ajar yang dipelajarinya, diperlukan suatu alat ukur, yakni berupa instrument tes hasil belajat. Skor yang diperoleh mencerminkan hasil belajar yang diperoleh masing-masing siswa.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran dillihat dari segi hasil belajar adalah tercermin pada seberapa jauh tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, atau dengan kata lain seberapa jauh tingkat keberhasilan siswa dalam memahami/menguasai materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Tolak ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran adalah indikator-indikator keberhasilan yang telah ditetapkan pada kurikulum yang berlaku saat ini yang disebut “Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)”. Pada tahun pelajaran 2012/2013, KTSP SMP Negeri 1 Bontoramba Kabupaten Jeneponto menetapkan KKM untuk mata pelajaran matematika adalah 68. Sedangkan untuk mengetahui bagaimana respons siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dialaminya, digunakan angket respons siswa.

Berdasarkan beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa kualitas pembelajaran adalah suatu keadaaan yang mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan keluaran yang baik pula, dalam hal ini dilihat dari segi proses dan hasil belajar. Kualitas proses pembelajaran diindikasikan oleh keaktifan, keterlibatan siswa selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Sedangkan kualitas hasil belajar diindikasikan oleh skor atau hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Perangkat pembelajaran dikatakan berkualitas apabila memenuhi hal berikut: (1) praktis: jika keterlaksanaan pembelajaran yaitu pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang, (2) efektif: jika dalam proses pembelajaran siswa terlibat secara aktif dalam hal ini aktivitas siswa, respon siswa dan hasil belajar siswa meningkat, yang ditunjang oleh meningkatnya aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran, dan (3) valid: jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur.

Kepraktisan, ditetapkan berdasarkan bahwa desain pembelajaran dapat diterapkan di lapangan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang relevan. Untuk itu kepraktisan yang dimaksud dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan keterlaksanaan pembelajaran yang merujuk pada model kooperatif yang digunakan dengan langkah-langkahnya yang di dalamnya menggunakan metode pembelajaran berbasis kasus, sebagai indikator keterlaksanaan pemakaian desain pembelajaran. Disamping itu, berdasarkan pengalaman dan kompetensinya, kepraktisan ditentukan juga oleh penilaian observer.

Sedangkan untuk keefektifan, keefektifan pembelajaran adalah ukuran keberhasilan suatu pembelajaran. Pencapaian keefektifan pembelajaran didasarkan pada empat aspek yaitu: ketuntasan hasil belajar, aktivitas siswa, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, dan respons siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan desain dan perangkat yang sesuai. Jadi membicarakan kualitas pembelajaran artinya mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan keluaran yang baik pula. Agar pelaksanan pembelajaran berjalan dengan baik dan hasilnya dapat diandalkan, maka perbaikan pengajaran diarahkan pada pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hal ini bagaimana peran strategi pembelajaran yang dikembangkan di sekolah menghasilkan luaran pendidikan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Baca juga tentang Perbedaan antara Model, Pendekatan, Strategi dan Metode Pembelajaran