Pengertian Pendekatan Investigasi dalam Matematika

Investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan pemahamannya melalui berbagai kegiatan-kegiatan belajar. Pendekatan investigasi sangat mudah digunakan untuk menggabungkan tujuan akademik investigasi, yakni integrasi sosial dalam proses pembelajaran  dan dapat digunakan dalam semua bidang studi dan semua tingkat usia (Syaban, 2010).

Alkrismanto (Maryam, 2009:7) menyatakan bahwa “to investigasi” berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, kemudian membandingkannya dengan perolehan orang lain.

Pengertian Pendekatan Investigasi dalam Matematika

Pembelajaran melalui pendekatan investigasi mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan danmerekamencari sendiri cara penyelesasiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatihuntuk selalu menggunakan keterampilannya, sehingga pengetahuan danpengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.Menurut Setiawan (2006: 9), keuntungan bagi siswa dengan adanya pendekatan belajar investigasi antara lain:

  1. Keuntungan pribadi, meliputi: (1) dalam proses belajarnya, siswa dapat bekerja secara bebas, (2) memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif dan aktif, (3) rasa percaya diri dapat lebih meningkat, (4) dapat belajar untuk memecahkan suatu masalah, (5) mengembangkan antusiasme dan rasa tertarik pada matematika.
  2. Keuntungan sosial, meliputi: (1) meningkatkan belajar bekerja sama, (2) belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun dengan guru, (3) belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis, (4) belajar menghargai pendapat orang lain, dan (5) meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu kesimpulan.
  3. Keuntungan akademis, meliputi: (1) siswa terlatih untuk mempertanggung jawabkan jawaban yang mereka dapatkan, (2) siswa terbiasa bekerja secara sistematis, (3) siswa dapat mengembangkan dan melatih keterampilan matematisnya dalam berbagai bidang, (4) siswa dibiasakan memeriksa kebenaran jawaban yang mereka buat, dan (5) siswa dilatih untuk selalu berfikir tentang strategi yang digunakan untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Menurut Slavin (Santyasa, 2007) pendekatan investigasi kelompok memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:

  1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok dan menentukan sumber belajar).
  2. Planning (menentukan objek yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari objek tersebut, siapa yang melakukan apa, dan apa tujuannya).
  3. Investigation (mencermati objek,mengeksplorasi objek, saling tukar informasi, menganalisis informasi yang diperoleh dan membuat kesimpulan).
  4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, penentuan penyaji, moderator dan notulis).
  5. Presenting (salah satu kelompok sebagai penyaji, dan kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan).
  6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap hasil perolehannya masing-masing).

Menurut Setiawan (2006: 10), fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan investigasi adalah:

a)    Fase membaca, menerjemahkan dan memahami masalah

Pada fase ini siswa harusmemahami permasalahannya dengan jelas. Mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiridengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, membuat rencana tentang sejumlah strategi yang akandilakukan dan kemudian akan didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkankecakapannya bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan: (1) menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya, dan (2) membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.

b)   Fase pemecahan masalah

Pada fase ini mungkin saja siswa menjadi bingung apa yangharus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnyamemberikan saran untuk memulai suatu cara, hal ini dimaksudkan untukmemberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka terangsanguntuk mencoba mencari cara-cara yang bisa digunakan dalam pemecahansoal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau membuatcatatan-catatan penting. Pada fase yang sangat menentukan ini siswa diharuskanmembuat kesimpulan dari jawaban yang didapatkannya, serta mengecek kebenarannya, yang secara terperinci siswa diharapkan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut.

  • Mendiskusikan dan memilih cara untuk menangani permasalahan.
  • Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin.
  • Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase membaca masalah.
  • Memilih cara-cara yang sistematis.
  • Mencatat hal-hal penting
  • Bekerja secara bebas dan bekerja bersama-sama.
    • Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian.
    • Membuat kesimpulan sementara.
    • Mengecek kesimpulan sementara.

c)    Fase menjawab dan mengomunikasikan jawaban

Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembalihasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat difahami olehorang lain, baik tulisan, gambar ataupun penjelasannya. Jadi pada intinya fase ini siswadiharapkan berhasil:

  • Mengecek hasil yang diperolehnya.
  • Mengevaluasi pekerjaannya.
  • Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara.
  • Mentransfer keterampilannya untuk diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks.

Dalam penelitian ini, mencoba untuk memadukanpembelajaran investigasi yang dipaparkan oleh Slavin dan Setiawan. Hal ini didasarkan asumsi, bahwa kedua pendapat di atas bisa saling melengkapi dan mendukung baik dalam teori maupun praktiknya. Pembelajaran investigasi menurut Slavin tersusun secara praktis dan representatif. Sehingga hal ini akan memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, terutama saatmengevaluasi aktivitas belajar siswa dari satu tahap ke tahap berikutnya. Sedangkan pembelajaran investigasi menurut Setiawan lebih menyentuh pada aspek pengembangan aktivitas belajar siswa. Sehingga dapat meningkatkan kreativitas berfikir siswa dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, diharapkan perpaduan pembelajaran di atas dapat mengoptimalkan kemampuan pemahaman dan disposisi matematis siswa.

Pada saat melakukan experimen, akan menerapkan pendekatan investigasi dari kedua pendapat di atas secara terpadu dan bertahap. Adapun tahap-tahap penerapannya adalah sebagai berikut.

  1. Pendekatan investigasi yang diajukan oleh Slavin, dilaksanakan pada saat pertemuan pertama dari lima kali pertemuan yang direncanakan. Dalam pelaksanaanya, siswa akan mendapatkan lembar kerja yang berguna untuk membimbing penemuan mereka guna memecahkan  masalah yang diberikan.
  2. Pada pertemuan kedua, dan seterusnya, dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan investigasi yang diajukan oleh Setiawan. Dalam pelaksanaannya, siswa tidak lagi mendapat bimbingan terpadu dari guru. Namun siswa akan mengembangkan kreativitas berfikir mereka untuk menemukan solusi dari suatu masalah. Peranan guru hanyalah memberikan bantuan secara scaffolding kepada  siswa.

Adapun teori-teori belajar yang relevan terhadap pembelajaran matematika melalui pendektan investigasi, adalah sebagai berikut.

1)   Teori Konstruksi

Teori ini dikemukakan oleh Bruner dan Kenney (Jaeng, 2007: 33), yang menyatakan bahwa proses belajar akan lebih baik jika para pebelajar mengkonstruksi sendiri representasi dari suatu konsep. Jika pebelajar mampu membangun suatu representasi sendiri, maka mereka akan lebih mudah dalam memahami konsep atau prinsip yang terkandung dalam representasi tersebut. Pemahaman akan lebih optimal jika dimulai dengan representasi suatu objek melalui benda-benda konkret yang memudahkan pebelajar dalam membangun dan memahami suatu pengetahuan.

Adapun langkah-langkah dalam menanamkan konsep matematika berdasarkan teori Bruner melalui pendekatan investigasi, antara lain sebagai berikut.

  1. Pengajar memberikan pengalaman belajar berupa contoh-contoh yang berhubungan dengan suatu konsep matematika dari berbagai bentuk yang sesuai dengan struktur kognitif peserta didik.
  2. Peserta didik diberikan dua atau tiga contoh lagi dengan bentuk pertanyaan.
  3. Peserta didik diminta memberikan contoh-contoh sendiri tentang suatu konsep sehingga dapat diketahui apakah peserta didik sudah mengetahui dan memahami konsep tersebut.
  4. Peserta didik mencoba mendefinisikan konsep tersebut dengan bahasanya sendiri.
  5. Peserta didik diberikan lagi contoh mengenai konsep dan bukan konsep.
  6. Peserta didik diberikan drill untuk memperkuat konsep tersebut.

2)   Teori Vygotsky

Prinsip penting dari teory Vygotsky adalah Scaffolding. Teknik inimengacu pada pemberian sejumlah bantuan kepada anak oleh pengajar, kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Pemberian scaffolding juga berarti sebagai suatu proses dimana siswa dibantu untuk memahami suatu masalah tertentu yang melebihi perkembangan mentalnya melalui bantuan seorang guru atau orang yang memahaminya. Menurut Slavin, “Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.”

Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Scaffolding dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan melaui media pembelajaran, diantaranya adalah melalui Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dalam penerapan pendekatan investigasi, LKS dengan teknik Scaffolding merupakan suatu perangkat belajar yang mengandung petunjuk yang menuntun siswa dalam melakukan kegiatan investigasi. Petunjuk di dalam LKS disusun sedemikian rupa sehingga semakin ke belakang semakin dilenyapkan unsur bimbingannya. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu berkreasi tanpa bergantung pada suatu perintah, ide-ide siswa lebih tereksplorasi secara optimal dan kemampuan berfikir kritis siswa akan lebih berkembang.

Selain itu, Vygotsky (Jaeng, 2007: 35) berpendapat bahwa interaksi sosial merupakan faktor terpenting dalam mendorong perkembangan kognitif seseorang. Artinya, proses belajar akan terjadi lebih efektifjika siswa belajar secara kooperatifdengan siswa lain di bawah bimbingan guru. Melalui pendekatan investigasi, siswa diperhadapkan pada berbagai masalah yang menuntut kerjasama di antara mereka, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan belajar bekerja sama, belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun dengan guru, belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis, belajar menghargai pendapat orang lain, dan meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu kesimpulan.

3)   Teori Ausubel

Berkaitan dengan hasil pembelajaran siswa, Ausubel (Jaeng, 2007: 35)mengemukakan bahwa hasil belajar lebih efektif jika pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran bermakna (meaningfull learning). Pembelajaran bermakna akan terjadi apabila pebelajar mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang telah dimilikinya. Dalam penerapan pendekatan investigasi, siswa dituntut untuk mampu membangun suatu konsep dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa terhadap konsep tertentu. Ketika menemukan ciri-ciri dari sebuah belah ketupat, maka siswa akan mencoba menghubungkan belah ketupat dengan jajargenjang ataupun dengan bangun datar lainnya. Dengan melihat kesamaan dan perbedaan ciri-ciri yang dimiliki beberapa bangun datar, maka siswa mampu untuk mengidentifikasi ciri-ciri, membandingkan, dan mampu membuat sebuah definisi mengenai konsep tertentu.

Baca juga tentang Pengertian Disposisi Matematis dalam Pembelajaran dan Artikel Pemahaman Matematis