Gangguan Kecemasan dalam Belajar Matematika

Pada era globalisasi ini manusia dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pentingnya menguasai IPTEK itu sendiri tidak lepas dari tuntutan zaman yang semakin hari semakin berubah seiring tuntutan kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melangsungkan hidup mereka.

Gangguan Kecemasan dalam Belajar Matematika

Ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin maju merupakan salah satu dampak positif dari pengaruh IPTEK, seiring dengan itu  maka manusia dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan agar tidak ketinggalan zaman serta untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Perkembangan teknologi di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan bangsa lain, namun dalam hal ilmu pengetahuan Indonesia bisa dikatakan cukup berkembang khususnya dalam bidang sains. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa para pemuda Indonesia dapat mengungguli berbagai olimpiade sains tingkat internasional, namun demikian masih banyak juga yang perlu dibenahi mengenai pendidikan yang ada di Negara kita ini.

Untuk mengetahui berhasil tidaknya pendidikan di Negara kita dapat dilihat dari berbagai hal, misalnya saja standar nilai kelulusan, persentase kelulusan dan mata pelajaran yang dijadikan tolak ukur kelulusan. Salah satu mata pelajaran yang menjadi tolak ukur kelulusan adalah matematika. Matematika disebut sebagai ratunya ilmu dan pelayan bagi ilmu yang lain. Jadi matematika merupakan kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain yang dipelajari di sekolah.

Tujuan dari pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa agar dapat menerapkan atau menggunakan matematika dalam kehidupannya (Soedjadi, 2000: 42). Dengan demikian, matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Namun faktanya matematika adalah pelajaran yang sangat dibenci oleh sebagian besar siswa manapun, dengan pelbagai alasan yang diutarakan. Jika kita bertanya kepada mereka, kenapa anda benci matematika? Alasannya bermacam-macam, mulai dari alasan banyaknya rumus yang akan membuat full memori yang dimilikinya, hingga faktor guru matematika yang katanya “galak”, “killer”, dan lain-lain. Bahkan ada sebagian siswa yang alergi dengan kata Matematika.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di belahan dunia Timur saja yang rata–rata negaranya masih dalam kategori negara berkembang, namun juga melanda negara–negara besar seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya (Anonim, 2011).  Di Indonesia penyakit ini dapat kita temui pada hampir semua siswa yang sedang belajar baik pada sekolah dasar, sekolah menengah, bahkan mahasiswa sekalipun. Hal ini disebabkan karena banyak di antara mereka yang belum mengetahui hakikat dari matematika itu sendiri. Namun demikian ada sebagian kecil dari siswa–siswi baik di sekolah dasar maupun sekolah menengah yang menyukai bahkan mencintai matematika. Bagi mereka matematika itu adalah sebuah kenikmatan.

Mereka rela menghabiskan waktu berjam–jam hanya untuk menyelesaikan soal–soal matematika yang membuat mereka lupa pada waktu. Hal yang sama juga terjadi apabila kita bertanya kepada mereka, kenapa mereka mencintai matematika? Jawabannya juga bisa bermacam-macam, mulai dari suka ke guru yang mengajar matematika di kelasnya hingga pemahamannya akan filosofi matematika. Pada umumnya siswa–siswi yang mampu menguasai Matematika, dengan mudahnya mereka dapat menguasai pelajaran–pelajaran yang lain.

Pada hakikatnya setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda tentang pelajaran matematika. Ada yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang menyenangkan dan ada juga yang memandangnya sebagai pelajaran yang sulit. Bagi yang menganggap matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi dalam diri individu tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pelajaran matematika. Sebaliknya, bagi yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, maka individu tersebut akan bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya, bahkan ironisnya sebagian siswa menjadikan matematika sebagai suatu hal yang ditakuti dan dihindari. Rasa takut dan cemas terhadap pelajaran matematika atau dikenal dengan istilah gangguan kecemasan matematika.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi, motivasi, kebiasaan, kecemasan, minat, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya (Ahmadi dan Supriyono, 2004: 138).

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan tentang kaitan beberapa faktor internal pada diri siswa dengan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Faktor-faktor internal tersebut di antaranya kecemasan dalam hal ini ketakutan dan motivasi berprestasi siswa mengenai mata pelajaran matematika.

Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti serta wawancara dengan beberapa guru matematika di tempat PPL II penulis, prestasi belajar matematika siswa masih relatif  rendah, hal ini dapat dilihat dari rata- rata nilai ujian matematika di sekolah ini masih rendah, selain itu siswa lebih cenderung termotivasi jika mereka diminta untuk mengerjakan soal-soal mudah dan sebaliknya mereka kurang berminat mengerjakannya jika dianggap susah, namun ada pula yang mendengar kata-kata matematika mereka sudah merasa takut dan merasa matematika adalah sesuatu hal yang menyeramkan.

Baca juga tentang Skripsi tentang Pendekatan Investigasi dan  Pengertian Pendekatan Investigasi dalam Matematika